Aroma Uji organoleptik biskuit

4,13 4,47 4,60 5,17 5,33 1 2 3 4 5 6 B0 B1 B2 B3 B4 Formulasi biskuit N ila i r a ta -r a ta r a s a Hasil analisis Kruskal Wallis menunjukkan bahwa formulasi biskuit dengan penambahan tepung ikan pepetek dan tepung ubi jalar putih untuk mensubstitusi tepung terigu dalam pembuatan biskuit berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis pada aroma biskuit Lampiran 11. Uji lanjut Multiple Comparison menunjukkan bahwa formulasi biskuit B0 berbeda nyata dengan formulasi biskuit B4 atau formulasi biskuit B0 tidak berbeda nyata dengan formulasi B1, B2 dan B3. Aroma biskuit B0, B1, B2 dan B3 oleh panelis dianggap tidak berbeda nyata, sehingga dapat dianggap sama. Sedangkan pada formulasi biskuit B4 nilainya paling kecil dan berbeda nyata dengan semua formulasi biskuit lain. Hal ini diduga panelis kurang menyukai aroma ikan yang terlalu tajam dominan pada produk biskuit B4.

4.2.2.5. Rasa

Rasa merupakan faktor penting untuk menentukan diterima atau tidaknya suatu produk makanan. Walaupun semua parameter normal tetapi jika tidak diikuti oleh rasa yang enak maka makanan tersebut tidak akan diterima oleh konsumen. Rasa lebih banyak melibatkan indera pengecap Winarno, 1997. Keterangan : B0 = Kontrol, tepung ikan pepetek 0 , tepung ubi jalar putih 0 B1 = Formulasi tepung ikan pepetek 5 , tepung ubi jalar putih 20 B2 = Formulasi tepung ikan pepetek 10 , tepung ubi jalar putih 15 B3 = Formulasi tepung ikan pepetek 15 , tepung ubi jalar putih 10 B4 = Formulasi tepung ikan pepetek 20 , tepung ubi jalar putih 5 Gambar 12. Histogram nilai rata-rata organoleptik rasa biskuit. Hasil analisis organoleptik terhadap parameter rasa dihasilkan nilai rata- ratanya berkisar antara 4,13 sampai dengan 5,33 biasa sampai dengan agak suka. Nilai rata-rata parameter rasa tertinggi dihasilkan oleh formulasi biskuit B0 dengan nilai 5,33 dan nilai rata-rata terkecil dihasilkan oleh formulasi biskuit B4 dengan nilai rata-rata 4,13. Hasil analisis Kruskal Wallis menunjukkan bahwa formulasi biskuit dengan penambahan tepung ikan pepetek dan tepung ubi jalar putih untuk mensubstitusi tepung terigu dalam pembuatan biskuit memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasa biskuit Lampiran 14. Uji lanjut Multiple Comparison menunjukkan bahwa formulasi biskuit B0 berpengaruh nyata dengan formulasi biskuit B2, B3 dan B4. Sedangkan formulasi biskuit B0 tidak berbeda nyata dengan formulasi biakuit B1. Semakin tinggi konsentrasi tepung ikan pepetek yang ditambahkan ke dalam formulasi biskuit, maka nilai rata-ratanya semakin kecil atau dengan kata lain semakin kurang disukai rasanya oleh panelis. Dari segi panelis, dapat diduga bahwa panelis kurang menyukai rasa ikan yang terlalu dominan pada produk biskuit. Selain itu, rasa biskuit juga dipengaruhi oleh adanya reaksi Maillard pada proses pemanggangan biskuit. Reaksi Maillard merupakan reaksi pencoklatan non enzimatis dari gugus amino dari protein dan gula pereduksi sederhana. Dari reaksi Maillard dihasilkan senyawa melanoidin yang menyebabkan timbulnya rasa pahit pada biskuit. Semakin tinggi tepung ikan pepetek yang ditambahkan, maka kandungan asam amino semakin tinggi, sehingga reaksi Maillard yang terjadi akan semakin besar. Pada akhirnya, senyawa melanoidin yang terbentuk semakin banyak dan rasanya akan semakin pahit, sehingga kurang disukai panelis.

4.2.3. Analisis Kekerasan Biskuit

Analisis kekerasan merupakan analisis fisik yang dilakukan terhadap biskuit. Analisis ini dilakukan terhadap semua formulasi biskuit, diantaranya formulasi biskuit B0, B1, B2, B3 dan B4. Pengukuran analisis kekerasan biskuit dilakukan dengan menggunakan alat Rheoner tipe RE-3305 dengan satuan gram force gf. Analisis kekerasan dilakukan untuk mengetahui tingkat kekerasan biskuit yang dihasilkan.