terhadap lingkungan, sehingga dapat ditentukan pilihan kebijakan untuk menurunkan tingkat emisi CO
2
maupun gas lainnya. Silva 2001, menggunakan model analisis Input Output Lingkungan untuk
menganalisis emisi gas rumah kaca di Portugal. Penelitian berhasil menunjukkan bahwa tanpa adanya suatu kebijakan tertentu, emisi gas rumah kaca di Portugal pada
tahun 2010 akan jauh melebihi target peningkatan emisi sebesar 27 dibandingkan tingkat emisi tahun 1990 yang disepakati dalam Kyoto Protokol. Lebih lanjut,
dikemukakan bahwa model analisis Input Output Lingkungan merupakan suatu alat analisis yang ampuh untuk memperhitungkan emisi gas rumah kaca dikaitkan
dengan produk akhir dari berbagai sektor perekonomian suatu wilayah atau negara. Namun kebermanfaatannya sangat tergantung pada ketersediaan dan kualitas data
yang bisa digunakan untuk analisis tersebut. Lebih lanjut, model analisis Input output yang akan dibangun dalam
penelitian ini juga memiliki keterbatas sama seperti model analisis input output konvensional terutama karena keterbatasan ketersediaan data dan penggunaan
asumsi yang juga menyebabkan kertebatasan. Meskipun demikian, penelitian ini berupaya untuk mengungkapkan seberapa besar pengaruh biaya eksternalitas
berbagai sektor ekonomi terhadap nilai output dan PDRB serta besaran nilai pengganda output, pendapatan, tenaga kerja dan nilai indeks keterkaitan antar sektor
ekonomi dalam perekonomian regional Sulawesi Selatan.
2.3.3. Pengertian dan Pengukuran Eksternalitas
Sumberdaya alam atau lingkungan hidup mempunyai tiga fungsi utama yaitu: sebagai sumber bahan mentah, sebagai asimilator atau pengolah limbah dan sebagai
sumber hiburan atau kesenangan. Lingkungan menyediakan berbagai kebutuhan manusia mulai dari sumberdaya tanah, air, hutan, tambang dan sebagainya yang
dapat digunakan sebagai sumber bahan mentah untuk diolah menjadi barang jadi atau langsung dikonsumsi. Lingkungan juga berperan sebagai asimilator yang dapat
mengolah limbah secara alami dan lingkungan alami dengan berbagai keindahannya
juga berperan memberikan jasa hiburan atau kesenangan bagi manusia Suparmoko dan Suparmoko, 2000.
Lebih lanjut dikemukan oleh Suparmoko dan Suparmoko 2000, bahwa semakin meningkatnya pembangunan demi meningkatkan kesejahteraan manusia,
ternyata berdampak terhadap fungsi atau peranan lingkungan. Jumlah bahan mentah yang disediakan lingkungan semakin berkurang dan menjadi langka, kemampuan
alam untuk mengolah limbah semakin berkurang karena melebihi kapasitas daya tampung lingkungan, dan kemampuan lingkungan untuk menyediakan kesenangan
juga berkurang karena banyak sumberdaya alam dan lingkungan yang diubah fungsinya atau karena meningkatnya pencemaran.
Penurunan peran atau fungsi lingkungan yang terjadi akibat aktivitas ekonomi tersebut perlu diperhitungkan dalam perhitungan pendapatan nasional
GNP, sehingga indikator keberhasilan pembangunan ekonomi tersebut benar-benar mencerminkan ukuran yang sesungguhnya mengenai standar kehidupan masyarakat.
Demikian pula halnya terkait dengan evaluasi peran sektor ekonomi tertentu terhadap perekonomian regional atau nasional, perlu dikoreksi dengan cara
memperhitungkan biaya maupun manfaat eksternalitasnya, sehingga tidak menimbulkan bias dalam penilaian dan perencanaan pembangunan ekonomi
selanjutnya. Menurut Suparmoko dan Suparmoko 2000, eksternalitas terjadi apabila
seseorang melakukan suatu kegiatan dan kegiatan tersebut menimbulkan dampak kepada orang lain baik berupa manfaat eksternal maupun biaya eksternal yang tidak
memerlukan kewajiban untuk menerima atau melakukan pembayaran. Adanya eksternalitas yang sering tidak diperhitungkan tersebut menyebabkan keputusan dari
pengambil kebijakan atau manajer tidak tepat dan kegiatan yang dilakukan berdasarkan keputusan tersebut tidak efisien.
