Pengaruh Teknologi terhadap Efisiensi Usahatani

pilihan terbaik untuk peningkatan produktivitas dalam jangka pendek yaitu melalui peningkatan efisiensi. Namun dalam jangka panjang teknologi dapat meningkatkan efisiensi. Melalui peningkatan teknologi maka akan menggeser kurva total produk ke atas dan kurva biaya rata-rata jangka panjang ke bawah. Bojnec dan Latruffe 2007 menyelidiki efisiensi teknis pertanian Slovenia pada periode 1994-2003 menggunakan analisis stokastik frontier parametrik dan nonparametric DEA. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa efisiensi teknis „usahatani keluarga‟ Slovenia meningkat dari 0.5 di tahun 1994 menjadi 0.8 di tahun 2003 sebagai dampak teknologi. Spesialisasi usahatani yang terkait dengan perubahan teknologi menjadi faktor penting untuk meningkatkan efisiensi teknis. Shapiro dan Muller 1977 mendukung bahwa efisiensi teknis berhubungan positif yang erat dengan modernisasi dan informasi. Demikian pula Shapiro 1983 mendukung bahwa teknologi modern dapat meningkatkan produktivitas dan teknologi tradisional mengalami inefisiensi. Shapiro 1983 mengukur efisiensi teknis dari 37 petani kapas sampel di Tanzania dengan model produksi frontier Cobb-Douglas dan menggunakan linear programming. Rata-rata efisiensi teknis petani sampel adalah 66 persen. Demikian juga Seyoum, et al. 1998 menyimpulkan bahwa petani yang mengadopsi teknologi, secara teknis lebih efisien. Seyoum, et al. 1998 mengestimasi efisiensi teknis petani jagung di dalam dan luar proyek Sawakawa-Global tahun 2000 di Ethiopia Timur. Penulis menggunakan produksi frontier stokastik translog. Efisiensi teknis rata-rata petani dalam proyek 0.937 sementara petani luar proyek 0.794. Hassan 2004 mengestimasi efisiensi teknis petani kapas di Kecamatan Vehari Punjab menggunakan model fungsi produksi frontier stokastik di mana efek inefisiensi teknis diasumsikan sebagai fungsi dari variabel lain yang mempengaruhi usahatani. Mereka menyimpulkan bahwa inefisiensi produksi kapas secara teknis cenderung menurun untuk petani yang paling terdahulu menggunakan irigasi dan yang menerapkan rogging, tetapi inefisiensi cenderung meningkat pada petani yang menerapkan multicropping. Hal ini membuktikan bahwa teknologi irigasi dan teknologi budidaya dapat meningkatkan efisiensi. Kemajuan teknologi dapat bersumber dari tiga hal yaitu 1 peningkatan produktivitas manusianya seperti peningkatan keterampilan sebagai dampak pendidikan dan pelatihan, 2 mesin yang lebih produktif dan efisien, 3 perbaikan organisasi produksi dan teknik budidaya. Jika dilihat dari adopsi teknologi baru seperti benih unggul dan pupuk buatan, ditemukan bahwa ternyata petani kecil lebih ketinggalan dalam adopsi teknologi baru pada awalnya, namun kemudian dapat menyusul sampai keuntungannya meningkat karena bertambahnya produktivitas Grant and Posada, 1978. Teknologi ada yang menghemat tenaga kerja capital intensif dan ada pula yang menambah tenaga kerja labor intensif. Teknologi penggunaan pupuk terutama pupuk organic misalnya, akan memerlukan tambahan tenaga kerja untuk melaksanakan pemupukan itu sendiri frekuensi pemupukan tanaman padi terdapat tiga tahap dan juga memerlukan tambahan tenaga kerja untuk membersihkan rumput yang semakin subur tumbuhnya sebagai akibat sampingan dari pemupukan tanaman utama. Teknologi pengendalian hama dan penyakit tanaman terutama pengendalian organic juga menambah tenaga kerja terlebih tanaman yang membutuhkan frekuensi tinggi dalam penyemprotanpengendalian. Kasyrino 1985 meneliti pengaruh teknologi terhadap efisiensi ekonomi usahatani selama periode waktu tahun 1977-1983. Data yang dipergunakan adalah cross section dan time series untuk daerah Jawa Barat dan Jawa