Sintesis Fungsi Produksi ANALISIS FUNGSI PRODUKSI

VII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

Jika fungsi produksi ditentukan oleh penggunaan input-inputnya maka fungsi inefisiensi ditentukan oleh faktor lain selain input. Variabel yang diduga mempengaruhi inefisiensi sebagai aspek managerial input dalam penelitian ini yaitu variabel individu petani umur dan pendidikan, variabel karakteristik usahatani status lahan, variabel karakteristik input mutu benih, variabel teknik budidaya pengolahan lahan dan pola tanam, karakterstik kelembagaan akses ke lembaga keuangan formal dan keaktifan dalam kelompok tani serta karaktersitik kinerja usahatani penerimaan total rumahtangga. Output fungsi inefisiensi ini merupakan hasil simultan yang diolah bersamaan dengan fungsi produksi karena inefisiensi merupakan error term dari fungsi produksi yang dimodelkan. Model yang digunakan yaitu Cobb-Douglas dengan metode MLE. Pendugaan dengan metode MLE Maximum Likelihood Estimation menghasilkan fungsi produksi yang dianggap fit karena memenuhi asumsi Cobb-Douglas baik di lima provinsi sentra, rata-rata Indonesia pool data, dan juga secara bechmark nasional dengan memperhatikan variasi antar provinsi. Seluruh nilai log likelihood dengan metode MLE lebih besar dari nilai log likelihood dengan metode OLS, nilai yang menunjukkan distribusi dari error term inefisiensi adalah cukup kecil, dan nilai yang mendekati 1 yang menunjukkan bahwa error term hanya berasal dari akibat inefisiensi dan bukan berasal dari noise . Adapun rincian output stochastic frontier selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4. 7.1.Fungsi Inefisiensi Teknis Usahatani Padi di Sumatera Utara Fungsi inefisiensi dapat dilihat pada Tabel 56. Nilai mean technical efficiency yang dicapai yaitu sebesar 0.8363 atau 83.63 persen sehingga masih terdapat ruang untuk meningkatkan efisiensi pada teknologi yang sama sebesar 16.37 persen melalui pembenahan faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi efisiensi. Nilai mean efficiency ini dikaregorikan telah efisien. Tabel 56. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Inefficiency Function di Sumatera Utara Dengan Metode MLE. Variabel coefficient t-ratio delta 0 -0.9158 -0.9703 umur tahun 0.0108 0.6574 pendidikan tahun -0.0012 -0.0485 status lahan -0.7577 -2.2984 mutu benih -0.1174 -0.4715 pengolahan lahan 0.8726 1.0976 akses lembaga keuangan 0.1286 0.7522 keaktifan kelompok tani -0.0504 -0.2021 penerimaan rumahtangga Rp - 0.0001 -1.8801 pola tanam - 1 mean TE 0.8363 Keterangan : nyata pada taraf α=5 Dari sembilan variabel yang diduga mempengaruhi inefisiensi teknis usahatani padi di Sumatera Utara, terdapat tiga variabel yang signifikan berpengaruh nyata terhadap inefisiensi, yaitu status lahan signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada taraf α= 5 dengan parameter estimates negatif - 0.7577, pengolahan lahan signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada taraf α= 15 dengan parameter estimates positif +0.8726, dan penerimaan total rumahtangga signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada taraf α=5 dengan parameter estimates negatif -0.0000000104. Sementara enam variabel lainnya tidak signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi, walaupun lima dari enam variabel tersebut tanda dari parameter estimates sesuai dengan hipotesis yaitu umur, pendidikan, mutu benih, keaktifan dalam kelompok tani, dan pola tanam. Jika dilihat dari status lahan, maka variabel ini signifikan berpengaruh nyata terhadap inefisiensi dengan tanda parameter negatif yang artinya status lahan „pemilik‟ akan menurunkan inefisiensi dibandingkan status lahan non pemilik, atau dengan kata lain kepemilikan lahan akan