Fungsi Inefisiensi Teknis Usahatani Padi di Sulawesi Selatan

lahan bahwa yang diutamakan bukanlah status kepemilikan tetapi lebih kepada memperluas lahan garapan. Perluasan lahan garapan berbanding lurus dengan indeks efisiensi sehingga masih memungkinkan perluasan lahan tanpa menurunkan efisiensi Gambar 21. Gambar 21. Hubungan Antara Luas Lahan Dengan Indeks Efisiensi Teknis di Sulawesi Selatan Pemerintah dapat membantu dengan membatasi izin konversi lahan ke non padi, membangun infrastruktur pertanian, meminjamkan lahan pemerintah untuk digarap petani, atau pemanfaatan lahan kering untuk tanaman semusim. Dari sebaran petani pada Tabel 80 dapat dilihat bahwa 61 persen petani pemilik lahan adalah petani yang tidak efisien indeks efisiensi 0.8. Tabel 80. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani Padi dan Status Lahan di Sulawesi Selatan. Tingkat Efisiensi status lahan 1=pemilik 0=bukan pemilik total 0.2 - - - - - - 0.2 0.4 - - - - - - 0.4 0. 4 80.00 1 20 5 100 0. 0. 33 94.29 2 6 35 100 40 71.43 16 29 56 100 Total 77 80.21 19 20 96 100 Variabel mutu benih signifikan berpengaruh nyata dengan koefisien negatif yang artinya benih berlabel akan menurunkan inefisiensi, atau dengan kata lain benih berlabel akan meningkatkan efisiensi usahatani padi. Terkait dengan 0,50 0,70 0,90 1,10 - 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 te ch n ica l e ff ici e n cy luas lahan ha Technical efficiency Linear Technical efficiency perubahan iklim dan cuaca yang sulit diprediksi, peluang produksi padi di Sulawesi Selatan lebih tinggi saat musim kemarau dan sebaliknya peluang produksi saat musim hujan lebih rendah. Implikasinya terhadap mutu benih adalah perlunya dukungan pemerintah dalam inovasi benih unggul yang adaptif terhadap musim hujan tahan terhadap rendaman, rebahan angin, dan hama penyakit dibarengi sosialisasi serta distribusi yang baik. Dari sebaran responden pada Tabel 81 terlihat bahwa 76.67 persen petani pengguna benih berlabel efisiensinya lebih dari 0.8. Sementara 50 persen petani yang tidak menggunakan benih berlabel adalah petani yang tidak efisien indeks efisiensi 0.8. Tabel 81. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani Padi dan Mutu Benih diSulawesi Selatan. Tingkat Efisiensi Mutu Benih 1=Berlabel 0=Tidak Berlabel total 0.2 - - - - - - 0.2≤x0.4 - - - - - - 0.4≤x0.6 - - 5 100 5 100 0.6≤x0.8 7 20.00 28 80 35 100 x ≥0.8 23 41.07 33 59 56 100 Total 30 31.25 66 69 96 100 Variabel pengolahan lahan signifikan berpengaruh terhadap efisiensi teknis dengan tanda negatif yang artinya mekanisasi dengan traktor dapat meningkatkan efisiensi. Kondisi usahatani padi di lokasi relatif terhampar sehingga penggunaan traktor dapat menghemat waktu dan tenaga kerja. Implikasinya pengolahan lahan perlu dilakukan petani secara kolektif dan serempak. Selain itu perlu dukungan pemerintah dalam hal pemilihan jenis traktor yang sesuai kondisi lahan di Sulawesi Selatan, sesuai dengan pengolahan lahan musim hujan, MK1 atau MK2, serta dengan biaya yang terjangkau petani pengguna. Pada Tabel 82 dapat dilihat sebaran petani berdasarkan tingkat efisiensi teknis dan pengolahan lahan. Dari tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa 57.95 petani yang menggunakan traktor memiliki nilai efisiensi yang tinggi indeks efisiensi 0.8. Tabel 82. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani Padi dan Pengolahan Lahan di Sulawesi Selatan. Tingkat Efisiensi Pengolahan Lahan 1=Traktor 0=Lainnya total 0.2 - - - - - - 0.2 0.4 - - - - - - 0.4 0. 3 60.00 2 40 5 100 0. 0. 