Timur. Hasilnya mengemukakan bahwa dalam beberapa hal petani kelihatannya telah bertindak memaksimumkan keuntungan, misalnya untuk input pupuk dan obat- obatan, tetapi belum dalam sektor tenaga kerja. Agar produktivitas marjinal dari tenaga kerja lebih tinggi dari marjinal cost, maka sarannya adalah sebagian orang harus keluar dari sektor pertanian dan kekurangan tenaga kerja digantikan oleh tenaga mesin traktor, yang akan menyebabkan biaya produksi menjadi turun. Dengan penggunaan traktor ternyata dapat meningkatkan efisiensi. Penggunaan alat mekanis seperti traktor, alat panen mekanis dan alat-alat lainnya akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja dari satu sisi yaitu tenaga kerja pengguna mesin tersebut, sedangkan dari sisi yang lainnya memberi dampak negatif yaitu mengurangi lapangan kerja karena lebih sedikitnya tenaga kerja manusia yang diperlukan yang disebabkan oleh penggunaan alat mekanis tersebut. Oleh karena itu menurut Gotsch 1972, ramalan bahwa introduksi teknologi baru yang akan berdampak terhadap pemerataan pendapatan, tidak akan mempunyai arti apabila sifat dari teknologi itu tidak dihubungkan dengan sifat sosial dan lembaga politik dari negara yang bersangkutan. Biasanya perubahan teknologi akan menimbulkan konflik antara golongan yang mendapat manfaat dengan golongan yang tidak memperoleh pelayanan dari teknologi tersebut. Perubahan teknologi dapat berdampak pada petani kaya menjadi semakin kaya namun petani miskin menjadi semakin miskin karena kehilangan pekerjaan, sebagai susbstitusi mekanisasi. Dengan demikian, inovasi teknologi baru harus dapat dipahami dan diadopsi secara merata baik oleh petani besar juga petani kecil sehingga semuanya mendapat manfaat, dengan kata lain teknologi tepat guna. Ogunayinka dan Ajibefun 2004 juga mendukung bahwa kesadaran dan pemahaman petani terhadap teknologi yang efisien merupakan faktor kunci yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun kebijakan. Penelitian Kalijaran 1984 yang menggunakan model frontier stokastik translog untuk meneliti bagaimana teknologi baru mempengaruhi tingkat produksi usahatani padi dari Filipina, menunjukkan adanya variasi efisiensi teknis yang lebar, yaitu pada kisaran 42.00-91.00 persen. Kalijaran menyimpulkan bahwa teknologi baru ini tidak sepenuhnya dipahami oleh para petani sampel. Seandainya saja petani memahami teknologi yang digunakan maka akan meningkatkan produktivitas. Dalam penelitian Rawlins 1985 sebernarnya terdapat indikasi bahwa teknologi yang diterapkan tidak tepat guna, walaupun penulis menyimpulkan program teknologi telah berhasil menggeser frontier produksi peserta ke level yang lebih tinggi dengan cara meningkatkan taraf efisiensi teknis para petani kecil. Indikasi tersebut dilihat dari efisiensi teknis non-peserta yang lebih tinggi dari peserta Jamaican Second Integrated Rural Development Project IRDPII. Efisiensi mencapai 75 persen untuk non-peserta dan 71 persen untuk peserta. Krasachat 2000 menganalisis efisiensi teknis pertanian Thailand selama periode 1972-1994 dengan teknik DEA, menyimpulkan bahwa dari waktu ke waktu terjadi penurunan total efisiensi teknis, dan efisiensi skala. Demikian juga Goyal dan Suhag 2003 yang meneliti tingkat inefisiensi teknis usahatani gandum di negara bagian Haryana India. Penulis menggunakan fungsi produksi frontier stokastik, menggunakan data panel tidak seimbang selama tiga tahun 1996-1997 ke1997-1998, dan 1998-99. