Ke depan, upaya untuk mempercepat adopsi teknologi pengendalian hama PBK menjadi semakin berat, karena LSM ACDI-VOCA yang beberapa tahun lalu
aktif membantu mempercepat sosialisasi teknologi pengendalian hama PBK melalui Success Project mulai menghentikan kegiatannya pada tahun 2006. Sementara itu,
dukungan kebijakan pemerintah untuk mengatasi serangan hama PBK masih sangat kurang.
2.4.3. Teknologi Budidaya PsPSP Sebagai Suatu Inovasi
Teknologi budidaya PsPSP merupakan suatu inovasi karena teknologi tersebut dirasakan baru oleh petani kakao. Pengertian baru disini tidak hanya sekedar
baru diketahui, tetapi juga karena belum diterima dan diterapkan secara luas oleh masyarakat. Dengan pengertian tersebut maka teknologi PsPSP dapat dipandang
sebagai suatu inovasi di perkebunan kakao dan sebagai suatu inovasi memerlukan suatu proses sampai diadopsi oleh petani.
Menurut Rogers 1985, adopsi suatu inovasi merupakan proses mental sejak seseorang mengetahui adanya inovasi sampai mengambil keputusan untuk menerima
atau menolak dan kemudian mengukuhkannya. Secara lebih rinci, proses adopsi dapat dibagi dalam lima tahapan yaitu pengenalan, persuasi, keputusan,
implementasi dan konfirmasi. Tetapi tiga tahapan yang terakhir dapat dipandang sebagai satu tahapan implimentasi atau adopsi inovasi. Lebih lanjut dikemukakan
bahwa kecepatan adopsi suatu inovasi dipengaruhi oleh banyak faktor terutama karakteristik inovasi, lingkungan sosial budaya, karakteristik individu petani, dan
kondisi usahataninya. Pendapat yang hampir sama juga dikemukakan oleh Soekartawi 1988 yang
menyatakan bahwa kecepatan adopsi teknologi dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor eksternal maupun faktor internal dari adopter. Beberapa faktor eksternal
yang berpengaruh antara lain: 1 macam inovasi, 2 sifat dan ciri inovasi yang meliputi keuntungan relatif, kompatibilitas, kompleksitas, triabilitas dan
obsevabilitas, 3 saluran komunikasi, 4 ciri sistem sosial, dan 5 kegiatan promosi. Sedangkan faktor internal yang berpengaruh antara lain: 1 latar belakang
sosial ekonomi, budaya dan politik, 2 umur dan pendidikan, 3 keberanian mengambil resiko, 4 sikap terhadap perubahan, 5 aspirasi dan sistem
kepercayaan. Beberapa hasil penelitian antara lain yang dilakukan oleh Yusnadi 1992 dan
Latif 1995 mengungkapkan bahwa pendidikan formal dan informal serta tingkat kekosmopolitan petani berhubungan nyata dengan tingkat adopsi. Sementara hasil
penelitian Sadono 1999 mengatakan bahwa faktor internal petani yang berkorelasi nyata dengan tingkat penerapan pengendalian hama terpadu PHT adalah tingkat
pendidikan dan persepsi petani terhadap PHT. Penelitian lain yang dilakukan Setyanto 1993 menyimpulkan bahwa pendidikan, penghasilan, luas lahan garapan
dan status lahan berpengaruh positif terhadap adopsi teknologi Supra Insus. Berdasarkan uraian diatas dapat dikemukakan bahwa kecepatan adopsi
teknologi dipengaruhi oleh berbagai faktor yang meliputi: karakteristik teknologi yang meliputi: keuntungan ekonomis dan sosial, kompatibilitaskesesuaian,
kompleksitastingkat kesulitan, dan observabilitas; karakteristik lingkungan sosial yang meliputi: pola pengambilan keputusan, keberadaan sumber informasi, toleransi
terhadap perubahan; karakteristik pribadi petani seperti: umur, pendidikan, status sosial, pekerjaan utama, kemampuan finansial dan tingkat pengetahuan petani; dan
karakteristik kebun seperti: luas kebun, umur tanaman, klon dan kemiringan lahan.
III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Sulawesi Selatan pada bulan Januari sampai Oktober 2006 dengan menggunakan metode survei. Penentuan lokasi penelitian
dilakukan secara sengaja berdasarkan pertimbangan bahwa Sulawesi Selatan merupakan sentra produksi utama kakao Indonesia.
Untuk kebutuhan analisis makro, lokasi survei ditentukan berdasarkan pertimbangan kebutuhan untuk klarifikasi data yang bersumber dari Badan Pusat
Statistik dan Bapedalda Provinsi Sulawesi Selatan. Lokasi sampel untuk perkebunan kakao, kopi dan perkebunan lainnya adalah Kabupaten Mamuju, Polman, dan Bone;
industri semen di Kabupaten Pangkep, dan aneka industri di Kawasan Industri Makassar.
Sementara itu, untuk kebutuhan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi pengendalian hama PBK, lokasi penelitian ditentukan secara
sengaja berdasarkan pertimbangan luas kebun, kondisi lahan, dan sistem pengelolaan usahatani dilakukan oleh petani. Penelitian dilakukan di dua Kabupaten yaitu
Kabupaten Polman dan Kabupaten Mamuju, Sulawesi Selatan. Pada masing-masing kabupaten dipilih dua kecamatan sentra produksi kakao dan pada setiap kecamatan
dipilih dua desa, sehingga seluruhnya berjumlah 8 desa sampel.
3.2. Jenis dan Sumber Data serta Tehnik Pengambilan Contoh
Jenis dan Sumber Data serta Tehnik Pengambilan Contoh disesuaikan dengan kebutuhan analisis data guna mencapai tujuan penelitian. Untuk kebutuhan analisis
makro Tabel Input Output digunakan data sekunder yang bersumber dari Kantor Statistik, Bapedalda, dan instansi terkait lainnya serta pengamatan langsung pada
beberapa lokasi dimana sektor ekonomi menimbulkan dampak lingkungan cukup nyata.
Data yang dikumpulkan untuk analisis Tabel Input Output meliputi: Tabel Input Output Sulawesi Selatan tahun 2000 Lampiran 1 dan 2, dan data untuk up