Formulasi biskuit B0 sudah sesuai dengan standar minimal kalori menurut SNI 01-2973-1992 sebesar 400 kkal100g.
Tabel 17. Informasi nilai gizi biskuit formulasi B0 dan B1 dalam takaran saji 100 gram.
Formulasi B0 Takaran saji dalam 100 gram
Gizi AKG Formulasi B1
Takaran saji dalam 100 gram Gizi AKG
Protein 7,71 g 11,86 Karbohidrat 72,59 g 24,20
Lemak 15,36 g 51,20 Kalsium 11,67 mg100g 1,45
Energi 604,98 kkal100g Protein 8,38 g 12,89
Karbohidrat 70,89 g 24,05 Lemak 15,73 g 52,43
Kalsium 17,01 mg100g 2,10
Energi 619,92 kkal100g
Angka Kecukupan Gizi pada diet manusia 2000 kkal Widya Karya Pangan dan Gizi, 2004.
Formulasi biskuit B1, yaitu biskuit dengan substitusi tepung ikan pepetek sebesar 5 dan tepung ubi jalar putih sebesar 20 , pada takaran saji yang sama
dapat memenuhi kebutuhan gizi protein, karbohidrat, lemak dan kalsium berturut- turut 12,89 , 24,05 , 52,43 dan 2,10 dan menyumbang energi sebesar
619,92 kkal100g. Formulasi biskuit B1 sudah dapat memenuhi standar minimal kalori menurut SNI 01-2973-1992 sebesar 400 kkal100g.
Pada analisis ekonomi secara kasar formulasi biskuit B1 dalam 100 g tepung diperoleh total biaya produksi sebesar Rp. 1.173,54. Hasil akhir setelah
menjadi biskuit didapatkan berat bersih sebesar 140 g dan dikemas tiap 20 g, sehingga diperoleh tujuh bungkus biskuit. Harga per bungkus diasumsikan
Rp. 350,00 maka total pendapatan yang diperoleh sebesar 2.450,00. Analisis kelayakan usaha berdasarkan Metode Analisis menurut Hernan 1989, diperoleh
bahwa formulasi biskuit ini layak untuk diusahakan. Data selengkapnya disajikan pada lampiran 33.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kombinasi tepung ikan pepetek dan tepung ubi jalar putih dapat digunakan sebagai substitusi parsial tepung terigu dalam pembuatan biskuit. Formulasi
biskuit dengan penambahan tepung ikan pepetek 5 dan tepung ubi jalar putih 20 terhadap tepung terigu 75 B1, menghasilkan produk biskuit terbaik dari
hasil uji organoleptik. Uji organoleptik biskuit menunjukkan formulasi biskuit B1 lebih baik dari formulasi biscuit lain B2, B3 dan B4 pada semua parameter,
antara lain penampakan, warna, tekstur, aroma dan rasa. Tetapi untuk parameter penampakan, warna dan rasa, nilai rata-rata B1 lebih kecil dari B0. Walaupun
nilai rata-rata rasa lebih kecil tetapi pada uji lanjut Multiple Comparison, antara B1 dan B0 tidak berbeda nyata. Hal ini berarti, rasa formulasi biskuit B1 dan B0
dapat dianggap sama. Hasil analisis kimia formulasi biskuit B1 memiliki kadar air 2,28 ,
kadar abu 2,72 , kadar protein 8,38 , kadar lemak 15,73 dan kadar karbohidrat 70,89 . Kadar air, kadar lemak dan kadar karbohidrat sesuai
dengan SNI 01-2973-1992, tetapi untuk kadar protein dan kadar abu tidak sesuai dengan SNI 01-2973-1992. Kadar kalsium formulasi biskuit B1 300 mg100g
dengan bioavailabilitasnya sebesar 5,64 atau ketersediaan kalsiumnya sebesar 17,01 mg100g. Daya cerna protein in vitro biskuit B1 sebesar 73,02 .
Nilai kekerasannya sebesar 1550 gf dengan pH 8,13. Formulasi biskuit B1 pada takaran saji 100 g dapat memenuhi
kebutuhan gizi protein, karbohidrat, lemak dan kalsium berturut-turut 12,89 , 24,05 , 52,43 dan 2,10 atau energinya 619,60 kkal100g. Formulasi biskuit
B1 sudah dapat memenuhi standar minimal kalori biskuit menurut SNI 01-2973- 1992 sebesar 400 kkal100g. Oleh karena itu, formulasi biskuit dengan
penambahan tepung ikan pepetek dan ubi jalar putih dalam mensubstitusi tepung terigu dapat digunakan sebagai alternatif pangan yang mengandung gizi
yang cukup baik.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan mutu biskuit, hal-hal yang perlu dilakukan :
a. Pada formulasi terbaik B1, kandungan tepung ikan pepetek hanya 5 , sehingga perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan jumlah tepung ikan
pada formulasi terbaik misalnya B4 dengan cara pemberian flavor pada biskuit agar memiliki cita rasa yang lebih enak.
b. Kandungan protein pada formulasi terbaik B1 masih rendah, sehingga perlu dilakukan peningkatan kadar protein produk, misalnya dengan
pembuatan tepung ikan dengan kandungan protein yang lebih tinggi. c. Kadar kalsium biskuit terbaik sangat tinggi tetapi bioavailabilitasnya
penyerapan rendah, sehingga perlu dilakukan kajian untuk meningkatkan bioavailabilitasnya dengan cara mengurangi faktor-faktor penghambat,
seperti kandungan serat ataupun dengan cara penyederhanaan bentuk kalsium pada bahan agar dapat diserap tubuh.
d. Penghilangan atau pengurangan faktor-faktor antinutrisi pada ubi jalar, seperti antitripsin, antikimotripsin dan rafinosa untuk meningkatkan
nilai gizi dan daya cerna protein biskuit.