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi teknis bervariasi dari waktu ke waktu dan cenderung menurun. Efisiensi teknis menurun dari 0.92 pada tahun ke-1 menjadi 0.90 pada tahun ke-3. Penulis menyimpulkan bahwa faktor sosial ekonomi dan berbagai teknologi mempengaruhi meningkatnya inefisiensi dalam produksi gandum di India. Sebenarnya jika teknologi yang diterapkan adalah tepat guna dan labor intensif, hal itu akan meningkatkan efisiensi dan pemerataan pendapatan. Seperti penelitian Raju di India 1976 bahwa penggunaan teknologi benih unggul dan pupuk buatan telah meningkatkan pendapatan petani dan juga berdampak pada pengurangan ketimpangan distribusi pendapatan. Demikian halnya dengan penelitian Soejono 1977 untuk kasus di Indonesia. Perubahan teknologi dapat menurunkan fungsi biaya rata-rata jangka panjang cost function downward atau meningkatkan fungsi penawaran supply function downward . Dalam kondisi permintaan dan penawaran terhadap padi adalah inelastis, maka dengan penggunaan teknologi baru, yaitu produksi padi meningkat, akan menggeser kurva penawaran ke kanan yang berdampak pada penurunan total penerimaan petani padi. Dampak perubahan penerimaan sebagai akibat penggunaan teknologi baru telah diteliti oleh Hayami dan Herdt 1977 dan Srivastava and Heady 1973 di India dan hasilnya adalah walaupun penerimaan turun namun keuntungan meningkat sebagai dampak efisiensi. Sinaga 1978 di Indonesia juga menyimpulkan bahwa teknologi dapat meningkatkan keuntungan petani. Namun oleh karena teknologi tersebut tidak tepat guna maka tidak dapat memperbaiki sumbangan tenaga kerja di bidang pertanian. Oleh karena itu teknologi dalam penggunaannya haruslah bersifat selektif dan dengan suatu program terinci yang dapat memberi lapangan pekerjaan yang berkesinambungan. Jika banyak tenaga kerja yang disingkirkan akibat teknologi dan mereka tidak dapat disalurkan ke alternatif sektor yang lain, maka teknologi berdampak pada membesarnya ketimpangan distribusi pendapatan di pedesaan. Terobosan teknologi baru diperlukan saat ruang peningkatan efisiensi sangat kecil atau hampir mencapai maksimum. Jika segala upaya telah dilakukan dalam pencapaian target produksi dan telah mencapai efisiensi yang tinggi maka satu-satunya cara adalah dengan terobosan teknologi baru. Hanya saja untuk kasus di negara berkembang, teknologi yang ditawarkan haruslah tepat guna dan labor intensif sehingga manfaatnya dapat dirasakan secara merata. Salah satu teknologi tepat guna untuk padi di negara berkembang yaitu teknologi benih unggul produktivitas tinggi, umur pendek, tahan kekeringan dan rendaman, tahan roboh karena angin, tahan hama penyakit, dan rasanya enak karena pemakaian benih unggul dapat meningkatkan efisiensi Kalirajan dan Flinn, 1983; Sharif dan Dar, 1996; Tian dan Wan, 2000; Fuwa, et al., 2005; Azad, Mustafi dan Hossian , 2008; Saka dan Lawal, 2009. Kondisi leveling off productivity terjadi di Nigeria. Penelitian Femi, et.al 2004 di Nigeria mencoba membedakan efisiensi teknik usahatani padi dengan dua varietas yaitu varietas tradisional dan varietas baru. Rata-rata efisiensi teknik pada kedua kelompok petani bernilai lebih dari 0.9 yang mengindikasikan kecilnya peluang untuk meningkatkan efisiensi pada kondisi teknologi yang ada. Kondisi ini menuntut terobosan teknologi lain yang dapat menggeser frontier lebih ke atas lagi. Demikian pula penelitian Okoruwa, et al 2006 menghasilkan rata-rata efisiensi teknik dua kelompok petani benih tradisional dan modern bernilai lebih dari 0.9 yang mengindikasikan kecilnya peluang untuk meningkatkan efisiensi pada kondisi teknologi yang ada. Persamaan kondisi efisiensi teknik antara kedua kelompok menunjukkan dampak program pembangunan usahatani padi yang intensif selama beberapa decade di Nigeria, dimana melalui program tersebut menghasilkan efisiensi teknis yang sama walaupun terdapat perbedaan varietas. Dengan demikian untuk mengembangkan usahatani padi di Nigeria diperlukan terobosan teknologi baru yang lain.