34 97.14 1 3 35 100 51 91.07 5 9 56 100 Total 88 91.67 8 8 96 100 Jika dilihat dari akses ke lembaga keuangan formal, variabel tersebut memiliki koefisien positif dan signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi yang menunjukkan bahwa akses ke lembaga keuangan formal malah menurunkan efisiensi. Hal ini terjadi karena yang dibutuhkan petani tidak hanya akses tetapi ketepatan waktu dan jumlah dana. Petani yang akses ke lembaga keuangan formal dengan kondisi tambahan dana yang tidak memadai dan tidak tepat waktu, malah membebani petani dengan kewajiban membayar pokok dan bunga. Selain itu oleh karena petani mengutamakan pemenuhan kebutuhan rumahtangga yang tercermin dari tingginya penerimaan non pertanian maka tambahan dana tidak sepenuhnya dimanfaatkan untuk penggunaan input yang optimal. Implikasinya adalah lembaga keuangan perlu mengubah format kredit agar lebih tepat jumlah tepat waktu dan tepat guna. Hal ini membutuhkan evaluasi sebelum akad kredit, saat pemanfaatan kredit, dan saat pelunasan. Dari sebaran petani pada Tabel 83 dapat dijelaskan bahwa dari seluruh petani yang efisien indeks efisiensi 0.8 sebanyak 71 persen adalah mereka yang tidak akses ke lembaga keuangan formal, sementara sisanya 28.57 persen adalah petani yang akses. Tabel 83. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani Padi dan Akses Ke Lembaga Keuangan Formal di Sulawesi Selatan. Tingkat Efisiensi Akses Terhadap Lembaga Keuangan 1=pernah meminjam 0=tidak pernah total 0.2 - - - - - - 0.2 0.4 - - - - - - 0.4 0. 3 60.00 2 40 5 100 0. 0. 16 45.71 19 54 35 100 16 28.57 40 71 56 100 Total 35 36.46 61 64 96 100 Variabel penerimaan total rumahtangga signifikan berpengaruh terhadap efisiensi dengan tanda negatif yang artinya semakin tinggi penerimaan total rumahtangga maka inefisiensi akan semakin turun atau efisiensi meningkat. Hal ini terjadi karena peluang untuk membeli input dalam jumlah lebih banyak menuju penggunaan input optimal adalah lebih besar daripada petani dengan penerimaan total rumahtangga yang lebih kecil karena habis untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. Dengan penggunaan input yang lebih optimal maka dapat meningkatkan produksi dan efisiensi. Jika dilihat dari sebaran petani responden Tabel 84 dapat dilihat bahwa dari seluruh petani yang efisien indeks efisiensi 0.8 sebanyak 53 persen adalah petani dengan penerimaan totalnya Rp20 juta. Sementara dari seluruh petani yang tidak efisien, sebanyak 77.5 persen adalah petani dengan penerimaan total Rp 20 juta. Implikasinya adalah perlunya petani menambah penghasilan di luar usahatani padi misalkan dengan memanfaatkan waktu senggang untuk membuat industri kecil pengolahan di rumah. Tabel 84. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani Padi dan Penerimaan Total Rumahtangga di Sulawesi Selatan. Tingkat Efisiensi PENERIMAAN TOTAL Rp juta 10 10-20 20-30 30-40 40 total 0.2 - - - - - - - - - - - - 0.2 0.4 - - - - - - - - - - - - 0.4 0. - - 3 60.00 - - 1 20 1 20 5 100 0. 0. 10 28.57 18 51.43 2 6 - - 5 14 35 100 14 25.00 12 21.43 8 14 9 16 13 23 56 100 Total 24 25.00 33 34.38 10 10 10 10 19 20 96 100 Jika ruang inefisiensi dapat diperbaiki melalui pembenahan faktor-faktor yang signifikan maka dapat meningkatkan efisiensi dan pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas dan produksi. Hal ini dapat ditunjukkan oleh Gambar 22 dimana terdapat hubungan positif antara efisiensi dengan produktivitas. Gambar 22. Hubungan Antara Efisiensi Dengan Produktivitas di Sulawesi Selatan

