Karakteristik Usahatani KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN
dengan lahan seluas 0.3-0.5 ha dan Jawa Barat sebagian besar petaninya 36 persen mengusahakan padi dengan lahan yang cukup luas 0.5-0.8 ha. Di
Sumatera Utara dan Jawa Timur, lebih dari 50 persen petani mengusahakan lahan kurang dari 0.3 ha. Ukuran usahatani yang sempit ini akan berdampak pada
rendahnya pendapatan usahatani oleh karena rendahnya produksi. Kasus di Negara berkembang seperti Indonesia, ukuran usahatani berkaitan dengan
efisiensi secara berbanding terbalik dalam artian semakin kecil ukuran usahatani akan semakin efisien atau semakin luas semakin tidak efisien Huang dan Bagi,
1984; Bozoglu dan Ceyhan;2006; JUnankar, 1980; Kalijaran, 1981. Hal ini mengindikasikan bahwa untuk peningkatan produksi dan pendapatan, bukan
hanya lahan yang diperluas tetapi harus didukung oleh input lain secara optimal, sehingga bukan sekedar meningkatkan farm size tetapi meningkatkan farm scale.
Untuk jelasnya, sebaran responden berdasarkan luas lahan yang digarap dapat dilihat pada Tabel 8 .
Tabel 8. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan Padi Yang Digarap.
Provinsi luas lahan ha
0.3
0.3-0.5
0.5-0.8
0.8-1.0
1
TOTAL
Rata-rata
Sumatera Utara 52
52 26
26 10
10 4
4 8
8 100
0.38 Jawa Barat
16 12
18 14
47 36
7 5
42 32
130 0.75
Jawa Tengah 77
45 83
49 11
6 -
- -
- 171
0.29 Jawa Timur
48 51
30 32
14 15
- -
3 3
95 0.32
Sulawesi Selatan 29
30 22
23 24
25 7
7 14
15 96
0.49 Indonesia
222 37.5
179 30
106 18
18 3
67 11
592 0.45
Rata-rata luas lahan yang digarap petani padi di Sumatera Utara yaitu 0.38 ha, hampir sama dengan di Jawa Timur 0.32 ha. Sementara di Jawa Tengah
lahan yang digarap adalah paling sempit 0,29 ha karena keterbatasan lahan yang sesuai untuk padi. Sementara di Sulawesi Selatan rata-rata petani menggarap
lahan yang lebih luas 0.49 ha karena ketersediaaan lahan untuk padi di Sulawesi Selatan relatif masih banyak. Khusus di provinsi Jawa Barat, rata-rata petani
mengusahakan padi pada lahan seluas 0.75 ha. Hal ini karena ketersediaan lahan yang sesuai untuk padi di Jawa Barat relatif lebih luas dari provinsi yang lain.
Selain itu juga didukung oleh infrastruktur dan iklim yang sesuai. Luas lahan yang digarap di setiap provinsi berbeda antar musim dimana
penanaman saat musim hujan lebih luas dari musim kemarau. Hal ini karena padi
membutuhkan air lebih banyak dari tanaman lain sehingga lebih sesuai ditanam saat musim hujan, terlebih pada kondisi rusaknya jaringan irigasi. Pada musim
kemarau petani kadang mengganti dengan tanaman lain sehingga sangat jarang petani menanam dengan pola tanam 3 kali padi dalam setahun. Adapun rata-rata
luas lahan yang digarap per musim dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Luas Lahan Yang Digarap Petani Padi Per Musim Per Provinsi. Provinsi
Musim hujan Musim kemarau
Sumatera Utara 0.382
0.370 Jawa Barat
0.753 0.749
Jawa Tengah 0.291
0.305 Jawa Timur
0.363 0.294
Sulawesi Selatan 0.515
0.471 Indonesia
0.461 0.438
Jika dilihat dari status lahan yang digarap, sebagian besar petani 78.89 persen menggarap padi di lahan milik sendiri, begitupun dilihat dari setiap
provinsi terutama di luar Jawa yaitu Sulawesi Selatan 80.21 persen petani dan Sumatera Utara 81 persen petani menggarap lahan milik sendiri. Hal ini dapat
dilihat pada Tabel 10. Kondisi ini menunjukkan bahwa usahatani padi di provinsi sentra masih mengandalkan lahan milik sendiri yang luasannya kecil-kecil.
Padahal untuk mencapai pendapatan yang tinggi diperlukan lahan garapan yang luas tidak harus lahan milik yang diimbangi dengan penggunaan input optimal
dengan kata lain peningkatan skala usaha sampai batas tertentu dapat meningkatkan efisiensi yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan Kahn dan
Maki, 1979; Bagi,1982.
Tabel 10. Sebaran Responden Per Provinsi Berdasarkan Status Lahan Padi yang Digarap.
