Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tindakan Petani

Tingkat pendapatan selain berpengaruh terhadap perubahan pengetahuan, juga berpengaruh positif bagi pembentukan sikap petani. Sementara itu, kesesuaian teknologi merupakan salah satu karakteristik teknologi yang berpengaruh nyata terhadap pembentukan sikap petani. Hal ini memberikan petunjuk agar sosialisasi teknologi pengendalian hama PBK kepada petani perlu diikuti dengan pengembangan demplot untuk menunjukkan bukti bahwa teknologi yang disosialisasikan sesuai dengan kondisi sosial ekonomi dan ekologi setempat. Lebih lanjut, yang juga perlu mendapat perhatian adalah anggota keluarga petani karena jumlah anggota keluarga berpengaruh nyata negatif bagi pembentukan sikap sikap petani. Hal ini tampaknya berhubungan erat dengan cara pengambilan keputusan dimana makin besar jumlah anggota keluarga, makin banyak yang terlibat dalam penentuan sikap. Oleh karena itu sosialisasi teknologi tidak hanya terbatas pada petani, tetapi juga perlu melibatkan anggota keluarga petani.

8.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tindakan Petani

Tindakan petani dalam mengadopsi teknologi pengendalian hama PBK ditunjukkan oleh tingkat penerimaan petani atau tingkat penerapan teknologi PsPSP di kebun kakao petani. Hasil analisis menunjukkan bahwa penerapan teknologi pengendalian hama PBK dipengaruhi oleh empat faktor yaitu: sikap petani, keberadaan penyuluhpembina, umur tanaman kakao dan tingkat pendapatan. Keempat faktor tersebut secara bersama-sama berpengaruh nyata pada selang kepercayaan di atas 95,4 dengan nilai R²= 72,8. Hal ini berarti bahwa 72,8 keragaan tindakan petani mengadopsi teknologi pengendalian hama PBK dapat dijelaskan dengan baik oleh keempat variabel tersebut Tabel 31. Tabel 31. Faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan petani mengadopsi teknologi Variabel Parameter Dugaan T-hitung Taraf Nyata Konstanta -1,205 -3.365 0.001 Sikap petani 0.786 10.800 0.000 Keberadaan pembina 0,344 2,458 0,016 Umur tanaman kakao -0.019 -2.056 0.043 Tingkat pendapatan 0.021 2.032 0.046 R²=72,8 R²adj=72,3 F-hit= 50.09 0.000 Pada Tabel 31 dapat dilihat bahwa sikap petani berpengaruh nyata positif terhadap tindakan petani dalam mengadopsi teknologi pengendalian hama PBK. Hal ini selaras dengan temuan Yusnadi 1992, yang menunjukkan adanya hubungan yang erat antara persepsi seorang petani dengan tingkat adopsi teknologi perkebunan kopi. Petani yang mempunyai persepsi positif terhadap inovasi cenderung lebih cepat mengadopsi teknologi dibanding petani yang mempunyai persepsi negatif. Oleh karena itu, pembentukan sikap sebagai suatu tahap dalam adopsi teknologi perlu mendapat perhatian yang serius bagi para pembina karena sangat menentukan kecepatan petani dalam melakukan tindakan adopsi teknologi. Lebih lanjut, hasil analisis menunjukkan bahwa keberadaan pembina berpengaruh nyata pada tahap penerapan teknologi pengendalian hama PBK dan pengaruhnya belum nyata pada tahap perubahan pengetahuan maupun tahap pembentukan sikap. Hal ini bukan berarti bahwa kehadiran pembina pada dua tahap awal tidak penting, tetapi justru sebaliknya, kehadiran pembina sangat diperlukan untuk menciptakan program pembinaan petani yang sesuai dengan kebutuhan seperti SL-PHT pada tahap perubahan pengetahuan dan mengembangkan demplot untuk menunjukkan kesesuaian teknologi pada tahap pembentukan sikap. Kedua variabel tersebut yaitu SL-PHT dan demontrasi kesesuaian teknologi merupakan sarana yang dapat digunakan oleh pembina untuk menunjukkan keberadaan dan perannya dalam mempercepat proses adopsi teknologi. Dalam penyusunan program pengendalian hama PBK secara terpadu dan menyeluruh perlu keterlibatan semua pihak khususnya pengambil kebijakan, peneliti dan pelaku agribisnis perkebunan kakao di Sulawesi Selatan. Para petani kakao, pembina di lapangan dan peneliti dituntut untuk menyempurnakan program pengendalian hama PBK sesuai dengan kondisi kebun dan sosial ekonomi petani. Kondisi kebun yang sebagian sudah tua dan tidak ubahnya seperti hutan kakao perlu direhabilitasi melalui sambung samping maupun peremajaan kebun. Upaya peremajaan maupun rehabilitasi kebun kakao petani akan berdampak positip bagi penerapan teknologi pengendalian hama PBK, karena secara tidak langsung akan mengurangi areal tanaman tua yang berpengaruh negatif bagi penerapan teknologi pengendalian hama PBK. Lebih lanjut, tampak bahwa pendapatan petani berpengaruh nyata positif terhadap penerapan teknologi pengendalian hama PBK. Hal ini dapat berarti bahwa keterbatasan pendapatan petani akan menjadi kendala bagi penerapan teknologi pengendalian hama PBK secara terpadu dan menyeluruh. Mengingat kondisi petani saat penelitian ini dilakukan umumnya berpenghasilan rendah, maka perlu upaya untuk mengatasinya dengan penyediaan insentif berupa kredit berbunga rendah dan mudah untuk diakses petani dan hal ini selaras dengan program revitalisasi perkebunan yang telah dicanangkan pemerintah pusat. Penyediaan kredit untuk membantu petani berpenghasilan rendah tersebut sangat penting dalam upaya untuk mencapai kebersamaan petani dalam melaksanakan program pengendalian hama PBK secara terpadu dan menyeluruh. Tanpa bantuan kredit, petani berpenghasilan rendah tidak akan mampu untuk membeli pupuk dan merawat kebunnya sesuai dengan anjuran. Hal ini sejalan dengan temuan Raharjo 1984, yang menunjukkan bahwa petani yang responsif terhadap modernisasi hanya sekitar 33 dan umumnya mereka yang tergolong dalam kelompok petani menengah dan kaya. Berdasarkan hasil dari serangkaian analisis tersebut, dapat disarikankan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap adopsi teknologi pengendalian hama PBK adalah: SL-PHT, keberadaan pembina, tingkat pendapatan petani, respon masyarakat terhadap perubahan, kesesuaian teknologi, jumlah anggota keluarga dan umur tanaman kakao kebun petani. Hampir seluruh faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi pengendalian hama PBK tersebut berada diluar jangkauan petani atau kemampuan petani untuk mengelolanya. Di samping itu, efektivitas dan efisiensi pengendalian hama PBK menuntut adanya kerjasama dan kesatuan gerak langkah dari para pelaku bisnis kakao. Oleh karena itu sangat dibutuhkan peran dan dukungan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk melaksanakan gerakan pengendalian hama PBK secara terpadu dan menyeluruh. Berbagai peran dan dukungan kebijakan yang diperlukan petani kakao akan dibahas lebih lanjut pada bab berikut ini.

