Sejarah Konsepsi Pembangunan Berkelanjutan

Perubahan besar tersebut menimbulkan peningkatan pembuangan limbah beracun ke lingkungan. Pada awalnya pencemaran masih bersifat lokal, tetapi kini pencemaran sudah mengglobal, sehingga menimbulkan gangguan pada keseimbangan lingkungan hidup. Masalah lingkungan berkembang sedemikian cepat, baik di tingkat nasional maupun internasional, sehingga tidak ada satupun negara yang dapat menghindarinya. Dengan memperhatikan berbagai bukti impiris tersebut munculah kesadaran masyarakat dunia untuk merubah paradigma pembangunan yang selama ini hanya mengutamakan aspek ekonomi dan melupakan dampak buruknya terhadap sumberdaya alam dan lingkungan, kearah pembangunan yang bersahabat dengan lingkungan. Kesadaran tersebut datangnya agak terlambat dan sebagian negara maju masih enggan untuk melakukan perubahan. Hal ini dapat dilihat bagaimana alotnya proses ratifikasi Protokol Kyoto sebagai komitmen tertulis dalam upaya menghambat perubahan iklim. Untuk lebih memahami bagaimana perkembangan paradigma pembangunan berkelanjutan, berikut ini akan diuraikan secara singkat sejarah perkembangan konsepsi pembangunan berkelanjutan dan konsepsi pembangunan berkelanjutan.

2.2.1. Sejarah Konsepsi Pembangunan Berkelanjutan

Kesadaran dan desakan akan pentingnya memperhatikan lingkungan dalam pembangunan ekonomi mulai mendapat perhatian serius sejak terbitnya buku Rachel Carson yang berjudul The Silent Spring tahun 1962. Sejak itu muncullah gerakan lingkungan hidup hingga terselenggaranya Konperensi PBB tentang lingkungan hidup pada bulan Juni 1972 di Stokholm. Selanjutnya upaya untuk menyelamatkan lingkungan hidup dipertegas lagi dengan terbitnya suatu laporan yang disiapkan oleh World Commission on Environment and Development Komisi Dunia tentang Lingkungan dan Pembangunan pada tahun 1987. Inti konsep komisi tersebut adalah pembangunan berkelanjutan yaitu: pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk mencukupi kebutuhan mereka Soemarwoto 2001. Hasil Konperensi PBB di Stockholm dan Laporan Komisi Dunia tersebut selanjutnya dijadikan sebagai landasan bagi terlaksananya Konperensi Tingkat Tinggi KTT Bumi di Rio de Janeiro, Brazil pada tahun 1992. Konperensi tersebut merupakan tonggak sejarah kebangkitan dunia tentang kepedulian terhadap lingkungan. KTT Bumi yang dihadiri oleh 179 kepala negara dan kepala pemerintahan negara-negara di dunia tersebut telah menghasilkan lima dokumen penting yaitu: Deklarasi Rio tentang Lingkungan dan Pembangunan, Pernyataan tentang Prinsip Kehutanan, Konvensi tentang Perubahan Iklim, Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati, dan Agenda 21 Global Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup 1997. Pemimpin masyarakat dunia telah sepakat untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan dengan meletakkan aspek lingkungan sebagai parameter yang harus diperhitungkan dalam setiap gerak pembangunan, di samping aspek lainnya seperti ekonomi, politik, sosial dan budaya. Perubahan paradigma pembangunan global tersebut sekaligus merubah arah semua elemen dan perangkat pembangunan kearah yang lebih bersahabat dengan lingkungan. Hasil KTT Bumi tersebut selanjutnya dijadikan sebagai dasar bagi seluruh bangsa-bangsa di dunia untuk melakukan kegiatan pembangunan berkelanjutan. Namun upaya untuk segera melakukan perubahan masih harus melewati jalan yang panjang. Konvensi perubahan iklim baru mempunyai kekuatan hukum setelah diratifikasi oleh 50 negara pada tanggal 21 Maret 1994 dan untuk penerapannyapun masih harus melewati perundingan yang sangat alot. Pada bulan Desember 1997, berhasil dirumuskan sebuah kesepakatan upaya untuk menghambat perubahan iklim. Kesepakatan tersebut dikenal dengan Protokol Kyoto. Namun kesepakatan inipun baru mempunyai kekuatan hukum setelah di ratifikasi oleh 55 negara dengan jumlah emisi 55 dari total emisi negara Annex I pada tahun 1990. Setelah melalui perundingan dan negosiasi akhirnya Protokol Kyoto berkekuatan hukum sejak 16 Februari 2005. Sementara itu, dokumen lainnya yang cukup penting untuk memberikan arahan agar setiap negara melaksanakan pembangunan berkelanjutan adalah Agenda 21 Global. Dokumen setebal 700 halaman tersebut berisikan program aksi pembangunan berkelanjutan yang dapat digunakan oleh pemerintah, organisasi internasional, kalangan industri maupun masyarakat lainnya untuk mendukung upaya pengintegrasian lingkungan ke dalam seluruh aspek kegiatan sosial ekonomi. Tujuan dari setiap kegiatan yang tercantum dalam Agenda 21, pada dasarnya adalah untuk mengentaskan kemiskinan, kelaparan, penyakit dan buta huruf di seluruh dunia, di samping untuk menghentikan kerusakan ekosistem yang penting bagi kehidupan manusia Djajadiningrat 2001. Pemerintah Indonesia menindaklanjuti hasil KTT Bumi dengan meratifikasi konvensi perubahan iklim dan konvensi keanekaragaman hayati pada tahun 1994 dan meratifikasi Protokol Kyoto pada tahun 2004, serta menerbitkan Agenda 21 Indonesia pada tahun 1997. Agenda 21 Indonesia terdiri dari 18 bab yang isinya merupakan suatu pedoman program pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di abad ke 21. Dokumen Agenda 21 Indonesia tersebut merupakan terjemahan, interpretasi dan penyesuaian kondisi dan perkembangan Indonesia dengan Agenda 21 Global.

2.2.2. Konsepsi Pembangunan Berkelanjutan