Rasa Uji organoleptik biskuit

Hasil analisis organoleptik terhadap parameter rasa dihasilkan nilai rata- ratanya berkisar antara 4,13 sampai dengan 5,33 biasa sampai dengan agak suka. Nilai rata-rata parameter rasa tertinggi dihasilkan oleh formulasi biskuit B0 dengan nilai 5,33 dan nilai rata-rata terkecil dihasilkan oleh formulasi biskuit B4 dengan nilai rata-rata 4,13. Hasil analisis Kruskal Wallis menunjukkan bahwa formulasi biskuit dengan penambahan tepung ikan pepetek dan tepung ubi jalar putih untuk mensubstitusi tepung terigu dalam pembuatan biskuit memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasa biskuit Lampiran 14. Uji lanjut Multiple Comparison menunjukkan bahwa formulasi biskuit B0 berpengaruh nyata dengan formulasi biskuit B2, B3 dan B4. Sedangkan formulasi biskuit B0 tidak berbeda nyata dengan formulasi biakuit B1. Semakin tinggi konsentrasi tepung ikan pepetek yang ditambahkan ke dalam formulasi biskuit, maka nilai rata-ratanya semakin kecil atau dengan kata lain semakin kurang disukai rasanya oleh panelis. Dari segi panelis, dapat diduga bahwa panelis kurang menyukai rasa ikan yang terlalu dominan pada produk biskuit. Selain itu, rasa biskuit juga dipengaruhi oleh adanya reaksi Maillard pada proses pemanggangan biskuit. Reaksi Maillard merupakan reaksi pencoklatan non enzimatis dari gugus amino dari protein dan gula pereduksi sederhana. Dari reaksi Maillard dihasilkan senyawa melanoidin yang menyebabkan timbulnya rasa pahit pada biskuit. Semakin tinggi tepung ikan pepetek yang ditambahkan, maka kandungan asam amino semakin tinggi, sehingga reaksi Maillard yang terjadi akan semakin besar. Pada akhirnya, senyawa melanoidin yang terbentuk semakin banyak dan rasanya akan semakin pahit, sehingga kurang disukai panelis.

4.2.3. Analisis Kekerasan Biskuit

Analisis kekerasan merupakan analisis fisik yang dilakukan terhadap biskuit. Analisis ini dilakukan terhadap semua formulasi biskuit, diantaranya formulasi biskuit B0, B1, B2, B3 dan B4. Pengukuran analisis kekerasan biskuit dilakukan dengan menggunakan alat Rheoner tipe RE-3305 dengan satuan gram force gf. Analisis kekerasan dilakukan untuk mengetahui tingkat kekerasan biskuit yang dihasilkan. 1487,50 1606,25 1587,50 1550,00 1591,67 50 250 450 650 850 1050 1250 1450 1650 1850 B0 B1 B2 B3 B4 Formulasi biskuit N il a i r a ta- rat a kek er asa n g f Pada analisis kekerasan biskuit, diperoleh nilai kekerasan biskuit berkisar antara 1487,50-1606,25 gf. Nilai rata-rata tertinggi dihasilkan oleh biskuit B3 dengan nilai rata-rata 1606,25 gf dan nilai rata-rata terendah dihasilkan oleh formulasi biskuit B4 dengan nilai 1487,50 gf. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa formulasi biskuit dengan penambahan tepung ikan pepetek dan tepung ubi jalar putih dalam mensubstitusi tepung terigu pada pembuatan biskuit tidak berpengaruh nyata terhadap kekerasan biskuit Lampiran 16. Jadi, kekerasan biskuit untuk semua formulasi biskuit dapat dikatakan sama atau hampir sama. Keterangan : B0 = Kontrol, tepung ikan pepetek 0 , tepung ubi jalar putih 0 B1 = Formulasi tepung ikan pepetek 5 , tepung ubi jalar putih 20 B2 = Formulasi tepung ikan pepetek 10 , tepung ubi jalar putih 15 B3 = Formulasi tepung ikan pepetek 15 , tepung ubi jalar putih 10 B4 = Formulasi tepung ikan pepetek 20 , tepung ubi jalar putih 5 Gambar 13. Histogram nilai rata-rata kekerasan biskuit. Jika dengan adanya penambahan tepung ikan pepetek dan tepung ubi jalar putih tidak berpengaruh nyata terhadap kekerasan biskuit, seperti halnya pada tekstur, maka kekerasan biskuit dipengaruhi oleh bahan-bahan lain yang ikut digunakan dalam pembuatan biskuit. Selain gluten, komponen yang sangat berperan terhadap kekerasan biskuit adalah lemak dan gula. Adanya lemak dan gula akan membentuk tekstur biskuit sehingga akan mempengaruhi kekerasan biskuit. Gula akan melembutkan biskuit, sedangkan dengan penambahan lemak