Tekstur Uji organoleptik biskuit

diduga tekstur biskuit dipengaruhi oleh bahan-bahan lain yang ikut digunakan dalam pembuatan biskuit. Penambahan lemak dalam bahan pangan selain untuk menambah kalori juga untuk memperbaiki tekstur dan cita rasa bahan pangan tersebut Winarno, 1997. Pada adonan, lemak memberi shortening effect, elastis dan melunakkan tekstur, sehingga setelah proses pemanggangan tekstur biskuit tidak terlalu keras dan mudah lumat di dalam mulut. Sedangkan pada krim dan pelapis, lemak memberikan rasa flavor yang unik serta memberikan lapisan mengkilap pada permukaan biskuit Manley, 1983. Selain itu, jumlah gula yang ditambahkan sangat mempengaruhi tekstur biskuit yang dihasilkan karena dapat memperlembut tekstur biskuit Matz dan Matz, 1978. Sedangkan berdasarkan Sultan 1983, telur berperan dalam pemberian bentuk, tekstur dan flavor. Secara umum, tepung ikan pepetek dan tepung ubi jalar putih dapat mensubstitusi tepung terigu dalam pembuatan biskuit hanya sampai batas tertentu atau hanya dalam jumlah yang kecil. Hal ini dapat terjadi karena pada tepung ikan pepetek dan tepung ubi jalar putih tidak mengandung gluten yang merupakan komponen sangat penting dalam proses adonan yang akan mempengaruhi tekstur biskuit Manley, 1998. Tidak adanya gluten pada tepung pensubstitusi menyebabkan substitusi yang dilakukan dapat menurunkan kadar dan mutu gluten dari tepung yang disubstitusi, karena gluten merupakan suatu massa yang sebagian besar terdiri dari protein, lengket seperti karet dan dapat diperoleh dari tepung gandum, dengan cara membuat adonan dan mencucinya dengan air mengalir Winarno, 1993. Gluten sendiri berasal dari gliadin dan glutenin yang terbentuk karena adanya air. Selama ini gluten hanya ditemukan pada gandum dan sejenisnya Marliyati et al., 1992. Pada tepung ikan pepetek terdapat kandungan protein yang sangat besar, tetapi dari kandungan tersebut tidak terdapat gluten seperti halnya pada tepung terigu. Protein pada ikan terdiri dari tiga komponen utama, yaitu miofibril, sarkoplasma dan stroma. Protein miofibril terdiri dari miosin, aktin dan gabungan aktin dan miosin yang membentuk aktomiosin yang sangat berperan dalam pembentukan gel Suzuki, 1981. Fungsi protein miofibril pada adonan biskuit berbeda dengan fungsi gluten dari terigu, sehingga peran gluten tidak dapat digantikan oleh miofibril. 4,00 4,33 4,50 5,07 4,93 1 2 3 4 5 6 B0 B1 B2 B3 B4 Formulasi biskuit N ila i r a ta -r a ta a ro m a Komponen utama pada ubi jalar adalah karbohidrat yang terdiri dari pati, gula dan serat. Pati ubi jalar terdiri dari amilosa dan amilopektin dengan perbandingan 1 : 3 Onwueme, 1978. Semakin kecil kandungan amilosa dan semakin tinggi kandungan amilopektin, semakin lekat lengket sifat adonannya Winarno, 1997. Walaupun demikian, peranan amilopektin dalam adonan biskuit tidak dapat menggantikan peranan gluten.

4.2.2.4. Aroma

Aroma lebih banyak dipengaruhi oleh pancaindera penciuman. Pada umumnya bau yang dapat diterima oleh hidung dan otak merupakan campuran empat bau, yaitu harum, asam, tengik dan hangus Winarno, 1997. Berdasarkan uji organoleptik terhadap aroma biskuit, penilaian rata-rata panelis terhadap aroma berkisar antara 4,00 sampai dengan 5,07 biasa sampai dengan agak suka. Nilai rata-rata parameter aroma tertinggi dihasilkan oleh formulasi biskuit B1 dengan nilai 5,07 dan nilai rata-rata terkecil dihasilkan oleh formulasi biskuit B4 dengan nilai 4,00. Keterangan : B0 = Kontrol, tepung ikan pepetek 0 , tepung ubi jalar putih 0 B1 = Formulasi tepung ikan pepetek 5 , tepung ubi jalar putih 20 B2 = Formulasi tepung ikan pepetek 10 , tepung ubi jalar putih 15 B3 = Formulasi tepung ikan pepetek 15 , tepung ubi jalar putih 10 B4 = Formulasi tepung ikan pepetek 20 , tepung ubi jalar putih 5 Gambar 11. Histogram nilai rata-rata organoleptik aroma biskuit. 4,13 4,47 4,60 5,17 5,33 1 2 3 4 5 6 B0 B1 B2 B3 B4 Formulasi biskuit N ila i r a ta -r a ta r a s a Hasil analisis Kruskal Wallis menunjukkan bahwa formulasi biskuit dengan penambahan tepung ikan pepetek dan tepung ubi jalar putih untuk mensubstitusi tepung terigu dalam pembuatan biskuit berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis pada aroma biskuit Lampiran 11. Uji lanjut Multiple Comparison menunjukkan bahwa formulasi biskuit B0 berbeda nyata dengan formulasi biskuit B4 atau formulasi biskuit B0 tidak berbeda nyata dengan formulasi B1, B2 dan B3. Aroma biskuit B0, B1, B2 dan B3 oleh panelis dianggap tidak berbeda nyata, sehingga dapat dianggap sama. Sedangkan pada