Provinsi status lahan
1=milik 0=bukan milik
Total Sumatera Utara
81 81.00
19 19
100 Jawa Barat
102 78.46
28 22
130 Jawa Tengah
133 77.78
38 22
171 Jawa Timur
74 77.89
21 22
95 Sulawesi Selatan
77 80.21
19 20
96 Indonesia
467 78.89
125 21
592 Dalam hal jumlah persil yang digarap, secara rata-rata sebagian besar
petani 38.68 persen menggarap satu persil. Dengan kata lain petani mengusahakan padinya secara satu hamparan. Jika dilihat secara provinsi, Jawa
Barat dan Jawa Tengah lebih terfragmentasi karena sebagian besar petaninya mengusahakan padi pada persil yang lebih banyak. Kondisi ketersediaan lahan di
luar Jawa lebih memungkinkan untuk mengusahakan dalam satu hamparan lebih dari 40 persen sehingga tidak terfragmentasi Tabel 11. Sementara di Jawa,
lahan yang sesuai untuk pertanaman padi semakin terbatas karena warisan, kondisi alam, atau konversi lahan baik ke tanaman non padi atau beralih fungsi ke
sektor industri.
Tabel 11. Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Persil Padi Per Provinsi. Provinsi
Jumlah persil 1
2- 3-
3 total Rata-rata Sumatera Utara
49 49.00
27 27 16
16 8
8 100
1.99 Jawa Barat
49 37.69
50 38 15
12 16 12 130
2.09 Jawa Tengah
53 30.99
56 33 39
23 23 13 171
2.41 Jawa Timur
37 38.95
31 33 18
19 9
9 95
1.97 Sulawesi Selatan 41 42.71 28 29 10 10 17 18
96 2.91
Indonesia 229 38.68 192 32 98
17 73 12 592
2.27 Jika dilihat dari status mata pencaharian, usahatani padi pada sebagian
besar petani 90.54 persen adalah mata pencaharian utama Tabel 12. Hanya sebagian kecil saja yang menganggap usahatani padi sebagai matapencaharian
sampingan 9 persen. Demikian juga jika dilihat per provinsi. Hal ini dapat dimaklumi karena petani tersebut berada di provinsi sentra.
Tabel 12. Sebaran Responden Berdasarkan Status Usahatani Padi. Provinsi
Status Matapencaharian Usahatani Padi 1=pekerjaan utama
0=bukan utama Total Sumatera Utara
96 96.00
4 4
100 Jawa Barat
111 85.38
19 15
130 Jawa Tengah
166 97.08
5 3
171 Jawa Timur
80 84.21
15 16
95 Sulawesi Selatan
83 86.46
13 14
96 Indonesia
536 90.54
56 9
592 Migrasi dalam keluarga tani adalah kepergian petani di saat senggang
dalam berusahatani, untuk mencari pendapatan tambahan baik di sektor industri, jasa, atau pertanian lain. Migrasi biasanya dilakukan oleh kepala keluarga tani
baik secara komutasi pulang pergi, sirkulasi menginap di tempat migrasi, atau permanen menetap lebih dari 6 bulan. Jika dilihat secara keseluruhan maka
sebagian besar petani responden 96 persen tidak melakukan migrasi. Demikian juga jika dilihat per provinsi, sebagian besar petani tidak melakukan migrasi,
terlebih di Sumatera Utara, seluruh petani tidak bermigrasi. Hal ini bukan berarti mereka tidak membutuhkan pendapatan tambahan, tetapi irama kerja pada
usahatani padi demikian padat sehingga tidak ada waktu senggang yang cukup untuk bermigrasi, apalagi lahan yang digarap semakin luas. Waktu petani semakin
tersita untuk kegiatan rutin mulai dari persiapan lahan sampai panen terlebih jika pola tanam dilakukan dengan IP yang semakin tinggi. Untuk jelasnya sebaran
petani berdasarkan migrasi dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Sebaran Responden Berdasarkan Kegiatan Migrasi.
Provinsi Migrasi
1=melakukan migrasi 0=tidak migrasi
Total Sumatera Utara
- -
100 100
100 Jawa Barat
8 6.15
122 94
130 Jawa Tengah
4 2.34
167 98
171 Jawa Timur
9 9.47
86 91
95 Sulawesi Selatan
2 2.08
94 98
96 Indonesia
23 3.89
569 96
592
Jika dilihat dari lahan yang diusahakan, sebagian besar 87.16 persen petani menggarap sendiri lahannya dalam artian mereka sebagai pengelola atau
manajer usahatani sekaligus tenaga kerja dalam keluarga. Jika dilihat per provinsi juga menunjukkan hal yang sama bahwa sebagian besar petani menggarap sendiri
lahannya. Hanya sebagian kecil saja 13 persen petani yang tidak menggarap sendiri lahannya Tabel 14.
Tabel 14. Sebaran Responden Berdasarkan Lahan yang Diusahakan.
Provinsi Status Lahan Garapan
1=digarap sendiri 0=tidak digarap sendiri total
Sumatera Utara 100
100.00 -
- 100
Jawa Barat 103
79.23 27
21 130 Jawa Tengah
156 91.23
15 9
171 Jawa Timur
74 77.89
21 22
95 Sulawesi Selatan
83 86.46
13 14
96 Indonesia
516 87.16
76 13 592