Proses pembuatan biskuit Biskuit

Vertical spindle mixers, High speed mixers, Weigh mixers, Continuous mixers, Small batch mixers dan lain-lain. Spesifikasi masing-masing alat disesuaikan dengan jenis biskuit yang akan dibuat Manley, 1998. Adonan kemudian digiling menjadi lembaran tebal ± 0,3 cm, dicetak sesuai keinginan dan disusun pada loyang, kemudian dipanggang dalam oven. Penggilingan pelempengan dan pencetakan adonan sebaiknya dilakukan segera mungkin setelah adonan terbentuk. Penggilingan dilakukan berulang agar dihasilkan adonan yang halus dan kompak Sunaryo, 1985. Tahap pemanggangan merupakan proses yang kritis dalam produksi biskuit. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pemanggangan, diantaranya adalah tipe oven, metode pemanasan dan tipe-tipe bahan yang digunakan. Kondisi pemanggangan yang benar akan menghasilkan biskuit dengan penampakan dan tekstur yang diinginkan serta kandungan airnya minimal 1 Whiteley, 1971. Pemanggangan biskuit dapat dilakukan pada selang antara 2,5 menit sampai 30 menit tergantung suhu, jenis oven dan jenis biskuitnya. Makin sedikit kandungan gula dan lemak, biskuit dapat dipanggang pada suhu yang lebih tinggi 177-204 o C. Pemanggangan biskuit dapat juga dilakukan pada suhu 220 o C dalam waktu sekitar 12-15 menit Sultan, 1983. Biskuit yang dihasilkan segera didinginkan untuk menurunkan suhu dan pengerasan biskuit akibat memadatnya gula dan lemak Sunaryo, 1985. Selama pemanggangan berlangsung terjadi perubahan-perubahan, seperti pengurangan densitas produk biskuit karena pengembangan tekstur berpori perubahan tekstur, pengurangan kadar air menjadi 1-4 dan perubahan warna permukaan biskuit. Perubahan yang terjadi pada awal pemanggangan adalah peningkatan volume biskuit yang disebabkan oleh gelatinisasi akibat air terbatas, pengembangan komplek pati-protein-air membentuk struktur biskuit, terlepasnya CO 2 dari dalam ke permukaan dan menguapnya air, maka struktur biskuit menjadi keras Manley, 1998. Selama pemanggangan juga terjadi proses gelatinisasi pati. Gelatinisasi pati terjadi ketika pemanggangan antara suhu 52-99 o C. Sedangkan denaturasi dan koagulasi protein terjadi pada suhu di atas 70 o C dan gas CO 2 terlepas jika suhu mencapai 65 o C. Lemak mencair pada suhu kurang dari 50 o C dan kemudian akan segera membentuk komplek dengan bahan lainnya, serta selama pemanggangan terjadi distribusi dispersi lemak ke seluruh struktur biskuit Manley, 1998. Peningkatan suhu dan uap air pada biskuit selama pemanggangan menyebabkan gelembung udara pecah meninggalkan bekas pori-pori. Keadaan ini diikuti oleh menguapnya uap air, struktur komplek pati-protein menjadi keras, sehingga struktur biskuit menjadi keras dan berpori. Meningkatnya suhu menyebabkan perpindahan uap air dari adonan keluar melalui proses kapiler dan difusi Manley, 1998. Setelah proses pemanggangan selesai dilakukan, maka proses selanjutnya adalah pendinginan. Pendinginan ini bertujuan untuk menurunkan suhu biskuit dengan cepat. Selain itu, pendinginan dilakukan agar segera terjadi pengerasan biskuit karena sesaat setelah pemanggangan biskuit, lemak dan gula masih berbentuk cair sehingga tekstur biskuit agak lunak dan elastis. Jika sudah dingin lemak dan gula kembali menjadi padat dan tekstur mengeras Manley, 1998.

2.3.3. Bahan-bahan dalam Pembuatan Biskuit

Bahan-bahan pembentuk biskuit dibagi menjadi dua bagian, yaitu bahan yang berfungsi sebagai pengikat dan bahan yang berfungsi sebagai pelembut tekstur yang akan mempengaruhi produk akhir. Bahan yang berfungsi sebagai pengikat atau pembentukan adonan yang kompak adalah tepung terigu, susu, air dan putih telur. Sedangkan yang termasuk dalam bahan pelembut adalah gula, margarin, bahan pengembang dan kuning telur Matz dan Matz, 1978.

2.3.3.1. Tepung terigu

Tepung terigu adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji- biji gandum yang sehat dan telah dibersihkan. Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan biskuit dan jumlahnya paling banyak. Tepung terigu berfungsi sebagai pembentuk adonan selama proses pencampuran, menarik atau mengikat bahan lainnya dalam adonan. Tepung terigu merupakan tepung yang sering digunakan dalam pembuatan berbagai bahan pangan rumah tangga maupun industri pangan. Tepung terigu diklasifikasikan menjadi tiga berdasarkan kandungan proteinnya, yaitu 1 Hard flour, yaitu terigu dengan kualitas yang baik. Kandungan proteinnya sekitar 12-13 . Tepung ini biasanya digunakan untuk pembuatan roti dan mi berkualitas tinggi; 2 Soft wheat, terigu dengan kandungan protein sebesar 7-8,5 . Penggunaannya cocok untuk bahan pembuatan kue dan biskuit; 3 Medium hard flour, yaitu terigu dengan kandungan protein 9,5-11 . Tepung ini banyak digunakan untuk pembuatan roti, mi dan macam-macam kue serta biskuit Manley, 1998. Gandum merupakan bahan dasar dari tepung terigu. Sampai sekarang tidak ada bahan dasar lain sebagai pengganti gandum untuk membuat tepung terigu karena gandum adalah satu-satunya jenis biji-bijian yang mengandung gluten Marliyati et al., 1992. Terigu mengandung protein sebesar 7-22 . Minimal terigu tersusun dari lima jenis protein, yaitu albumin yang larut dalam air, globulin dan protease yang larut dalam garam tetapi tidak atau sedikit larut dalam air, gliadin yang larut dalam alkohol 70-90 dan glutenin yang larut dalam asam atau basa tetapi tidak larut dalam air, garam maupun alkohol Fennema, 1996. Glutenin dan gliadin bila dicampur dengan air akan membentuk gluten Winarno, 1997. Adanya air di dalam adonan dapat menyebabkan pembentukan massa yang bersifat ekstensible dan elastis yang disebut sebagai gluten yang berasal dari gliadin dan glutenin. Karena sifat fisik dari glutenin elastis dan juga ekstensible maka adonan mempunyai kemampuan menahan gas pengembang yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya pengembangan adonan Winarno, 1993. Untuk membuat adonan suatu produk yang dapat mengembang maka dipilih tepung terigu yang berkadar gluten tinggi. Dengan adanya kadar gluten yang tinggi maka ada kecenderungan untuk menyerap air lebih banyak sehingga adonan yang dihasilkan mempunyai daya kembang yang lebih baik, elastis tetapi lengket Fennema, 1996.

2.3.3.2. Gula

Fungsi gula dalam pembuatan biskuit adalah sebagai pemberi rasa manis, pembentuk tekstur pelembut dan pemberi warna pada permukaan biskuit. Selain itu juga membantu pembentukan krim dan pengocokan pada proses pencampuran serta menambah nilai gizi. Penggunaannya harus tepat, baik jumlah maupun bentuknya Matz dan Matz, 1978.