Model Input Output Berwawasan Lingkungan

Dengan adanya asumsi tersebut, Tabel Input Output mempunyai keterbatasan antara lain; karena rasio input output tetap konstan sepanjang periode analisis, produsen tidak dapat menyesuaikan perubahan-perubahan inputnya atau mengubah proses produksi. Walaupun demikian, model input output mempunyai keunggulan sebagai alat analisis ekonomi yang lengkap dan komprehensif, sehingga sangat relevan untuk digunakan sebagai alat analisis dalam penelitian ini khususnya untuk mengetahui keterkaitan perkebunan kakao dengan sektor perekonomian lainnya dan peran perkebunan kakao bagi perekonomian regional Sulawesi Selatan, serta dampak perubahan permintaan akhir terhadap perluasan areal perkebunan kakao. Selanjutnya dengan melakukan modifikasi menjadi model Tabel Input Output berwawasan lingkungan dapat diketahui peran sesungguhnya dari perkebunan kakao maupun sektor ekonomi lainnya bagi perekonomian regional Sulawesi Selatan.

2.3.2. Model Input Output Berwawasan Lingkungan

Karena kemampuannya untuk menunjukkan keterkaitan berbagai sektor dalam suatu sistem perekonomian regional, maka analisis Tabel Input Output dikembangkan untuk pemanfaatan yang lebih khusus seperti menganalisis dampak produksi dan konsumsi energi, dan menganalisis interaksi antara kegiatan ekonomi dan lingkungan. Menurut Miller dan Blair 1985 Tabel Input Output berwawasan lingkungan dapat disusun dengan cara menginternalitaskan beban lingkungan sebagai kolom dan baris pengurang dari matriks koefisien input-output. Lebih lanjut dikemukakan oleh Miller dan Blair 1985, ada tiga metode yang dapat digunakan untuk menyusun Tabel Input-Output berwawasan lingkungan yaitu: Model Tabel Input-Output Umum, Model Ekonomi-Ekologi dan Model Komoditi Industri. Model Tabel Input- Output Umum dibentuk dengan menambahkan pencemaran yang dihasilkan pada matriks koefisien teknik Tabel Input-Output. Model Ekonomi-Ekologi dihasilkan dengan memperluas kerangka dasar keterkaitan suatu sektor dengan sektor ekosistem. Sementara Model Komoditi Industri memperlakukan faktor lingkungan sebagai suatu komoditi seperti komoditi lainnya dalam Tabel Input-Output konvensional. Analisis interaksi kegiatan ekonomi dan lingkungan dengan menggunakan model Input-Output telah banyak dilakukan untuk berbagai keperluan, terutama untuk memperoleh informasi yang dapat dijadikan sebagai dasar perumusan kebijakan publik yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi dan lingkungan. Model analisis Input Output berkembang pesat untuk berbagai keperluan karena ditunjang oleh kemajuan di bidang teknologi komputasi yang mampu menghitung data cukup besar dengan kecepatan tinggi. Najmulmunir 2001, menggunakan model Input Output untuk menganalisis dampak pembangunan ekonomi terhadap perkembangan wilayah dan kualitas lingkungan di Lampung. Pengembangan model analisis kebutuhan ruanglahan dan model analisis dampak beban pencemaran lingkungan diturunkan dari model Input Output. Model analisis kebutuhan lahan diturunkan dari prediksi output yang ditransformasikan ke dalam produktivitas lahan yang selanjutnya akan berimplikasi pada perubahan struktur penggunaan lahan. Sedangkan model analisis dampak beban pencemaran lingkungan diturunkan dari proyeksi produksi. Hinterberger and Giljum 2003, mengembangkan model analisis Input Output lingkungan untuk menganalisis aliran bahan dan penggunaan lahan dari suatu sektor ekonomi. Dengan berbagai skenario yang meliputi dimensi ekonomi, lingkungan dan sosial, model tersebut dapat memberikan gambaran penggunaan lahan akibat perubahan permintaan terhadap komoditas yang menggunakan lahan tersebut. Berdasarkan hasil kajian tersebut dapat dirumuskan alternatif kebijakan terbaik untuk melaksanakan strategi pembangunan berkelanjutan. Hayami et al. 1997, menggunakan model input output untuk menganalisis isu kebijakan publik berkaitan dengan pilihan teknologi produksi dengan pemanasan global. Pokok pembahasannya adalah aplikasi manajemen lingkungan di Jepang terkait dengan produksi semen, penggunaan kertas daur ulang, dan bahan penyekat rumah. Pada masing-masing sektor tersebut berhasil ditunjukkan bahwa pilihan teknologi produksi menentukan tingkat emisi CO 2 dan gas lainnya yang sensitif terhadap lingkungan, sehingga dapat ditentukan pilihan kebijakan untuk menurunkan tingkat emisi CO 2 maupun gas lainnya. Silva 2001, menggunakan model analisis Input Output Lingkungan untuk menganalisis emisi gas rumah kaca di Portugal. Penelitian berhasil menunjukkan bahwa tanpa adanya suatu kebijakan tertentu, emisi gas rumah kaca di Portugal pada tahun 2010 akan jauh melebihi target peningkatan emisi sebesar 27 dibandingkan tingkat emisi tahun 1990 yang disepakati dalam Kyoto Protokol. Lebih lanjut, dikemukakan bahwa model analisis Input Output Lingkungan merupakan suatu alat analisis yang ampuh untuk memperhitungkan emisi gas rumah kaca dikaitkan dengan produk akhir dari berbagai sektor perekonomian suatu wilayah atau negara. Namun kebermanfaatannya sangat tergantung pada ketersediaan dan kualitas data yang bisa digunakan untuk analisis tersebut. Lebih lanjut, model analisis Input output yang akan dibangun dalam penelitian ini juga memiliki keterbatas sama seperti model analisis input output konvensional terutama karena keterbatasan ketersediaan data dan penggunaan asumsi yang juga menyebabkan kertebatasan. Meskipun demikian, penelitian ini berupaya untuk mengungkapkan seberapa besar pengaruh biaya eksternalitas berbagai sektor ekonomi terhadap nilai output dan PDRB serta besaran nilai pengganda output, pendapatan, tenaga kerja dan nilai indeks keterkaitan antar sektor ekonomi dalam perekonomian regional Sulawesi Selatan.

2.3.3. Pengertian dan Pengukuran Eksternalitas