Kondisi Perekonomian Regional Pembangunan Regional Sulawesi Selatan

Tabel 9. Distribusi pekerja pada berbagai lapangan pekerjaan, 2003 Lapangan Pekerjaan Pekerja jiwa Jumlah Laki-laki Perempuan jiwa Pertanian 1.418.833 406.612 1.825.445 59,76 Pertambangan galian 14.328 2.425 16.753 0,55 Industri 91.162 71.446 162.608 5,32 Listrik, gas dan air 8.474 1.785 10.259 0,34 Konstruksi 77.779 1.296 79.075 2,59 Perdagangan 239.278 206.052 445.33 14,58 Angkutan komunikasi 158.548 6.944 165.492 5,42 Keuangan 9.742 2.059 11.801 0,39 Jasa 205.679 131.639 337.318 11,04 Lainnya 407 286 693 0,02 Total 2.224.230 830.544 3.054.774 100,00 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan, 2004.

4.3. Pembangunan Regional Sulawesi Selatan

Pembangunan merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan tolok ukur keberhasilannya umumnya masih bertumpu pada bidang ekonomi. Hal ini sangat wajar karena tanpa adanya pertumbuhan ekonomi yang mantap, pertumbuhan bidang lainnya seperti politik, sosial dan kebudayaan tidak memadai. Pada bagian ini akan diuraikan secara singkat tentang rencara strategis dan kebijakan pembangunan, program dan kegiatan pembangunan, serta kinerja kebijakan pembangunan regional Sulawesi Selatan tahun 2003.

