Penilaian panelis terhadap parameter warna berkisar antara 3,97 sampai dengan 5,83 biasa sampai dengan suka. Nilai warna tertinggi didapat pada
formulasi biskuit B0 dengan nilai rata-rata 5,83. Sedangkan nilai warna terendah dihasilkan oleh formulasi biskuit B4 dengan nilai rata-rata 3,97.
Hasil analisis
Kruskal Wallis pada parameter warna biskuit menunjukkan bahwa formulasi biskuit dengan penambahan tepung ikan pepetek dan
tepung ubi jalar putih untuk mensubstitusi tepung terigu dalam pembuatan biskuit memberikan pengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis Lampiran 6.
Uji lanjut Multiple Comparison menunjukkan bahwa formulasi biskuit B0 berbeda nyata dengan semua formulasi biskuit B1, B2, B3 dan B4. Hal ini
berarti penambahan tepung ikan pepetek dan tepung ubi jalar putih untuk mensubstitusi tepung terigu memberikan pengaruh yang nyata terhadap
warna biskuit. Parameter warna ini tidak lepas dari derajat putih tepung yang digunakan
sebagai bahan baku biskuit, dimana derajat putih tepung ikan pepetek hanya 16,64 dan derajat putih tepung ubi jalar putih sebesar 66,87 , jauh di bawah
derajat putih tepung terigu sejumlah 80,54 . Semakin tinggi tepung ikan pepetek yang ditambahkan ke dalam formulasi biskuit, nilai rata-rata warna biskuitnya
semakin kecil. Selain itu, warna coklat pada biskuit disebabkan oleh proses
pemanggangan adonan yang merupakan reaksi pencoklatan non enzimatis dari gugus amino dari protein dan gula pereduksi sederhana reaksi Maillard. Pada
reaksi Maillard terjadi reaksi hidroksimetil furfural yang kemudian menjadi furfural dan berpolimerisasi dengan gugus amino membentuk senyawa
berwarna coklat yang disebut melanoidin Winarno, 1997. Semakin tinggi tepung ikan pepetek yang ditambahkan, semakin tinggi kandungan asam amino
yang terkandung dalam adonan sehingga pada waktu proses pemanggangan biskuit, reaksi Maillard yang terjadi semakin besar. Akibatnya, akan terbentuk
warna biskuit yang semakin coklat gelap yang cenderung kurang disukai panelis.
5,23 4,83
5,00 5,57
5,03
1.0 1.5
2.0 2.5
3.0 3.5
4.0 4.5
5.0 5.5
6.0
B0 B1
B2 B3
B4
Formulasi biskuit N
il a
i r a
ta -r
at a t
ekst u
r
4.2.2.3. Tekstur
Tekstur adalah sifat benda yang meliputi kerenyahan, kekerasan dan keelastisan. Hal ini sangat menentukan tingkat penerimaan panelis terhadap
produk. Kerenyahan merupakan tekstur yang dinilai kemudahannya untuk digigit. Penilaian rata-rata panelis terhadap tekstur biskuit berkisar antara 4,83
sampai dengan 5,57 agak suka sampai dengan suka. Nilai tekstur biskuit tertinggi dihasilkan oleh formulasi biskuit B1 dengan nilai rata-rata sebesar 5,57
dan nilai rata-rata tekstur biskuit terendah dihasilkan oleh formulasi biskuit B3 dengan nilai 4,83 Gambar 10.
Keterangan : B0 = Kontrol, tepung ikan pepetek 0 , tepung ubi jalar putih 0
B1 = Formulasi tepung ikan pepetek 5 , tepung ubi jalar putih 20 B2 = Formulasi tepung ikan pepetek 10 , tepung ubi jalar putih 15
B3 = Formulasi tepung ikan pepetek 15 , tepung ubi jalar putih 10
B4 = Formulasi tepung ikan pepetek 20 , tepung ubi jalar putih 5
Gambar 10. Histogram nilai rata-rata organoleptik tekstur biskuit. Hasil analisis Kruskal Wallis pada parameter tekstur menunjukkan bahwa
formulasi biskuit
dengan penambahan
tepung ikan
pepetek dengan
tepung ubi jalar putih untuk mensubstitusi tepung terigu dalam biskuit tidak memberi pengaruh nyata Lampiran 9. Jadi, penambahan tepung ikan pepetek
dan tepung ubi jalar putih tidak berpengaruh nyata terhadap tekstur biskuit. Adanya penambahan tepung ikan pepetek dan tepung ubi jalar putih dalam
formulasi biskuit tidak berpengaruh nyata terhadap tekstur biskuit, sehingga
diduga tekstur biskuit dipengaruhi oleh bahan-bahan lain yang ikut digunakan dalam pembuatan biskuit. Penambahan lemak dalam bahan pangan selain untuk
menambah kalori juga untuk memperbaiki tekstur dan cita rasa bahan pangan tersebut Winarno, 1997. Pada adonan, lemak memberi shortening effect, elastis
dan melunakkan tekstur, sehingga setelah proses pemanggangan tekstur biskuit tidak terlalu keras dan mudah lumat di dalam mulut. Sedangkan pada krim dan
pelapis, lemak memberikan rasa flavor yang unik serta memberikan lapisan mengkilap pada permukaan biskuit Manley, 1983. Selain itu, jumlah gula yang
ditambahkan sangat mempengaruhi tekstur biskuit yang dihasilkan karena dapat memperlembut tekstur biskuit Matz dan Matz, 1978. Sedangkan berdasarkan
Sultan 1983, telur berperan dalam pemberian bentuk, tekstur dan flavor. Secara umum, tepung ikan pepetek dan tepung ubi jalar putih dapat
mensubstitusi tepung terigu dalam pembuatan biskuit hanya sampai batas tertentu atau hanya dalam jumlah yang kecil. Hal ini dapat terjadi karena
pada tepung ikan pepetek dan tepung ubi jalar putih tidak mengandung gluten yang merupakan komponen sangat penting dalam proses adonan yang akan
mempengaruhi tekstur biskuit Manley, 1998. Tidak adanya gluten pada tepung pensubstitusi menyebabkan substitusi yang dilakukan dapat menurunkan kadar
dan mutu gluten dari tepung yang disubstitusi, karena gluten merupakan suatu massa yang sebagian besar terdiri dari protein, lengket seperti karet dan dapat
diperoleh dari tepung gandum, dengan cara membuat adonan dan mencucinya dengan air mengalir Winarno, 1993. Gluten sendiri berasal dari gliadin dan
glutenin yang terbentuk karena adanya air. Selama ini gluten hanya ditemukan pada gandum dan sejenisnya Marliyati et al., 1992.
Pada tepung ikan pepetek terdapat kandungan protein yang sangat besar, tetapi dari kandungan tersebut tidak terdapat gluten seperti halnya pada
tepung terigu. Protein pada ikan terdiri dari tiga komponen utama, yaitu miofibril, sarkoplasma dan stroma. Protein miofibril terdiri dari miosin, aktin dan gabungan
aktin dan miosin yang membentuk aktomiosin yang sangat berperan dalam pembentukan gel Suzuki, 1981. Fungsi protein miofibril pada adonan biskuit
berbeda dengan fungsi gluten dari terigu, sehingga peran gluten tidak dapat digantikan oleh miofibril.