Penggunaan Input dalam Usahatani

tenaga kerja dalam keluarga sebanyak 35.64 HOKha dan tenaga kerja luar keluarga sebanyak 19.12 HOKha Tabel 15 . Penggunaan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat ini adalah paling hemat dibandingkan provinsi lainnya terutama dibandingkan Jawa Tengah sebanyak 114.80 HOKha. Hal ini karena usahatani di Jawa Barat relatif capital intensif seperti dalam pengolahan lahan, pemupukan, penyemprotan dan pemanenan. Oleh karena kondisi lahan cenderung satu hamparan Kabupaten Karawang, Subang, dan Indramayu maka pengolahan lahan menjadi lebih cepat dengan menggunakan traktor. Selain penghematan tenaga kerja secara fisik karena paling sedikit 54.76 HOKha juga secara nilai karena menggunakan tenaga kerja dalam keluarga lebih banyak dari tenaga luar keluarga yang harus dibayar. Tabel 15. Sebaran Responden Per Provinsi Berdasarkan Penggunaan Input. Variabel Sumatera Utara Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Sulawesi Selatan Lahan ha 0.38 0.75 0.30 0.33 0.49 Tenaga Luar Keluarga HOK per ha 65.05 19.12 64.77 56.73 41.78 Tenaga Dalam Keluarga HOK per ha 5.24 35.64 50.07 22.91 13.96 Tenaga Kerja Total HOK per ha 70.29 54.76 114.80 79.61 55.73 Benih kg per ha 64.34 24.05 46.77 49.91 61.43 Urea kg per ha 197.13 251.57 265.53 326.76 280.43 ZA kg per ha 132.50 10.32 56.70 63.15 18.02 SP36 kg per ha 52.63 117.96 151.73 71.76 55.80 NPK kg per ha 96.00 107.75 106.70 89.12 66.18 KCL kg per ha 10.37 0.51 6.03 9.82 12.29 Pupuk organik kg per ha 20.79 - 31.87 37.15 - Pupuk cair Rp per ha 789.47 - 1,120.87 37,448.15 22,640.31 Obat-Obatan Rp per ha 607,381.58 635,620.51 551,162.97 453,700.15 321,279.76 Benih merupakan input yang sangat penting karena dengan benih yang unggul dapat menghasilkan produksi yang tinggi secara kuantitas dan juga kualitas sehingga penggunaannya diharapkan optimal. Jika dibandingkan dengan rekomendasi dari Badan Litbang Pertanian yang telah disempurnakan bahwa benih padi per ha yang digunakan adalah 25 kgha, maka sebagian besar penggunaan benih padi di provinsi sentra terlalu berlebihan lebih dari 40 kgha terutama provinsi di luar Jawa Sumatera Utara sebanyak 64.34 kgha dan Sulawesi Selatan 61.43 kgha. Hanya petani di provinsi Jawa Barat yang menggunakan benih mendekati rekomendasi 24.05 kgha. Pupuk yang paling penting dalam budidaya padi adalah urea. Jika dibandingkan dengan rekomendasi dari Badan Litbang Pertanian 2007 bahwa urea yang dianjurkan adalah 200 kgha, TSP atau SP36=100 kgha, dan KCl=75 kgha, atau jika menggunakan NPK yaitu urea 100 kgha dan NPK atau Ponska= 300 kgha, maka dosis yang diterapkan oleh hampir seluruh petani padi di Indonesia adalah berlebihan. Hal ini akan berdampak pada kondisi tanaman padi yang keracunan sehingga menurunkan produksi. Pupuk ZA diberikan sebagai tambahan kebutuhan unsur nitrogen seperti urea. ZA sebenarnya tidak diperlukan jika pemberian urea sesuai rekomendasi karena zat aktif pada kedua jenis pupuk tersebut sama yaitu nitrogen N 2 O 5 . Namun banyak petani yang merasa belum puas jika tidak menggunakan urea dalam jumlah banyak dan dilengkapi juga dengan ZA untuk kebutuhan hara nitrogen. Kombinasi penggunaan pupuk urea dan ZA di setiap provinsi berbeda- beda dimana penggunaan ZA di Sumatera Utara paling banyak dibandingkan provinsi lain 132.5 kgha, sedangkan Jawa Barat paling sedikit 10.32 kgha. Penggunaan pupuk TSP atau SP36 sebagai sumber phosphor sangat diperlukan untuk melengkapi kebutuhan hara tanaman. Namun beberapa provinsi seperti Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan Jawa Timur menggunakan pupuk yang masih dibawah standar rekomendasi Badan Litbang Pertanian yaitu 100 kgha. Di ketiga provinsi ini, petani menggunakan TSP kurang dari 100 kgha. Kecuali di Jawa Barat, penggunaan TSP relatif sesuai dengan rekomendasi 117.96 kgha. Di Jawa Tengah terjadi pemberian pupuk yang lebih tinggi dari standar 151.73 kgha yang akan berdampak pada kondisi keracunan tanaman. Penggunaan pupuk KCl sebagai sumber Kalium masih sangat rendah terutama di Jawa Barat. Dengan standar rekomendasi 75 kg KClha maka di seluruh provinsi masih kekurangan KCl. Penggunaan KCl yang minim ini disebabkan karena harganya yang relatif mahal dan adanya persepsi petani bahwa pupuk untuk padi yang utama dan mutlak adalah urea sehingga dengan penggunaan yang semakin banyak akan meningkatkan produksi. Selain itu karena adanya subsidi maka pupuk urea harganya lebih murah. Sementara terhadap pupuk KCL petani menganggap hanya sebagai pupuk tambahan yang tidak wajib sehingga penggunaannya diabaikan terlebih jika harganya mahal. Penggunaan pupuk NPK sebagai sumber Nitrogen, Phospor dan Kalium masih rendah penggunaannya jika kombinasi yang digunakan adalah urea dan NPK rekomendasi 100 kg ureaha plus 300 kg NPKha. Penggunaan NPK oleh petani dianggap sebagai pengganti KCl rekomendasi 75 kgha sehingga tidak digunakan dosis 300 kg NPKha. Jika NPK sebagai pengganti KCl dengan dosis rekomendasi 75 kgha maka penggunaan NPK dianggap berlebihan, kecuali di provinsi Sulawesi Selatan masih kurang 66.18 kgha. Pupuk organik berguna untuk mengembalikan tanah menjadi gembur. Pupuk ini diperlukan terutama saat tanah telah mengeras atau sakit karena pupuk kimia dengan dosis berlebihan dan kontinyu. Namun sangat jarang petani yang menggunakan pupuk organic karena selain mahal dan langka, juga karena kebutuhannya yang sangat banyak voluminous sehingga meningkatkan biaya transportasi. Bahkan petani di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan tidak menggunakan pupuk organic samasekali. Hal ini berdampak lahan menjadi keras dan keracunan dan menurunkan produksi. Menurut IRRI 2009 di negara produsen padi telah terjadi penurunan produktivitas lahan yang disebabkan oeh ketidakseimbangan hara keracunan dan menurunnya kandungan organic tanah. Pupuk cair sebagai suplemen pada tanaman padi sebenarnya bukan hal utama, sehingga pengeluaran pupuk cair sangatlah rendah. Bahkan di Jawa Barat tidak menggunakan samasekali. Penyemprotan hama dan penyakit tanaman padi merupakan kegiatan penting mengingat beragamnya jenis hama dan penyakit, frekuensi serangan yang meningkat, tingkat serangan yang semakin intensif, dan daya resistensi yang tinggi terhadap obat-obatan. Untuk itu petani melakukan penyemprotan dengan dosis tinggi dan frekuensi yang semakin sering. Dari lima provinsi, pengeluaran obat-obatan di Jawa Barat adalah terbesar Rp 635 620ha. Hal ini karena frekuensi yang sering dengan dosis yang tinggi.

