Fungsi Produksi Padi di Sulawesi Selatan

inovasi benih yang tahan terhadap rendaman air dan rebahan angin saat musim hujan. Selain itu perbaikan irigasi juga dapat membantu kelebihan air saat musim hujan.

6.6. Fungsi Produksi Padi di Indonesia

Model fungsi produksi padi Indonesia pool data yang dapat dilihat pada Tabel 52 dianggap telah fit karena memenuhi asumsi Cobb-Douglas. Parameter setiap variabel adalah lebih dari nol, tidak terjadi pelanggaran asumsi terutama tidak terjadi multicollinearity VIF10, nilai R 2 yang besar 90.75 persen, dan Return to scale yang dihasilkan mendekati satu 1.12. Sama halnya dengan total koefisien fungsi produksi dengan metode OLS, menghasilkan angka 1.15 yang berarti Constant Return To Scale. Pendugaan dengan metode MLE Maximum Likelihood Estimation juga dianggap fit karena memenuhi asumsi Cobb-Douglas. Nilai log likelihood dengan metode MLE +58.8787 adalah lebih besar dari nilai log likelihood dengan metode OLS -3.71621. Nilai cukup kecil 0.74 dan nilai parameter yang mendekati 1 yaitu 0.97. Tabel 52. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Production Function Rata-Rata di Indonesia Dengan Metode MLE. Variable coefficient t-ratio VIF beta 0 8.3724 93.4784 - lahan ha 0.9851 50.3945 2.7277 benih kg 0.0716 3.8075 2.3382 tenaga kerja HOK 0.0476 3.8524 1.0974 urea kg 0.0083 1.3861 1.2564 KCL kg 0.0060 2.1785 1.0393 Dmusim 0.0327 2.0428 1.0049 R 2 0.9075 CRTS 1.1201 sigma-squared 2 0.7419 3.6096 Gamma 0.9716 114.2349 log LF MLE 58.8787 log LF OLS 3.7162 Keterangan : nyata pada taraf α=10, nyata pada taraf α=5 Tabel 52 merupakan hasil pendugaan fungsi produksi dengan metode MLE yang menghasilkan koefisien seluruh variabel yang positif dan tidak ada pelanggaran asumsi. Variabel lahan signifikan terhadap produksi pada taraf α=5. Parameter estimates lahan bernilai paling besar +0.985 dibandingkan dengan variabel lain. Produksi dikatakan paling responsif terhadap lahan dibandingkan terhadap input lainnya. Dengan kondisi lahan garapan rata-rata 0.3 ha maka masih diperlukan adanya perluasan lahan untuk usahatani padi di Indonesia. Seluruh variabel input yang diduga termasuk lahan, ternyata signifikan berpengaruh terhadap produksi yaitu benih signifikan pada taraf α=5 persen dengan parameter positif 0.0716, tenaga kerja signifikan berpengaruh terhadap produksi pada taraf α=5 persen dengan parameter positif +0.0477, pupuk urea signifikan berpengaruh terhadap produksi pada taraf α=10 persen dengan parameter positif +0.0829, dan pupuk KCl signifikan berpengaruh terhadap produksi pada taraf α=5 persen dengan parameter positif +0.00595. Keempat input ini masih perlu ditingkatkan penggunaannya untuk meningkatkan produksi walaupun dengan elastisitas produksi yang lebih kecil dari variabel lahan. Implikasinya adalah perlunya dukungan empat macam input ini dengan harga yang terjangkau, terutama harga benih unggul dan harga pupuk KCl. Variabel musim signifikan berpengaruh terhadap produksi dengan parameter positif +0.03265 dan taraf α=5 yang artinya peluang produksi lebih tinggi pada saat musim hujan daripada musim kemarau. Hal ini mengindikasikan bahwa secara rata-rata di Indonesia, untuk meningkatkan produksi padi selain kebutuhan perluasan lahan juga ketersediaan air yang optimal sangat diperlukan. Kondisi jaringan irigasi yang rusak membuat ketersediaan air saat musim kemarau menjadi sangat terbatas sehingga mempengaruhi produksi. Sementara saat musim hujan produksi lebih baik karena tanaman tidak kekurangan air. Implikasinya adalah perlunya perbaikan jaringan irigasi sehingga kebutuhan air untuk tanaman padi tersedia secara optimal baik saat musim kemarau juga saat musim hujan. Selain itu juga perlu adanya inovasi benih unggul yang tahan terhadap kekeringan. Petani perlu didukung dalam hal perluasan lahan garapan, peningkatan penggunaan benih, pupuk urea, pupuk KCl, dan tenaga kerja. Jika perluasan lahan sawah terutama di Jawa semakin sulit karena permasalahan konversi maka dapat dilakukan ekspansi keluar Jawa dan atau memanfaatkan potensi lahan kering. Pada Tabel 53 ditunjukkan bahwa terdapat lebih dari 7 juta hektar lahan kering di Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk tanaman semusim yang tersebar di berbagai daerah. Selain itu pemerintah pusat dapat mengkonversi ulang lahan-lahan non padi menjadi padi dan meningkatkan IP padi menjadi 2-3 kali tanam padi dalam setahun. Tabel 53.Luas Lahan Kering ha Yang Tersedia Untuk Perluasan Areal Pertanian. Pulau Lahan Kering Tanaman Semusim Lahan Kering Tanaman Tahunan Total Sumatera 1 311 776 3 226 785 4 538 561 Jawa 40 544 158 953 199 497 Bali dan Nusa Tenggara 137 659 610 165 747 824 Kalimantan 363 9403 7 272 049 10 911 452 Sulawesi 215 452 601 180 816 632 Maluku dan Papua 1 738 978 3 440 973 5 179 951 Indonesia 7 083 812 15 310 105 22 393 917 Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2007 Dukungan input lain perlu terus diupayakan penyediaannya dengan harga terjangkau agar petani memperoleh input yang optimal dalam kuantitas, kualitas, kontinuitas, waktu, dan harga. Selama ini dukungan pupuk lebih terkonsentrasi pada urea, padahal pupuk KCl pun dibutuhkan dalam jumlah yang cukup. Kurangnya penggunaan KCL dikarenakan harga yang mahal dan distribusi yang tidak merata. Dukungan benih perlu diupayakan dalam hal terobosan benih unggul yang produktif dan adaptif terhadap musim dan cuaca serta adaptif terhadap lahan kering. Pemerintah dapat melakukan promosi misalkan melalui PPL untuk membina generasi muda keluarga petani agar mencintai pertanian. Dengan demikian regenerasi usahatani padi dapat dilanjutkan dan penambahan tenaga kerja dalam keluarga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi. Oleh karena produksi padi dipengaruhi oleh musim yang terkait dengan iklim dimana pada saat ini perubahan iklim dan cuaca sulit diprediksi, maka pemerintah perlu mengupayakan rehabilitasi jaringan irigasi untuk pemenuhan kebutuhan air bagi tanaman padi, terutama saat musim kemarau. Hal ini dirasakan mendesak oleh karena kondisi waduk utama di beberapa provinsi sentra dalam keadaan rusak.