IX. STRATEGI PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KAKAO BERKELANJUTAN

Untuk melengkapi hasil penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, berikut ini akan disajikan pendapat para pakar perkebunan kakao yang dikombinasikan dengan sintesa hasil penelitian ini dalam rangka memberikan arahan alternatif strategi pembangunan perkebunan kakao berkelanjutan. Pembahasan diawali dengan identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan agribisnis perkebunan kakao, kondisi agribisnis perkebunan kakao saat ini dan kondisi yang diharapkan dapat dicapai di masa yang akan datang, serta beberapa arahan strategi pembangunan perkebunan kakao berkelanjutan di Sulawesi Selatan.

9.1. Identifikasi Faktor-faktor yang Berpengaruh

Berdasarkan studi literatur, temuan di lapangan yang diperkuat dengan hasil wawancara dengan para petani, diskusi dengan pembina dan tokoh masyarakat serta diskusi dengan para pakar perkebunan kakao telah teridentifikasi 17 faktor penting yang dapat mempengaruhi keberlanjutan perkebunan kakao di Sulawesi Selatan. Ke-17 faktor yang berpengaruh tersebut terdiri dari 5 faktor yang berpengaruh nyata terhadap adopsi teknologi pengendalian hama PBK yaitu: SL-PHT, keberadaan pembina, tingkat pendapatan petani, kesesuaian teknologi, dan jumlah anggota keluarga serta 12 faktor lain yang berpengaruh terhadap keberlanjutan perkebunan kakao. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1. Luas kebun kakao petani, yaitu luasan areal perkebunan kakao yang dimiliki individu petani yang dipergunakan dalam menjalankan kegiatan agribisnis kakao. 2. Keterampilan petani, yaitu kemampuan petani secara internal untuk dapat melakukan pengelolaan kebun kakao mulai dari penanaman hingga pasca panen, sehingga dapat menghasilkan biji kakao dengan kualitas sesuai permintaan pasar. 3. Ketersediaan teknologi, yaitu tersedianya teknologi mutakhir budidaya perkebunan kakao dan teknologi untuk mengendalikan serangan hama PBK yang efektif dan efisien secara lokal.