rendeman. Sebelum mempelajari karakteristik tepung ikan pepetek terlebih dahulu dilakukan persiapan bahan berupa pembuatan tepung ikan pepetek.
Pada proses pembuatan tepung ikan pepetek, dimulai dengan pembuangan jeroan dan pencucian dengan air mengalir. Hampir semua bagian tubuh
ikan pepetek digunakan dalam proses pembuatan tepung ikan, seperti bagian daging, tulang, kulit, sirip dan kepala. Hal ini dilakukan karena ikan pepetek
memiliki ukuran yang kecil dan banyak durinya sehingga sulit untuk memisahkan bagian daging dari tulangnya. Selain itu, agar diperoleh rendemen tepung ikan
yang lebih besar sehingga lebih bernilai ekonomis. Tulang ikan pepetek juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber kalsium pada tepung ikan.
Tubuh ikan dipotong kecil-kecil dengan ukuran sekitar 2 x 2 cm. Hal ini dilakukan untuk mempercepat proses pengeringan. Pengeringan dilakukan dengan
menggunakan oven pada suhu 50–55
o
C selama 8 jam Juwono, 1989. Pengeringan merupakan suatu metode untuk mengurangi jumlah kandungan air di
dalam suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi panas Marliyati et al., 1992.
Sebelum dioven, ikan dikukus dengan air mendidih selama 10 menit. Hal ini dimaksudkan untuk menginaktifkan enzim dan mikroba pada ikan sehingga
dapat mencegah pembusukan pada waktu pengeringan Marliyati et al., 1992. Selain itu, juga bertujuan untuk memperlunak tekstur daging dan tulang ikan
untuk memudahkan dalam proses penggilingan. Setelah ikan dikukus, dilakukan pengepresan bahan dengan tujuan untuk
mengurangi kadar air pada ikan sehingga mempercepat proses pengeringan ikan. Jika proses pengepresan ini dihilangkan maka ikan akan sulit kering dan ikan
dapat mengalami proses pembusukan sebelum terjadi pengeringan karena kandungan air yang cukup tinggi.
Ikan yang sudah kering dihaluskan dengan Hammer Mill dan disaring dengan ukuran 60 mesh. Tepung dengan ukuran 60 mesh merupakan tepung yang
cukup halus untuk digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan biskuit. Diagram alir proses pembuatan tepung ikan pepetek dapat dilihat pada Gambar 4.
3.2.1.3. Karakteristik tepung ubi jalar putih
Karakteristik tepung ubi jalar putih Ipomoea batatas L. yang dianalisis adalah karakteristik fisiko-kimia yang meliputi analisis
proksimat, analisis kalsium, derajat putih dan rendemen. Sebelum mempelajari karakteristik
tepung ubi jalar putih terlebih dahulu dilakukan persiapan bahan berupa pembuatan tepung ubi jalar putih.
Proses pembuatan tepung ubi jalar putih melibatkan beberapa tahap penting, yaitu tahap pengeringan dan tahap penggilingan. Proses pembuatan
tepung ubi jalar putih antara lain: pemilihan ubi jalar yang bagus dan segar, kemudian dibersihkan dengan air bersih. Ubi jalar yang telah bersih dikupas
kulitnya dan dipotong tipis-tipis dengan tebal sekitar 3-5 mm. Proses pemotongan ini dilakukan untuk mempercepat waktu pengeringan dan mencegah timbulnya
case hardenning pada ubi jalar. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan
oven pada suhu 50–55
o
C selama 8 jam. Penggunaan oven dilakukan agar kondisi suhu pengeringan dapat lebih dikontrol dan pada umumnya proses
pengeringannya dapat dilakukan lebih cepat dari pengeringan dengan menggunakan sinar matahari Koswara et al., 2003.
Pengeringan dilakukan sampai kadar air tertentu sehingga enzim atau mikroba penyebab kerusakan bahan pangan menjadi tidak aktif atau mati. Selain
itu, pengeringan juga bertujuan agar volume bahan pangan menjadi lebih kecil sehinga mempermudah pengangkutan, penghematan biaya pengangkutan dan
menghemat ruang
pengangkutan, pengepakan
maupun penyimpanan
Marliyati et al., 1992. Proses penggilingan dilakukan untuk memperhalus ukuran ubi jalar putih
untuk mendapatkan tepung. Proses penggilingan ini dilakukan dengan menggunakan Hammer Mill dengan ukuran saringan 60 mesh. Diagram alir proses
pembuatan tepung ubi jalar putih dapat dilihat pada Gambar 5.
3.2.2. Penelitian Tahap II
Setelah penelitian tahap I selesai dilakukan, dilanjutkan dengan penelitian tahap II. Penelitian tahap II terdiri dari formulasi dan pembuatan biskuit,
uji organoleptik biskuit untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis serta
analisis fisiko-kimia biskuit yang meliputi analisis proksimat, pH, kalsium, bioavailabilitas kalsium, daya cerna protein in vitro dan kekerasan.
3.2.2.1. Formulasi dan pembuatan biskuit
Dalam penelitian
ini dilakukan
penentuan tingkat
substitusi tepung ikan pepetek dan tepung ubi jalar putih untuk mensubstitusi tepung terigu
dalam pembuatan biskuit. Perlakuan diberikan dengan formulasi kombinasi tepung ikan pepetek dengan tepung ubi jalar putih terhadap kandungan
tepung terigu tetap yaitu 75 , kecuali pada kontrol B0 yang menggunakan kandungan tepung terigu 100 modifikasi Artama, 2003. Perlakuan yang
diberikan adalah penambahan tepung ikan pepetek sebesar 0 B0, 5 B1, 10 B2, 15 B3 dan 20 B4 modifikasi Wahyuni, 2005. Sedangkan
penambahan tepung ubi jalar putih adalah kebalikan dari tepung ikan pepetek, yaitu 0 B0, 20 B1, 15 B2, 10 B3 dan 5 B4 modifikasi
Sunandar, 2004. Untuk lebih jelasnya, formulasi pembuatan biskuit dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Formulasi biskuit dari tepung ikan pepetek, tepung ubi jalar dan tepung terigu.
Tepung pensubstitusi Formulasi Tepung
terigu Tepung ikan pepetek
Tepung ubi jalar putih B0 100
B1 75 5
20 B2 75
10 15
B3 75 15
10 B4 75
20 5
Untuk pembuatan biskuit dalam penelitian ini ditetapkan urutan proses pembuatan biskuit sebagai berikut: tepung ikan pepetek, tepung ubi jalar putih,
tepung terigu dan bahan-bahan lain ditimbang sesuai formulasi yang telah ditentukan. Margarin, gula halus dan telur dicampur dan dikocok sampai
mengembang sekitar 15 menit. Setelah mengembang dan bercampur merata, ditambahkan bahan-bahan lain satu per satu, yaitu susu full cream, garam, baking