7.6. Fungsi Inefisiensi Teknis Usahatani Padi Rata-Rata di Indonesia

Fungsi inefisiensi dapat dilihat pada Tabel 85. Nilai mean technical efficiency yang dicapai yaitu sebesar 0.8497 atau 84.97 persen sehingga masih terdapat ruang untuk meningkatkan efisiensi pada teknologi yang sama sebesar 15.03 persen melalui pembenahan faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi efisiensi. Nilai mean efficiency ini dikaregorikan sangat efisien. Tabel 85. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Inefficiency Function Rata-Rata di Indonesia Dengan Metode MLE. Variabel coefficient t-ratio delta 0 -6.6155 -3.2116 umur tahun 0.0296 3.6225 pendidikan tahun 0.0019 0.3465 status lahan 1.5384 3.3834 mutu benih -0.6230 -4.0800 pengolahan lahan 0.8504 2.6958 akses lembaga keuangan 1.0460 3.8423 keaktifan kelompok tani 0.4286 3.0729 penerimaan rumahtangga Rp -0.0000 -0.1096 pola tanam -0.0017 -3.6589 mean TE 0.8497 Keterangan : nyata pada taraf α=5 0,50 0,60 0,70 0,80 0,90 1,00 2.500,00 3.500,00 4.500,00 5.500,00 6.500,00 7.500,00 8.500,00 te ch n ica l e ff ici e n cy produktivitas kgha Technical efficiency Linear Technical efficiency Dari sembilan variabel yang diduga mempengaruhi inefisiensi teknis usahatani padi rata-rata di Indonesia, terdapat delapan variabel yang signifikan berpengaruh nyata terhadap inefisiensi, yaitu umur signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada taraf α= 5 dengan parameter estimates positif +0.0296, status lahan signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada taraf α=5 dengan parameter estimates positif +1.5384, mutu benih berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada taraf α= 5 dengan parameter estimates negatif -0.62295, pengolahan lahan signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada taraf α=5 dengan parameter estimates negatif -0.8504, akses ke lembaga keuangan formal signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada taraf α=5 dengan parameter estimates positif +1.04597, keaktifan kelompok tani signifikan be rpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada taraf α=5 dengan parameter estimates positif +0.4286, dan pola tanam signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada taraf α=5 dengan parameter estimates negatif -0.00171896. Jika dilihat dari variabel umur, maka variabel ini signifikan berpengaruh nyata terhadap inefisiensi dengan tanda parameter positif yang artinya semakin tua umur KK akan meningkatkan inefisiensi atau menurunkan efisiensi. Petani responden adalah kepala keluarga tani yang merupakan manajer sekaligus penggarap yang usianya relatif tidak muda lagi. Sementara usahatani padi relatif membutuhkan tenaga dan fisik yang kuat karena variasi aktivitas budidaya padi yang intensif, menyita waktu dan hampir tidak ada masa istirahat sejak pengolahan lahan sampai panen. Hal ini membuktikan bahwa petani yang berumur lebih muda akan menghasilkan usahatani yang lebih efisien. Kondisi di lapangan membuktikan bahwa petani berada pada usia tua dan hal ini menjadi masalah dalam efisiensi. Jika dilihat dari sebaran responden Tabel 86 maka pada petani muda 40 tahun tidak ada yang memiliki nilai efisien kurang dari 0.6, sementara pada petani yang lebih tua 40 tahun banyak yang tidak efisien. Implikasinya adalah ke depan perlu adanya regenerasi dari orang tua petani kepada anak atau keluarganya yang lebih muda. Permasalahannya banyak petani yang tidak mempersiapkan anaknya untuk mewarisi usahataninya karena anaknya bersekolah di sektor non pertanian, atau jika sekolahnya di pertanian pun mereka tidak mau bekerja di usahatani bahkan tidak kembali ke desanya. Tabel 86. