Sektor Ekonomi Tambang Nikel

pakan udang. Dengan demikian biaya lingkungan eksternalitas sektor ekonomi ini juga dapat diabaikan.

5.1.1.10. Sektor Ekonomi Budidaya Bandeng, Ikan lainnya

Budidaya bandeng umumnya dilakukan berdampingan dengan budidaya udang yaitu di kawasan pesisir pantai barat dan timur Sulawesi Selatan. Sementara budidaya ikan lainnya dilakukan petani di kolam, sawah, danau dan rawa. Kondisinya tidak berbeda dengan budidaya udang. Oleh karena itu beban biaya lingkungan eksternalitas sektor ekonomi ini juga dapat diabaikan.

5.1.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian

Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa untuk keperluan analisis input output sektor pertambangan dan penggalian dibagi menjadi dua sektor ekonomi yaitu sektor pertambangan nikel dan sektor pertambangan serta penggalian lainnya. Pembagian tersebut didasarkan atas pertimbangan bahwa sektor pertambangan nikel merupakan sektor pertambangan yang padat modal dan hasilnya diekspor dalam bentuk bijih nikel nikel matte. Sementara pertambangan dan penggalian lainnya umumnya bersifat padat karya dan hasil tambang atau galian umumnya digunakan atau diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.

5.1.2.1. Sektor Ekonomi Tambang Nikel

Tambang nikel di Sulawesi Selatan dikelola oleh PT International Nickel Indonesia Tbk PT Inco, yaitu suatu perusahaan pertambangan yang per 31 Desember 2003 sebanyak 58,7 sahamnya dimiliki oleh Inco Limited dari Kanada, dan 20,1 saham dimiliki oleh Sumitomo Metal Mining Co., Ltd dari Jepang serta selebihnya dimiliki oleh publik. Lokasi pertambangan dipusatkan di Sorowako Kabupaten Luwu Timur dengan lokasi tambang di tiga kecamatan yaitu: Kecamatan Nuha, Malili dan Towuti. Di samping itu, PT Inco juga mulai mengembangkan lokasi penambangan ke Sulawesi Tenggara dengan konsentrasi kegiatan di Kabupaten Kolaka, Kendari dan Buton, serta Sulawesi Tengah dengan konsentrasi kegiatan di Kabupaten Morowali dan Palu. Pada tahun 2003, PT Inco memecahkan rekor produksi tertinggi yaitu sebesar 155 juta pon nikel dalam matte, meningkat dari 131 juta pon pada tahun 2002. Untuk mengimbangi kenaikan produksi, PT Inco meningkatkan kegiatan eksplorasi untuk menemukan areal penambangan baru. Kegiatan eksplorasi tahun 2003, berhasil meningkatkan cadang bijih menjadi 62 juta ton cadangan terbukti berkadar 1,81 persen nikel dan 45 juta ton cadangan terduga berkadar 1,80 nikel atau meningkat sebesar 11 juta ton cadangan terbukti dan 5 juta ton cadangan terduga dibanding dengan kondisi akhir tahun 2002. Penambangan nikel dilakukan dengan sistem terbuka berjenjang, dimana kegiatan penambangan nikel dimulai pembebasan lokasi tambang dari pohon dan semak belukar. Kemudian dilanjutkan dengan pengupasan lapisan tanah penutup sampai kedalaman tertentu yang biasanya dilakukan dengan alat dorong bulldozer. Selanjutnya dilakukan penambangan bijih nikel dan pengangkutan hasil tambang ke pabrik pengolahannya. Kemudian hasil tambang bijih nikel tersebut diproses menjadi nikel matte dan siap untuk diekspor. Mengingat areal pertambangan nikel tersebut mencapai ribuan hektar dengan kegiatan seperti yang telah diuraikan diatas maka dapat dipastikan bahwa dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan penambangan nikel cukup besar dan penting. Namun karena penambangan nikel oleh PT Inco dilakukan secara profesional dan mengikuti standar internasional, maka segala permasalahan yang berkaitan dengan lingkungan telah ditangani sesuai dengan standar internasional. Dengan demikian, biaya lingkungan yang meliputi biaya penanganan limbah cair, penghijauan kawasan purna tambang dan menekan emisi limbah debu dan gas sudah dijadikan sebagai biaya internal, sehingga biaya lingkungan yang masih diperlakukan sebagai biaya eksternalitas relatif kecil. Pada tahun 2003, biaya operasional yang dikeluarkan untuk lingkungan hidup adalah sebesar US 2,8 juta atau sekitar 0,55 dari nilai penjualan nikel tahun yang bersangkutan. Di samping itu juga dikeluarkan biaya investasi untuk penanganan limbah yang besarnya bervariasi setiap tahunnya. Berbagai peningkatan dalam rehabilitasi lahan purna tambang telah diselesaikan oleh PT Inco di tahun 2003. PT Inco telah melaksanakan penanaman kembali lebih dari 132 hektar lahan purna tambang, keseluruhannya menggunakan standar paling mutakhir dalam rehabilitasi kawasan. Hingga tahun 2003, PT Inco telah melaksanakan program penanaman kembali yang keseluruhannya mencakup lebih dari 2.047 hektar lahan purna tambang. Biaya lingkungan tersebut merupakan biaya internal yang dibebankan ke rugi laba perusahaan PT International Nickel Indonesia, 2004 dan 2005. Karena keterbatasan data dan berbagai informasi resmi yang dikeluarkan Bapedalda Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2003 tidak menyebutkan adanya permasalahan lingkungan yang serius di pertambangan nikel di Sulawesi Selatan, maka dalam penelitian ini biaya lingkungan yang masih diperlakukan sebagai biaya eksternalitas diasumsikan tidak ada atau diabaikan.

5.1.2.2. Sektor Ekonomi Tambang dan Galian Lainnya