Oleh karena itu, biaya dan manfaat eksternalitas dari tiap-tiap sektor ekonomi perlu diinternalisasikan. Internalisasi biaya dan manfaat lingkungan dapat dilakukan
dengan memperhitungkan dampak dari suatu aktivitas terhadap sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang masih diperlakukan sebagai eksternalitas. Menurut
Suparmoko 2002, ada beberapa langkah operasional dan metode penilaian terhadap dampak lingkungan yang umum digunakan di berbagai negara. Langkah penilaian
diawali dengan identifikasi dampak peting dari suatu kegiatan. Kemudian mengkuantifikasi besarnya dampak tersebut dan dilanjutkan dengan melakukan
penilaian berdasarkan nilai uang dan analisis ekonomi dari dampak penting yang telah diidentifikasi. Adapun metode yang dapat digunakan untuk melakukan
penilaian ekonomi dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: a. Metode yang secara langsung menggunakan harga pasar; b. Metode yang menggunakan nilai pasar
barang pengganti atau barang pelengkap; dan c. Metode yang didasarkan pada hasil survei.
Pada penelitian ini, pengukuran eksternalitas dilakukan mengikuti langkah- langkah operasional dan metode penilaian yang umum digunakan. Namun penilaian
terhadap dampak penting yang telah teridentifikasi lebih banyak dilakukan berdasarkan hasil penelitian terdahulu dari berbagai belahan dunia, karena sangat
terbatasnya hasil penelitian di lokasi penelitian ini dan masih rendahnya pemahaman serta penilaian masyarakat terhadap lingkungan hidup.
Eksternalitas dari suatu sektor ekonomi muncul karena adanya alih fungsi lahan atau karena adanya limbah yang dihasilkan oleh aktivitas ekonomi. Alih fungsi
lahan yang umum terjadi adalah pengalihan lahan kehutanan ke sektor pertanian ataupun sektor perekonomian lainnya. Proses pengalihan fungsi lahan tersebut
menyebabkan terganggunya atau rusaknya beberapa fungsi hutan sebagai penunjang kehidupan dan kerusakan tersebut tidak diperhitungkan sebagai biaya tetapi
diperlakukan sebagai eksternalitas. Sedangkan limbah yang dihasilkan oleh aktivitas ekonomi yang tidak memenuhi baku mutu lingkungan merupakan suatu eksternalitas
yang membebani pihak lain. Limbah yang dihasilkan berbagai aktivitas ekonomi cukup beragam, baik berupa padatan, cairan maupun gas dan beban eksternalitas dari
limbah tersebut dapat bersifat lokal, regional maupun global. Untuk mengetahui besarnya eksternalitas dari alih fungsi lahan kehutanan
menjadi lahan usaha pertanian maupun kegiatan ekonomi lainnya terlebih dahulu perlu diketahui nilai total dari sumberdaya hutan. Kemudian mengidentifikasi
dampak dari alih fungsi lahan dan menilai dampak tersebut kedalam bentuk nilai uang. Menurut Krieger 2001, ekosistem hutan mempunyai nilai yang cukup besar
bagi suatu kawasan, baik sebagai penghasil barang maupun jasa lingkungan. Sebagai penghasil barang, hutan merupakan penghasil kayu dan non-kayu.
Sementara sebagai pemberi jasa lingkungan, hutan berfungsi mempengaruhi iklim, tata air khususnya pencegah banjir dan penyedia air, pengendali erosi dan pencegah
sedimentasi, pembentukan tanah, siklus hara, asimilasi limbah, sumber plasma nutfah dan tempat rekreasi serta kebudayaan. Secara umum nilai dari suatu kawasan
hutan tropis dapat mencapai lebih dari US 2 jutaha. Alih fungsi lahan kehutanan menjadi lahan pertanian akan menimbulkan
berbagai dampak negatif karena hilangnya berbagai fungsi hutan antara lain: rusaknya tata air khususnya fungsi pengendali banjir dan penyediaan air,
peningkatan erosi tanah, terganggunya siklus hara dan asimilasi karbon, serta penyusutan keanekaragaman hayati. Menurut Pearce and Pearce 2001, dampak
negatif tersebut semakin besar lagi nilainya jika diperhitungkan berbagai fungsi hutan lainnya yang ikut hilang serta dampak turunan lainnya seperti sedimentasi dari
tanah yang tererosi yang dapat menyebabkan kerusakan ekosistem di bagian hilir sungai.
