Sektor Ekonomi Kopi Sektor Pertanian

pertanian campuran C=0,43 dan curah hujan rata-rata 2.000 mmtahun, maka besarnya erosi tanah yang terjadi rata-rata sebesar 32,93 tonha. Mengacu pada hasil analisis tanah di beberapa lokasi pertanian, maka adanya erosi tersebut menyebabkan hilangnya unsur hara Nitrogen, Posfat dan Kalium senilai Rp 14.468ton tanah yang tererosi. Dengan demikian nilai kerugian yang perlu diperhitungkan untuk penggantian unsur hara yang hilang tersebut adalah sebesar Rp 474.598ha, sehingga total biaya ekaternalitas yang perlu diperhitungkan akibat erosi dari sektor ekonomi tanaman bahan makan non padi adalah sebesar Rp 14,395 milyar. Total biaya eksternalitas yang perlu diperhitungkan dari sektor ekonomi tanaman makan non padi adalah sebesar Rp 22,968 milyar Tabel 15. Tabel 15. Biaya eksternalitas sektor ekonomi tanaman bahan makanan non padi No. Jenis Biaya Eksternalitas Areal lahan ha Biaya Rpha Total biaya Rp milyar 1. Emisi CO2 30.330 225.000 6,824 2. Penyusutan KR hayati 8.834 90.000 0,795 3. Pengendalian banjir dan penyedia air 8.834 108.000 0,954 4. Erosi lahan 30.330 474.598 14,395 Total 22,968

5.1.1.3. Sektor Ekonomi Kopi

Di Sulawesi Selatan ditanam dua jenis kopi yaitu kopi arabika dan kopi robusta. Kopi arabika ditanam di daerah pegunungan dengan ketinggian tempat diatas 400 m dpl, sementara kopi robusta ditanam di daerah dataran rendah hingga ketinggian 400 m dpl. Hasil identifikasi di lapangan menunjukkan bahwa kedua jenis kopi ini sebagian besar dikembangkan di kawasan DAS Saddang terutama di Kabupaten Polmas dan Tana Toraja. Dampak negatif terhadap lingkungan terutama berupa erosi lahan, kerusakan tata air dan penyusutan keanekaragaman hayati. Pada tahun 2003, total areal perkebunan kopi tercatat seluas 112.542 ha terdiri dari areal belum menghasilkan TBM seluas 20.092 ha, areal tanaman menghasilkan TM seluas 73.428 ha dan tanaman tuarusak TT seluas 19.022 ha. Berdasarkan data dan informasi yang berhasil dikumpulkan, areal perkebunan kopi tersebut tersebar di berbagai kawasan dengan kemiringan lahan rata-rata berkisar antara 0 sampai 30. Sebaran areal perkebunan kopi berdasarkan kondisi tanaman dan kemiringan lahan serta perkiraan erosi yang terjadi dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Sebaran areal perkebunan kopi dan perkiraan erosi tanah tahun 2003 No. Kemiringan Areal Kebun ha TBM1 TBM1 TT TM Total 1. 0 539,2 3.372,2 7.342,8 11.254,2 2. 5 1.078,5 6.744,3 14.685,6 22.508,4 3. 10 1.348,1 8.430,4 18.357,0 28.135,5 4. 20 1.348,1 8.430,4 18.357,0 28.135,5 5. 30 1.078,5 6.744,3 14.685,6 22.508,4 Total 5.392,4 33.722,6 73.428,0 112.542,0 Erosi Tanah ton 1. 0 2. 5 63.831 266.113 289.727 619.671 3. 10 196.964 821.149 894.016 1.912.129 4. 20 439.304 1.831.470 2.184.308 4.455.081 5. 30 554.533 2.311.865 2.517.016 5.383.415 Total 1.254.632 5.230.596 5.885.067 12.370.295 Pata Tabel 16 tersebut tampak bahwa erosi tanah yang terjadi di perkebunan kopi tahun 2003 mencapai 12.370.295 ton tanah. Dengan menggunakan hasil analisis tanah dari beberapa lokasi yang menunjukkan bahwa rata-rata tiap ton tanah yang tererosi tersebut mengandung unsur hara Nitrogen, Posfor dan Kalium senilai Rp 14.468, sehingga total biaya eksternalitas yang perlu diperhitungkan untuk mengganti kehilangan unsur hara tersebut adalah sebesar Rp 178,973 milyar. Sementara itu, kegiatan pengembangan perkebunan kopi selama tiga tahun terakhir rata-rata 5.392,4 hatahun. Dengan asumsi bahwa 75 areal pengembangannya mengkonversi hutan atau semak belukar maka biaya eksternalitas akibat emisi gas CO2 diperkirakan mencapai Rp 181,99 juta. Sementara kerusakan tata air dan penyusutan keanekaragaman hayati masing-masing sebesar Rp 436,78 juta dan Rp 363,99 juta. Dengan demikian total biaya ekaternalitas yang perlu diperhitungkan dari sektor ekonomi kopi adalah sebesar Rp 179,955 milyar

5.1.1.4. Sektor Ekonomi Kakao