5.4. Teknik Budidaya Padi

Jenis lahan yang digunakan petani di seluruh provinsi adalah lahan sawah beririgasi Tabel 16. Hal ini karena padi membutuhkan pengelolaan air yang baik dibandingkan tanaman lain. Selain itu kelima provinsi ini adalah sentra produsen padi dimana jaringan irigasinya relatif tersedia dibanding provinsi lain. Tabel 16. Sebaran Responden Berdasarkan Jenis Lahan Sawah. Provinsi Jenis Lahan Sawah 1=irigasi 0=non irigasi total Sumatera Utara 100 100.00 - - 100 Jawa Barat - 97.69 - 2 130 Jawa Tengah - 100.00 - - 171 Jawa Timur 95 100.00 - - 95 Sulawesi Selatan 93 96.88 3 3 96 Indonesia - 98.99 - 1 592 Kebutuhan air untuk persawahan bagi sebagian besar petani responden bersumber dari irigasi teknis 76.52 persen Tabel 17. Jika dilihat per provinsi, lebih dari 70 persen petani di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan menggunakan irigasi teknis sebagai sumber air bagi persawahan mereka. Hal ini didukung oleh ketersediaan irigasi teknis di provinsi tersebut. Kecuali di Sumatera Utara, sebagian 42 persen petani memperoleh sumber air bukan dari irigasi teknis. Tabel 17. Sebaran Responden Berdasarkan Jenis Irigasi Tahun 2010. Provinsi Jenis Irigasi 1=Teknis 0=Lainnya total Sumatera Utara 58 58.00 42 42 100 Jawa Barat 112 86.15 18 14 130 Jawa Tengah 141 82.46 30 18 171 Jawa Timur 68 71.58 27 28 95 Sulawesi Selatan 74 77.08 22 23 96 Indonesia 453 76.52 139 23 592 Irigasi sebagai sumber air bagi lahan petani sangat penting dijaga agar tidak cepat rusak. Perawatan irigasi memang mahal karena banyak infrastruktur irigasi telah berumur tua. Kondisi irigasi yang rusak akan berdampak pada