Analisis Kekerasan Biskuit Penelitian Tahap II

1487,50 1606,25 1587,50 1550,00 1591,67 50 250 450 650 850 1050 1250 1450 1650 1850 B0 B1 B2 B3 B4 Formulasi biskuit N il a i r a ta- rat a kek er asa n g f Pada analisis kekerasan biskuit, diperoleh nilai kekerasan biskuit berkisar antara 1487,50-1606,25 gf. Nilai rata-rata tertinggi dihasilkan oleh biskuit B3 dengan nilai rata-rata 1606,25 gf dan nilai rata-rata terendah dihasilkan oleh formulasi biskuit B4 dengan nilai 1487,50 gf. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa formulasi biskuit dengan penambahan tepung ikan pepetek dan tepung ubi jalar putih dalam mensubstitusi tepung terigu pada pembuatan biskuit tidak berpengaruh nyata terhadap kekerasan biskuit Lampiran 16. Jadi, kekerasan biskuit untuk semua formulasi biskuit dapat dikatakan sama atau hampir sama. Keterangan : B0 = Kontrol, tepung ikan pepetek 0 , tepung ubi jalar putih 0 B1 = Formulasi tepung ikan pepetek 5 , tepung ubi jalar putih 20 B2 = Formulasi tepung ikan pepetek 10 , tepung ubi jalar putih 15 B3 = Formulasi tepung ikan pepetek 15 , tepung ubi jalar putih 10 B4 = Formulasi tepung ikan pepetek 20 , tepung ubi jalar putih 5 Gambar 13. Histogram nilai rata-rata kekerasan biskuit. Jika dengan adanya penambahan tepung ikan pepetek dan tepung ubi jalar putih tidak berpengaruh nyata terhadap kekerasan biskuit, seperti halnya pada tekstur, maka kekerasan biskuit dipengaruhi oleh bahan-bahan lain yang ikut digunakan dalam pembuatan biskuit. Selain gluten, komponen yang sangat berperan terhadap kekerasan biskuit adalah lemak dan gula. Adanya lemak dan gula akan membentuk tekstur biskuit sehingga akan mempengaruhi kekerasan biskuit. Gula akan melembutkan biskuit, sedangkan dengan penambahan lemak 1,19 2,25 2,28 2,46 2,07 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 B0 B1 B2 B3 B4 Formulasi biskuit N il a i r a ta-r ata ka d a r ai r akan didapatkan biskuit yang renyah Manley, 1998. Selain itu, kekerasan biskuit salah satunya dipengaruhi oleh telur yang digunakan dalam pembuatan biskuit karena telur berperan dalam pemberian bentuk dan tekstur serta flavor biskuit yang baik. Telur juga dapat melembutkan tekstur biskuit dengan daya emulsi dari lesitin yang terdapat dalam kuning telur Sultan, 1983.

4.2.4. Analisis Kimia Biskuit

Analisis kimia yang dilakukan pada penelitian ini, yaitu analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat by difference, pH, analisis kalsium, bioavailabilitas kalsium dan daya cerna protein in vitro.

4.2.4.1. Kadar air

Analisis kadar air pada formulasi biskuit memiliki nilai rata-rata berkisar antara 2,28 sampai dengan 2,46 . Nilai rata-rata kadar air tertinggi terdapat pada formulasi biskuit B0 dengan nilai rata-rata 2,46 dan nilai rata-rata kadar air terkecil dihasilkan oleh formulasi biskuit B4 sebesar 1,19 . Kadar air biskuit maksimum sesuai SNI 01-2973-1992 adalah 5 . Dengan demikian, biskuit yang dihasilkan telah memenuhi SNI 01-2973-1992. Keterangan : B0 = Kontrol, tepung ikan pepetek 0 , tepung ubi jalar putih 0 B1 = Formulasi tepung ikan pepetek 5 , tepung ubi jalar putih 20 B2 = Formulasi tepung ikan pepetek 10 , tepung ubi jalar putih 15 B3 = Formulasi tepung ikan pepetek 15 , tepung ubi jalar putih 10 B4 = Formulasi tepung ikan pepetek 20 , tepung ubi jalar putih 5 Gambar 14. Histogram nilai rata-rata kadar air biskuit. Hasil analisis ragam kadar air menunjukkan bahwa formulasi biskuit dengan penambahan tepung ikan pepetek dan tepung ubi jalar putih untuk mensubstitusi tepung terigu dalam pembuatan biskuit memberikan pengaruh nyata Lampiran 17. Hasil uji lanjut BNJ Tukey menunjukkan bahwa formulasi biskuit B0 berbeda nyata dengan formulasi biskuit B4. Sedangkan formulasi biskuit B0 tidak berbeda nyata dengan formulasi biskuit B1, B2 dan B3. Semakin tinggi konsentrasi tepung ikan pepetek yang ditambahkan dalam pembuatan biskuit, semakin rendah kadar air biskuitnya. Hal ini tidak terlepas dari kadar air tepung ikan pepetek yang sangat kecil 4,37 . Kadar air formulasi biskuit B0 paling tinggi karena diduga dipengaruhi juga oleh kadar air tepung terigu yang cukup tinggi 11,18 bila dibandingkan kadar air tepung ikan pepetek dan tepung ubi jalar putih 5,13 , karena pada formulasi biskuit B0 menggunakan tepung terigu 100 . Tepung terigu dalam adonan berfungsi sebagai bahan pengikat. Salah satu fungsi bahan pengikat adalah mengurangi penyusutan selama pemasakan atau pemanggangan Tanikawa, 1971. Jadi, semakin tinggi tepung terigu pada produk, maka kemampuan untuk mengurangi penyusutan selama pemanggangan semakin besar. Hal ini dapat dilihat pada nilai kadar air formulasi biskuit B0 dengan nilai kadar air biskuit yang lain. Sedangkan pada formulasi biskuit B1, B2, B3 dan B4, dimana memiliki kandungan tepung terigu yang sama, nilai kadar airnya juga semakin menurun. Hal ini tidak terlepas dari kandungan tepung ubi jalar putih yang semakin kecil karena tepung ubi jalar putih dapat berfungsi sebagai bahan pengikat yang dapat mengurangi penyusutan bahan selama pemanggangan. Jika semakin kecil jumlah tepung ubi jalar putih yang ditambahkan, maka semakin kecil kemampuan untuk mengurangi penyusutan pada saat pemanggangan sehingga kadar airnya semakin menurun.

4.2.4.2. Kadar abu

Abu merupakan ukuran dari komponen anorganik yang ada dalam suatu bahan pangan. Mineral merupakan zat gizi esensial yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah kecil Winarno, 1997. Secara umum mineral dikelompokkan menjadi dua, yaitu mineral makro dan mineral mikro trace element.