Klasifikasi dan ciri morfologi ikan pepetek Leiognathus sp.
Gambar 1. Ikan Pepetek Leiognathus sp. Ikan pepetek termasuk ke dalam suku atau famili Leiognathidae dengan
ciri bentuk badan pipih, kecil dan panjangnya jarang melebihi 15 cm. Di kawasan Indo-Pasifik dapat dijumpai sekitar 30 spesies pepetek dan 20 diantaranya berada
di perairan Indonesia. Ikan pepetek umumnya digolongkan ke dalam tiga marga genus, yaitu Leiognathus, Gazza dan Secutor. Ketiga genus ini dapat dibedakan
dari bentuk mulut dan giginya. Gazza memiliki gigi taring sedangkan yang lain hanya gigi kecil dan mulut yang dapat dijulurkan ke depan dengan mengarah ke
atas Secutor atau mengarah ke bawah Leiognathus Nontji, 1987 diacu dalam Allo, 1998.
Bentuk mulut dan gigi yang demikian disesuaikan dengan kebiasaan mencari makan. Leiognathus dengan mulut dan gigi yang dapat dijulurkan
menghadap ke bawah cocok untuk kebiasaannya mencari makan di dasar perairan berupa detritus atau berbagai hewan dan tumbuhan kecil. Sedangkan Gazza sesuai
dengan gigi taringnya untuk makanan berupa zooplankton atau anak-anak ikan Nontji, 1987 diacu dalam Allo, 1998.
Ikan pepetek merupakan ikan yang memiliki sirip lengkap, yaitu memiliki lima jenis sirip, antara lain: sirip punggung dorsal, sirip dada pectoral,
sirip perut ventral, sirip anal dan sirip ekor caudal. Sirip dorsal berbentuk tunggal terdiri dari 7-9 sirip keras dan 14-17 sirip lunak. Pada sirip anal terdapat
tiga sirip keras dan 13-14 sirip lunak. Sedangkan pada sirip caudal berbentuk cagak. Sisik ikan pepetek sangat kecil yang berbentuk cycloid. Mulutnya dapat
dijulurkan ke depan mengarah ke atas atau ke bawah. Gambar morfologi ikan pepetek disajikan pada gambar 2.
Gambar 2. Morfologi ikan pepetek Leiognathus sp.
Selain itu ikan pepetek memiliki ciri utama, yaitu dapat memancarkan cahaya berwarna putih keperakan yang sering disebut bioluminescence.
Bioluminescence dihasilkan dari bakteri yang bersimbiosis dengan ikan pepetek. Cahaya yang dilepaskan pada siang hari ke arah bawah berupa cahaya difuse yang
cenderung mengubah bayangan dirinya menjadi tidak utuh. Akibatnya ikan pemangsa tidak dapat melihat ikan ini sehingga terhindar dari bahaya
Pauly, 1977 diacu dalam Allo, 1998.