7.2. Dampak Serangan Hama PBK
Pada saat penelitian ini dilakukan, hama PBK sudah menyerang hampir seluruh perkebunan kakao di Sulawesi Selatan dan sudah sangat merugikan petani
kakao serta perekonomian Regional Sulawesi Selatan. Menurut Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan dalam Mustafa 2005, serangan hama PBK telah
menimbulkan kerugian yang sangat besar dan diperkirakan mencapai Rp 810 milyar per tahun. Nilai kerugian tersebut lebih dari 36,3 nilai PDRB kakao Sulawesi
Selatan tahun 2003. Apabila serangan hama PBK tidak bisa dikendalikan maka produksi perkebunan kakao petani akan terus menurun dan perkebunan kakao akan
ditelantarkan oleh petani yang pada gilirannya berbagai hama penyakit tanaman kakao lainnya akan menyerang dan mempercepat kerusakan perkebunan kakao
petani.
7.2.1. Dampak Serangan Hama PBK Terhadap Pendapatan Petani
Hasil survei menunjukkan bahwa produktivitas perkebunan kakao petani di Kabupaten Mamuju dan Polman sebelum terserang hama PBK rata-rata 1.269
kghatahun dengan kisaran antara 500 sampai 2.500 kghatahun. Setelah terserang hama PBK, produktivitas perkebunan kakao petani mengalami penurunan rata-rata
50,11 dengan kisaran antara 10 sampai 90 dari produktivitas kebun sebelum terserang hama PBK.
Penurunan produktivitas perkebunan kakao petani tersebut berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani karena perkebunan kakao merupakan sumber utama
pendapatan petani. Pada tahun 2005, tingkat pendapatan petani kakao rata-rata Rp 8,27 jutaKKtahun, dimana 70,35 bersumber dari kebun kakao dan selebihnya
bersumber dari luar usahatani sebesar 14,43, usahatani padi sebesar 6,67, ternak sebesar 4,38 dan usaha perkebunan lainnya sebesar 4,17.
Tingkat pendapatan petani tersebut relatif rendah karena sekitar 50 produksi kakao hilang akibat serangan hama PBK. Serangan hama PBK
menyebabkan produksi kebun kakao petani hilang rata-rata sebesar 613,26 kg atau senilai Rp 7,51 jutaKKtahun. Seandainya kehilangan produksi tersebut dapat
diselamatkan dan pendapatan dari sumber pendapatan lainnya tetap, maka pendapatan petani rata-rata mencapai Rp 15,78 jutaKKtahun.
7.2.2. Dampak Serangan Hama PBK Terhadap Perekonomian Regional
Serangan hama PBK teridentifikasi mulai menyerang perkebunan kakao Sulawesi Selatan pada tahun 1995. Serangan hama PBK tersebut menyebar dengan
cepat, sehingga dalam waktu singkat hampir seluruh perkebunan kakao Sulawesi Selatan terserang hama PBK dan produktivitas perkebunan kakao petani terus
menurun. Penurunan produktivitas perkebunan kakao akibat serangan hama PBK akhir-akhir ini semakin tajam. Pada periode 2003-2005 produktivitas rata-rata
perkebunan kakao Sulawesi Selatan mengalami penurunan sebesar 29,61 Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan 2004a dan 2006.
Berdasarkan hasil wawancara dengan petani kakao dan data statistik dari Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan dapat disusun suatu skenario dampak
serangan hama PBK terhadap pangsa kakao dalam menghasilkan output maupun PDRB. Pada kondisi serangan hama PBK kurang terkendali, produksi kakao
Sulawesi Selatan diskenariokan turun 25, sedangkan untuk serangan hama PBK tidak terkendali diskenariokan produksi kakao turun 50 dan 75. Berdasarkan
skenario tersebut dengan menggunakan Tabel Input Output yang telah dikoreksi dengan biaya eksternalitas diperoleh hasil simulasi sebagai berikut.
1. Pada kondisi serangan hama PBK yang kurang terkendali akan terjadi penurunan
produksi dan nilai output kakao sebesar 25 dari Rp 2,303 triliun menjadi Rp 1,727 triliun. Penurunan output tersebut berdampak langsung pada penurunan
nilai Produk Domestik Regional Bruto PDRB sektor ekonomi kakao dari Rp 1,952 triliun menjadi Rp 1,377 triliun atau turun 29,44. Penurunan output dan
PDRB sektor ekonomi kakao tersebut menyebabkan terjadinya penurunan output total perekonomian regional Sulawesi Selatan sebesar 0,85 dan PDRB turun
sebesar 1,37. Peringkat kakao dalam menghasilkan output tidak mengalami perubahan pada posisi 12, sedangkan peringkat kakao dalam menghasilkan
PDRB turun dari posisi 10 ke posisi 12.
2. Apabila serangan hama PBK lebih ganas lagi dan tidak bisa dikendalikan, maka penurunan produksi kakao akan lebih tajam lagi yaitu antara 50 sampai dengan
75. Pada kondisi penurunan produksi 50, menyebabkan nilai ouput kakao turun dari Rp 2,303 triliun menjadi Rp 1,1515 triliun dan PDRB kakao turun dari
Rp 1,952 triliun menjadi Rp 802,79 milyar atau turun 58,88. Penurunan produksi perkebunan kakao sebesar 50 tersebut menyebabkan nilai output
perekonomian regional Sulawesi Selatan turun sebesar 1,69 dan PDRB turun sebesar 2,74. Peringkat kakao dalam menghasilkan output turun dari posisi 12
ke posisi 15 dan peringkat kakao dalam menghasilkan PDRB turun dari posisi 10 ke posisi 15.
3. Lebih lanjut jika serangan hama PBK berdampak pada penurunan produksi
hingga 75, maka nilai ouput kakao turun dari Rp 2,303 triliun menjadi Rp 575,65 milyar. Penurunan nilai output tersebut akan berdampak langsung pada
penurunan PDRB dari Rp 1,952 triliun menjadi Rp 228,1 milyar atau turun 88,31. Penurunan produksi perkebunan kakao sebesar 75 tersebut
menyebabkan nilai output perekonomian regional Sulawesi Selatan turun sebesar 2,54 dan PDRB turun sebesar 4,11. Peran kakao dalam perekonomian
regional Sulawesi Selatan akan merosot tajam dari peringkat 12 penghasil output menjadi peringkat 20 dari 25 sektor ekonomi yang dianalisis. Demikian juga
perannya dalam menghasilkan PDRB, peringkat sektor ekonomi kakao turun dari posisi 10 ke posisi 22 dari 25 sektor ekonomi yang dianalisis dan peran kakao
terhadap PDRB Sulawesi Selatan tinggal hanya sebesar 0,54. Hasil simulasi tersebut di atas menunjukkan bahwa serangan hama PBK yang
sangat berat dan menimbulkan penurunan produksi kakao hingga 75 akan menyebabkan sektor ekonomi kakao kehilangan perannya dalam menghasilkan
PDRB Sulawesi Selatan. Sektor ekonomi kakao hanya memberikan sumbangan sebesar 0,54 PDRB dan berada pada posisi 22 dari 25 sektor ekonomi yang
dianalisis.
7.2.3. Dampak Serangan Hama PBK Terhadap Biaya Eksternalitas