Fungsi Produksi Padi di Jawa Barat

log likelihood dengan metode OLS -36.6316. Nilai cukup kecil 0.57 dan nilai parameter yang mendekati 1 yaitu 0.95. Tabel 49 merupakan hasil pendugaan fungsi produksi dengan metode MLE yang menghasilkan koefisien seluruh variabel yang positif dan tidak ada pelanggaran asumsi. Variabel lahan signifi kan terhadap produksi pada taraf α=5. Parameter estimates lahan bernilai paling besar +0.9398 dibandingkan dengan variabel lain. Produksi dikatakan paling responsif terhadap lahan dibandingkan terhadap input lainnya. Dengan kondisi lahan garapan yang sempit 0.29 ha maka masih diperlukan adanya perluasan lahan. Tabel 49. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Production Function di Jawa Tengah Dengan Metode MLE. variabel coefficient t-ratio VIF beta 0 7.8962 28.7552 - lahan ha 0.9398 16.5569 3.7040 benih kg 0.1316 2.2521 2.9919 tenaga kerja HOK 0.0860 1.4208 1.7741 urea kg 0.0603 1.3845 3.1310 KCL kg 0.0160 2.1815 1.0242 dmusim 0.0690 1.8553 1.0217 R 2 0.8471 CRTS 1.2338 sigma-squared 2 0.5787 1.5550 Gamma 0.9545 8.7770 log LF MLE 10.7574 log LF OLS 36.6316 Keterangan : nyata pada taraf α=10, nyata pada taraf α=5 Seluruh variabel input yang diduga termasuk lahan, ternyata signifikan berpengaruh terhadap produksi yaitu benih signifikan pada taraf α=5 persen dengan parameter positif 0.1316, tenaga kerja signifikan berpengaruh terhadap produksi pada taraf α=10 persen dengan parameter positif +0.086, pupuk urea signifikan berpengaruh terhadap produksi pada taraf α=10 persen dengan parameter positif +0.060, dan pupuk KCl signifikan berpengaruh terhadap produksi pada taraf α=5 persen dengan parameter positif +0.016. Keempat input ini masih perlu ditingkatkan penggunaannya untuk meningkatkan produksi walaupun dengan elastisitas produksi yang lebih kecil dari variabel lahan. Implikasinya adalah perlunya dukungan empat macam input ini dengan harga yang terjangkau, terutama harga benih unggul dan harga pupuk KCl. Variabel lain musim signifikan berpengaruh terhadap produksi dengan parameter positif +0.069 dan taraf α=5 yang artinya peluang produksi lebih tinggi pada saat musim hujan daripada musim kemarau. Hal ini mengindikasikan bahwa di Jawa Tengah selain kebutuhan perluasan lahan juga ketersediaan air yang optimal sangat diperlukan. Kondisi jaringan irigasi yang rusak membuat ketersediaan air saat musim kemarau menjadi sangat terbatas sehingga mempengaruhi produksi padi. Sementara saat musim hujan produksi lebih baik karena tanaman tidak kekurangan air dan juga tidak kelebihan air. Implikasinya adalah perlunya perbaikan jaringan irigasi di Jawa Tengah sehingga kebutuhan air untuk tanaman padi tersedia secara optimal baik saat musim kemarau juga saat musim hujan. Selain itu juga perlu adanya inovasi benih unggul yang tahan terhadap kekeringan.

6.4. Fungsi Produksi Padi di Jawa Timur

Model fungsi produksi padi di Jawa Timur yang dapat dilihat pada Tabel 50 dianggap telah fit karena memenuhi asumsi Cobb-Douglas. Parameter setiap variabel adalah lebih dari nol, tidak terjadi pelanggaran asumsi terutama tidak terjadi multicollinearity VIF10, nilai R 2 yang besar 96.79 persen, dan Return to scale yang dihasilkan mendekati satu 1.31. Sama halnya dengan total koefisien fungsi produksi dengan metode OLS, menghasilkan angka 1.24 yang berarti Constant Return To Scale. Pendugaan dengan metode MLE Maximum Likelihood Estimation juga dianggap fit karena memenuhi asumsi Cobb-Douglas. Nilai log likelihood dengan metode MLE +82.9334 adalah lebih besar dari nilai log likelihood dengan metode OLS +62.6417. Nilai cukup kecil 0.0284 dan nilai parameter yang mendekati 1 yaitu 0.9999. Tabel 48 merupakan hasil pendugaan fungsi produksi dengan metode MLE yang menghasilkan koefisien seluruh variabel yang positif dan tidak ada pelanggaran asumsi.