4.3.1. Kondisi Perekonomian Regional

Selama 15 tahun terakhir, struktur perekonomian regional Sulawesi Selatan tidak mengalami perubahan yang berarti. Sektor pertanian masih sangat mendominasi perekonomian Sulawesi Selatan dan menjadi sumber kehidupan sebagian besar penduduknya. Peranan sektor pertaniaan mengalami sedikit fluktuasi karena goncangan krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Kontribusi sektor pertanian pada awalnya mengalami penurunan secara perlahan-lahan dari 42 Produk Domestik Regional Bruto PDRB atas harga yang berlaku pada tahun 1990, menjadi 38,9 pada tahun 1995 serta mencapai titik terendah sebesar 38,6 pada tahun 1996. Namun karena goncangan krisis ekonomi yang melanda Indonesia, maka berimbas juga pada struktur perekonomian regional Sulawesi Selatan dimana kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan PDRB kembali meningkat pada tahun 1997 dan mencapai puncaknya pada tahun 1998. Pada tahun 1998, sektor pertanian memberikan kontribusi dalam pembentukan PDRB Provinsi Sulawesi Selatan atas harga berlaku sebesar 45,78 , sementara sektor perdagangan, hotel dan restoran memberikan kontribusi sebesar 13,24, sektor perindustrian 11,23 , sektor jasa 8,64 dan sektor pertambangan dan galian sebesar 6,04 . Selanjutnya kontribusi sektor pertanian berangsur-angsur kembali berkurang dengan mulai pulihnya sektor perekonomian lainnya Tabel 10. Tabel 10. Perkembangan kontribusi berbagai sektor ekonomi terhadap PDRB atas harga berlaku Kode Sektor Perekonomian 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 1. Pertanian 39,10 45,78 41,93 39,03 37,85 37,50 35,82 2. Pertambangan galian 3,57 6,04 8,10 8,70 7,96 7,73 7,67 3. Industri 11,89 11,23 10,91 11,54 11,78 11,46 11,46 4. Listrik, gas dan air 0,96 0,92 0,97 0,97 1,11 1,21 1,19 5. Konstruksi 6,44 4,40 4,19 4,23 4,17 4,03 4,16 6. Perdagangan 14,63 13,24 14,77 14,62 16,19 16,54 16,91 7. Angkutan komunikasi 5,99 5,84 5,92 6,44 7,05 6,98 7,16 8. Keuangan 6,06 3,91 3,65 3,46 3,14 3,64 4,83 9. Jasa-jasa 11,36 8,64 9,56 11,01 10,75 10,91 10,80 Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan, 1999a, 2003 dan 2004a. Pada tahun 2003, sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB yaitu sebesar 35,82 PDRB atas harga berlaku, kemudian disusul sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan kontribusi sebesar 16,91, sektor industri pengolahan dengan kontribusi 11,46 dan sektor jasa 10,79. Nilai sumbangan sektor pertanian dalam PDRB Sulawesi Selatan pada tahun 2003, berdasarkan PDRB harga berlaku, tercatat sebesar Rp 14,36 trilyun atau meningkat sebesar 42,32 dibanding tahun 2000 yang nilainya sebesar Rp. 10,84 trilyun. Sub sektor utama pertanian yang memberikan kontribusi terbesar bagi PDRB adalah tanaman bahan makanan dengan pangsa 14,40 dari PDRB, disusul tanaman perkebunan, perikanan dan peternakan dengan pangsa masing-masing 12,25, 7,88, dan 1,04 Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan, 2004a. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan berfluktuasi cukup tajam, terutama karena adanya krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997. Pada periode pra krisis 1993-1996, perekonomian Sulawesi Selatan tumbuh cukup tinggi yaitu rata-rata 7,96tahun, dengan tingkat pertumbuhan terendah 7,67 pada tahun 1994 dan tertinggi 8,31 pada tahun 1996. Pada saat krisis ekonomi mulai menerpa Indonesia pertengahan tahun 1997, pertumbuhan ekonomi regional Sulawesi Selatan turun menjadi 4,30 , bahkan mengalami kontraksi sebesar -5,33 pada tahun 1998 sebagai puncak krisis ekonomi nasional. Kontraksi pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Selatan tersebut tidak terlalu besar dibandingkan dengan kontraksi pertumbuhan secara nasional yang besarnya mencapai -13,13. Kondisi ini terjadi karena struktur perekonomian regional Sulawesi Selatan pada tahun 1997 masih sangat didominasi sektor pertanian dengan kontribusi 34,66. Sementara kontribusi sektor pertanian secara nasional relatif lebih kecil yaitu sebesar 16,01 Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan, 1999 dan Badan Pusat Statistik, 1998. Dengan kondisi yang demikian, maka dalam situasi perekonomian yang cukup sulit pada tahun 1998, beberapa sektor ekonomi Sulawesi Selatan masih dapat tumbuh, terutama sektor pertanian yang memang menjadi basis kekuatan ekonomi Sulawesi Selatan. Sektor pertanian di Sulawesi Selatan masih dapat tumbuh positif sebesar 0,06 persen dengan sub sektor yang mempunyai pertumbuhan cukup tinggi yaitu perkebunan dan kehutanan yang masing-masing tumbuh sebesar 15,07 persen dan 2,69 persen. Sementara sektor-sektor lainnya mengalami kontraksi pertumbuhan. Sektor yang mengalami kontraksi pertumbuhan terbesar tercatat pada sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan yakni sebesar 32,31 persen terutama pada sub sektor Bank dengan kontraksi pertumbuhan sebesar 96,20 persen. Terjadinya kontraksi yang besar pada sektor ini merupakan kondisi umum yang terjadi selama krisis ekonomi di Indonesia yang memang pada awalnya merupakan dampak dari mismanajemen perbankan yang berdampak besar pada sektor-sektor lainnya. Meskipun mengalami kontraksi yang cukup besar pada tahun 1998, kondisi perekonomian daerah ini dapat segera pulih dan pada tahun 1999 perekonomian Sulawesi Selatan mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 2,83 persen. Nilai pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya mencapai 0,85 persen pada periode yang sama. Selanjutnya perekonomian Regional Sulawesi Selatan mengalami pertumbuhan yang lebih pesat lagi yaitu rata-rata 4,96 pada periode 2000-2003 Tabel 11. Tabel 11. Pertumbuhan PDRB Provinsi Sulawesi Selatan 1993-2003 Tahun Atas harga berlaku Atas harga konstan 1993 Rp milyar Rp milyar 1993 7.512 12,02 7.512 7,72 1994 8.738 16,32 8.088 7,67 1995 10.372 18,70 8.745 8,12 1996 11.833 13,97 9.486 8,31 1997 13.538 14,41 9.893 4,30 1998 21.951 62,14 9.366 -5,33 1999 24.065 9,63 9.631 2,83 2000 27.772 15,41 10.102 4,89 2001 34.771 25,20 10.604 4,97 2002 38.523 10,79 11.093 4,61 2003 42.855 11,25 11.691 5,39 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan 1997, 2003, 2004a dan 2005.

4.3.2. Strategi dan Kebijakan Pembangunan Regional Sulawesi Selatan