meningkatkan efisiensi usahatani padi. Hal ini wajar terjadi di Sumatera Utara untuk petani padi karena dengan kepemilikan lahan yang digarap, terdapat sense of belonging sehingga petani akan memanfaatkan lahan tersebut sebaik-baiknya dan menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi. Terlebih usahatani padi adalah matapencaharian utama bagi petani responden di Sumatera Utara. Penggunaan input diupayakan secara optimal untuk menghasilkan produksi yang maksimal. Implikasinya adalah perlunya kebijakan pemerintah untuk memberikan kesempatan serta memfasilitasi petani dalam pembelian lahan untuk padi. Pemerintah dapat pula menata kembali tata guna lahan serta inventarisasi kepemilikan lahan termasuk lahan absentee demi kepentingan petani kecil. Selama ini orientasi pemerintah Sumatera Utara lebih kepada tanaman non padi palawija, hortikultura dan perkebunan sehingga mengesampingkan padi. Kesempatan ekspansi dan peruntukan lahan perkebunan lebih diizinkan daripada untuk kepentingan usahatani padi, bahkan lahan padi banyak yang dikonversi ke sawit karena insentif return to land sebagai dampak warisan atau jual beli. Kepemilikan lahan padi petani semakin mengecil sehingga semakin tidak efisien. Kebutuhan ekspansi lahan yang didukung input lain secara optimal selain dapat meningkatkan produksi juga dapat meningkatkan efisiensi. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 14. yang menghubungkan luas lahan dengan indeks efisiensi dimana semakin luas lahan maka akan semakin efisien. Gambar 14. Hubungan Antara Luas Lahan Dengan Indeks Efisiensi Teknis di Sumatera Utara Jika dilihat dari sebaran petani responden Tabel 57 maka petani yang efisien sebagian besar adalah petani pemilik lahan. Dari 75 petani yang efisien nilai efisiensi ≥0.8 sebanyak 69 petani 93 persen adalah petani pemilik lahan sedangkan dari sebagian besar 23 orang petani yang kurang efisien 0.6≤x0.8 sebanyak 13 petani 57 persen adalah petani yang bukan pemilik lahan. - 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 - 0,200 0,400 0,600 0,800 1,000 1,200 T e ch n ica l e ff ici e n cy Lahan ha Technical efficiency Linear Technical efficiency Tabel 57. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani Padi dan Status Lahan Garapan Petani Padi di Sumatera Utara. Tingkat Efisiensi status lahan 1=pemilik 0=bukan pemilik total 0.2 1 100.00 - - 1 100 0.2≤x0.4 - - - 0.4≤x0.6 1 100.00 - - 1 100 0.6≤x0.8 10 43.48 13 57 23 100 ≥0.8 69 92.00 6 8 75 100 total 81 81.00 19 19 100 100 Variabel pengolahan lahan signifikan berpengaruh terhadap efisiensi teknis dengan tanda positif yang artinya mekanisasi dengan traktor tidak membuat efisien. Oleh karena lahan garapan yang sempit dan variasi aktivitas teknik budidaya, maka usahatani padi di Sumatera Utara lebih efisien dilakukan secara labor intensif. Kualitas pengolahan lahan oleh tenaga manusia dan bajak dianggap tidak kalah dengan traktor sehingga sejalan dengan fungsi produksi bahwa penambahan tenaga kerja dapat meningkatkan produksi. Dari sebaran petani responden Tabel 58 dapat dilihat terdapat 25 petani yang menggunakan traktor namun tidak efisien nilai efisiensi 0.8 dan seluruh petani yang tidak menggunakan traktor 4 petani ternyata efisiensinya lebih tinggi 0.8. Tabel 58. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani Padi dan Pengolahan Lahan di Sumatera Utara. Tingkat Efisiensi Pengolahan Lahan 1=Traktor 0=Lainnya total 0.2 1 100.00 - - 1 100 0.2≤x0.4 - - - 0.4≤x0.6 1 100.00 - - 1 100 0.6≤x0.8 23 100.00 - - 23 100 ≥0.8 71 94.67 4 5 75 100 total 96 96.00 4 4 100 100 Implikasinya adalah perlunya teknik pengolahan lahan yang labor intensif dan disesuaikan dengan kondisi lahan padi yang sempit. Misalkan pemilihan jenis traktor kecil.