2.3. Pengaruh Agroekosistem Antar Wilayah Terhadap Efisiensi Usahatani

Dalam pengelolaannya, usahatani dipengaruhi oleh agroekosistem yang di dalamnya termasuk ketinggian, kesesuaian lahan, ketersediaan air, iklim dan cuaca. Usahatani yang diselenggarakan pada wilayah yang berbeda menunjukkan agroekosistem yang berbeda pula. Khusus untuk komoditi padi dikenal berbagai agroekosistem terkait dengan ketersediaan air yaitu agroekosistem sawah irigasi teknis, setengah teknis dan irigasi desa dan sawah non irigasi sawah tadah hujan, lahan kering, dan lahan pasang surut. Kecukupan air tidak kurang dan tidak lebih sangat penting dalam produksi padi sehingga agroekosistem sawah irigasi teknis lebih efisien daripada yang lainnya dengan syarat kondisi irigasinya sangat baik sehingga dapat mengatur air sesuai kebutuhan pada wilayah yang dilayani. Oleh karena pentingnya air dalam usahatani padi maka produktivitas padi sawah irigasi lebih tinggi dari agroekosistem non irigasi IRRI, 2009. Dalam kondisi perubahan iklim dimana durasi dan awal musim hujan dan musim kemarau semakin sulit diprediksi, sistem irigasi yang prima semakin dibutuhkan. Perbedaan kondisi irigasi akan berdampak pada efisiensi usahatani padi. Seperti kasus di Indonesia, di beberapa wilayah seperti provinsi, sarana irigasi yang telah dibangun tengah dalam kondisi rusak. Hal ini pulalah yang diduga membedakan efisiensi usahatani padi di setiap provinsi. Pernyataan ini didukung oleh penelitian Li and Liu 2009 di Cina yang menghasilkan bahwa irigasi yang baik dan tidak rusak akan meningkatkan efisiensi teknis. Penelitian Ekanayake and Jayasuriya 1987 membuktikan bahwa petani dengan akses yang lebih baik terhadap air memiliki efisiensi teknis yanga lebih tinggi. Mereka mempelajari efisiensi teknis untuk 123 petani padi sampel di Sri Lanka. Sampel dibagi berdasarkan kedekatannya dengan sumber air menjadi kelompok Head mudah mengakses air dan Tail sulit mengakses air. Penelitiannya menggunakan fungsi produksi frontier Cobb-Douglas yang berbeda antar group dan menemukan bahwa petani dengan akses yang lebih baik terhadap air memiliki efisiensi teknis lebih tinggi daripada petani yang terbatas aksesnya terhadap air. Penelitian Coelli, et al. 2002 di Bangladesh juga membuktikan bahwa efisiensi usahatani padi lahan kering lebih kecil daripada lahan sawah dengan tingkat efisiensi teknis 69. Hal ini memberikan peluang lahan kering untuk ditingkatkan efisiensinya. Okoruwa, et al 2004 meneliti perbedaan sistem usahatani lahan sawah lowland dan lahan kering upland di North Central Zone, Nigeria, dengan alat stochastic frontier production function. Penelitiannya membuktikan bahwa rata- rata efisiensi teknik pada lowland yaitu 0.831 dan pada upland 0.776. Hal ini membuktikan bahwa padi akan lebih efisien pada kondisi lahan sawah dengan ketersediaan air yang cukup. Dengan nilai efisiensi sebesar itu, menunjukkan