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani Padi dan Umur KK Rata-rata di Indonesia. Tingkat Efisiensi Umur tahun 30 30-40 40-50 50-60 =60 TOTAL 0.2 - - - - 1 50 1 50 - - 2 100.00 0.2 0.4 - - - - - - 2 67 1 33 3 100.00 0.4 0. - - - - 9 50 6 33 3 17 18 100.00 0. 0. 1 0.93 5 5 48 45 28 26 25 23 107 100.00 8 1.73 61 13 152 33 163 35 78 17 462 100.00 Total 9 1.52 66 11 210 35 200 34 107 18 592 100.00 Mereka menganggap usahatani padi tidak bergengsi dan tidak menguntungkan. Hal ini berdampak usahatani padi orang tuanya semakin tidak efisien karena umur yang semakin tua. Pada akhirnya karena warisan lahannya dijual atau dikonversi ke sektor lain. Implikasi bagi pemerintah adalah perlunya kampanye sektor pertanian agar diminati generasi muda dan masyarakat pedesaan sehingga mencintai pertanian dan walaupun mereka sekolah di tempat lain namun bersedia kembali ke desa untuk membangun pertanian. Promosi sektor pertanian juga diperlukan untuk menekan urbanisasi sehingga dapat menahan masyarakat desa tidak migrasi ke kota. Upaya yang dapat dilakukan yaitu perlunya menggalakkan lapangan kerja pertanian dan agroindustri pedesaan yang profitabel dengan didukung oleh infrastuktur jalan dan pasar di pedesaan. Jika dilihat dari status lahan, maka variabel ini signifikan berpengaruh nyata dengan koefisien positif y ang artinya status lahan „pemilik‟ akan meningkatkan inefisiensi dibandingkan status lahan non pemilik, atau dengan kata lain kepemilikan lahan akan menurunkan efisiensi usahatani padi. Hal ini terjadi karena petani lebih lalai terhadap lahan miliknya. Sebaliknya petani non-pemilik sewa, sakap, garap merasa harus lebih mengeksploitasi atau memanfaatkan lahan karena korbanan untuk lahan tersebut lebih besar membayar sewa, atau bagi hasil panen kepada pemilik lahan dan memberatkan. Hal ini berdampak usahataninya menjadi lebih efisien dibanding petani pemilik. Implikasinya terkait dengan luas lahan bahwa yang diutamakan bukanlah status kepemilikan tetapi lebih kepada memperluas lahan garapan yang didukung input optimal. Perluasan lahan garapan berhubungan positif dengan indeks efisiensi Gambar 23 sehingga perluasan lahan tidak menurunkan efisiensi. Gambar 23. Hubungan Antara Luas Lahan Dengan Indeks Efisiensi Teknis Rata- Rata di Indonesia Pemerintah dapat membantu dengan membatasi izin konversi lahan ke non padi, membangun infrastruktur pertanian, meminjamkan lahan pemerintah untuk digarap petani, atau pemanfaatan lahan kering untuk tanaman semusim. Dari sebaran petani pada Tabel 87 dapat dilihat bahwa dari seluruh petani yang tidak efisien indeks efisiensi 0.8 sebanyak 88.46 persen adalah petani pemilik dan 11.53 persen adalah petani non pemilik. Tabel 87. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani Padi dan Status Lahan Rata-Rata di Indonesia. Tingkat Efisiensi status lahan 1=pemilik 0=bukan pemilik total 0.2 2 100.00 - - 2 100 0.2 0.4 2 66.67 1 33 3 100 0.4 0. 18 100.00 - - 18 100 0. 0. 93 86.92 14 13 107 100 352 76.19 110 24 462 100 Total 467 78.89 125 21 592 100 Variabel mutu benih signifikan berpengaruh nyata dengan koefisien negatif yang artinya benih berlabel akan menurunkan inefisiensi, atau dengan kata lain benih berlabel akan meningkatkan efisiensi usahatani padi. Terkait dengan - 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 - 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 te ch n ica l e ff ici e n cy luas lahan ha Technical efficiency Linear Technical efficiency