Berbagai hasil penelitian yang berhasil dirangkum oleh Pearce 2001, menunjukkan bahwa nilai jasa dari suatu kawasan hutan tropis sangat bervariasi
tergantung pada kondisi hutan dan fungsi dari kawasan hutan tersebut serta pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap pentingnya hutan sebagai
penunjang kehidupan. Alih fungsi lahan hutan menyebabkan rusaknya fungsi hutan sebagai pengendali banjir dan penyedia air dengan nilai bervariasi antara US 0-
24ha di Kameron Yaron 2001 dalam Pearce 2001, sedangkan di Malaysia bervariasi antara US 0-15ha Kumari 1996 dalam Pearce 2001 dan US 12ha di
Guatemala Ammour et al. 2000 dalam Pearce 2001. Alih fungsi lahan juga menyebabkan menyusutnya keanekaragaman hayati
hutan hujan tropis dengan nilai bervariasi US 0,01-21ha Pearce and Moran 1994, sedangkan menurut Balick dan Mendelsohn 1992 dalam Bann 1997, nilai
keanekaragaman hayati hutan tropis berkisar antara US 9-61ha. Tingginya nilai keanekaragaman hayati tersebut karena banyaknya tanaman yang dapat dijadikan
sebagai bahan baku obat-obatan dan sumber plasma nutfah berbagai jenis tanaman pertanian.
Alih fungsi lahan hutan umumnya dilakukan dengan cara tebang, tebas dan bakar, sehingga menimbulkan emisi gas CO2 dan hilangnya kemampuan untuk
mengabsorsi CO2 serta hilangnya kemampuan untuk memproduksi O2. Nilai eksternalitas dari emisi CO2 sangat bervariasi tergantung dari kondisi hutan dan
kandungan masa karbon yang terbakar. Kandungan karbon, suatu kawasan hutan primer dapat mencapai 200 tonha, sementara kandungan karbon hutan yang terbuka
diperkirakan 100 tonha Bann 1997. Dengan harga transaksi karbon yang berlaku saat ini yaitu US 5ton, maka alih fungsi lahan hutan dapat menimbulkan emisi
karbon sebesar US 500-1.000ha. Alih fungsi lahan juga menyebabkan hilangnya fungsi hutan dalam
menyediakan unsur hara dan pengendali erosi. Alih fungsi lahan menyebabkan terjadi peningkatan erosi tanah karena lahan menjadi terbuka pada saat
dialihfungsikan. Kerugian akibat erosi dapat dihitung dengan menggunakan pendekatan biaya pengganti unsur hara yang hilang karena erosi. Beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa hutan dapat mencegah kerugian akibat erosi tanah di Turki mencapai US 46ha Bann 1998 dalam Pearce 2001. Sementara itu,
Manurung 2001, dalam menganalisis biaya lingkungan konversi hutan menjadi
perkebunan kelapa sawit, memberikan penilaian fungsi hutan untuk mengendalikan erosi tanah sebesar US 53ha. Pada penelitian ini, kerugian akibat erosi dianalisis
dengan menggunakan pendekatan pendugaan erosi tanah berdasarkan Universal Soil Loss Equation USLE dan pendekatan biaya pengganti unsur hara yang hilang
karena erosi. Selanjutnya valuasi ekonomi terhadap eksternalitas limbah yang dihasilkan
berbagai sektor ekonomi dilakukan melalui identifikasi jumlah limbah yang dihasilkan dan dampaknya terhadap lingkungan. Kemudian hasil identifikasi
tersebut dinilai kedalam bentuk nilai uang. Penilaian dampak limbah terhadap
lingkungan kedalam bentuk nilai uang dilakukan berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dihimpun oleh Intergovernmental Panel on Climate Change IPCC dan
dijadikan sebagai acuan dalam penilaianvaluasi ekonomi dampak lingkungan Intergovernmental Panel on Climate Change 2003.
2.4. Prospek dan Permasalahan Perkebunan Kakao