Pengaruh Infrastruktur Antar Wilayah Terhadap Efisiensi Usahatani

membedakan wilayah menjadi agroekosistem yang berbeda. Sedangkan fasilitas jalan, jembatan, pasar, pom bensin, listrik, telepon, internet, dan bahan bakar gas merupakan prasarana atau infrastruktur yang dapat memperlancar pengelolaan usahatani. Dengan demikian perbedaan kondisi prasarana atau infrastruktur antar wilayah dapat membedakan efisiensi usahatani. Pernyataan ini didukung oleh penelitian Chavas dan Aliber 1993 pada petani antar kabupaten di Wisconsin dengan pendekatan non-parametrik. Penulis menyimpulkan bahwa antar kabupaten, rata-rata efisiensi teknis bervariasi antara 0.85-1.00, efisensi alokasi antara 0.76-0.95, efisiensi ekonomi antara 0.65-0.95, efisiensi skala antara 0.87- 0.94 dan efisiensi scope antara 1.36-1.74. Kesimpulannya bahwa wilayah dengan infrastruktur lebih baik menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi. Battese, et al. 1996 mengukur model produksi frontier stokastik untuk menyelidiki inefisiensi teknis dan faktor-faktor penentu efisiensi petani gandum di empat kabupaten di Pakistan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi teknis petani gandum beragam antar kabupaten dengan perbedaan infrastruktur. Temuan Fan 2000 menganalisis dampak peningkatan efisiensi terhadap pertumbuhan setelah adanya reformasi pedesaan di Cina. Tingginya variasi efisiensi alokasi antar wilayah, menunjukkan perlunya meningkatkan produksi padi dengan cara menurunkan perbedaan antar wilayah termasuk infrastruktur sehingga tercapai target pertumbuhan. Penelitian Rahman 2002 melihat profit efisiensi usahatani padi modern di Bangladesh pada 829 petani di tiga wilayah agroecological yang berbeda dengan alat stochastic profit frontier dan model dampak inefisiensi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa efisiensi profit baru mencapai 0.64 sehingga masih ada 36 persen kerugian yang disebabkan oleh kombinasi dari efisiensi teknik dan efisiensi alokasi. Penyebab utamanya yaitu faktor infrastruktur, penyuluhan, sistem sewa, dan pangsa pendapatan non pertanian. Infrastruktur berbeda antara perdesaan dan perkotaan. Perkotaan relatif lebih maju dari perdesaan. Penelitian Ajibefun, et al. 2006 mengestimasi efisiensi teknis petani kecil di pedesaan dan perkotaan Nigeria dengan menggunakan fungsi produksi frontier stokastik. Efisiensi teknis rata-rata petani pedesaan ternyata lebih tinggi 0.69 dari perkotaan 0.58. Hal ini terjadi karena walaupun infrastruktur di perkotaan lebih baik, namun jika kondisi input seperti luas lahan, kesuburan lahan, iklim, tenaga kerja, benih, pupuk, dan input lainnya tidak optimal maka efisiensinya menjadi lebih rendah dari perdesaan.

2.5. Pengaruh Pendidikan Terhadap Efisiensi Usahatani

Pendidikan petani merupakan variabel penting dalam efisiensi usahatani. Peningkatan pendidikan formal maupun non formal dapat meningkatkan kualitas pengelolaan karena peningkatan pengetahuan, wawasan, keterampilan, sikap positif, logis dalam berpikir, adaptif, inisiatif, lebih risk taker, serta ingin mencoba sesuatu yang baru. Banyak peneliti yang mendukung bahwa peningkatan kualitas SDM dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas seperti Belbase dan Grabowski 1985 di Nepal, Ali dan Flinn 1989, Azhar 1991 di Pakistan menyimpulkan bahwa pendidikan yang lebih dari pendidikan dasar meningkatkan produktivitas pertanian untuk gandum sebesar 9.5 persen dan meningkatkan produktivitas pertanian padi sebesar 20 persen, Pinheiro 1992 di Republik Dominica, Parikh dan Shah 1994 di Provinsi North West Frontier Pakistan, Xu dan Jeffery 1995 di Cina, Battese dan Coelli 1995 pada petani padi di India. Battese dan Coelli menggunakan data panel selama 10 tahun, Battese, et al. 1996 pada petani gandum di empat kabupaten di Pakistan, Sharif dan Dar 1996 di Bangladesh, Huang and Kalijaran 1997, Barki dan Shah 1998, Ahmad, et al. 2002, Hassan 2004, Ogunayinka dan Ajibefun 2004 di kalangan petani yang berpartisipasi dalam program Pembangunan Nasional Pekerjaan NDE di Nigeria, Bashir dan Khan 2005 di Provinsi North West Frontier Pakistan, Myint dan Kyi 2005, Amaza dan Maurice 2005 pada usahatani padi di Nigeria, Ajibefun, et al. 2006, dan Bakksh 2007 di Punjab. Kesemuanya berpendapat bahwa peningkatan pendidikan dapat meningkatkan efisiensi. Pendidikan dapat diperoleh secara internal di rumahtangga atau secara ekstenal. Asadullah dan Rachman 2005 menganalisis peran pendidikan terhadap produksi padi di Bangladesh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan internal dalam rumahtangga dapat menurunkan inefisiensi secara signifikan sehingga akhirnya dapat meningkatkan produktivitas dan mendorong produksi. Hanya Kalirajan dan Shand 1985 yang berpendapat bahwa pendidikan tidak signifikan dalam menjelaskan perbedaan antara hasil maksimal dengan hasil aktual. Namun, menurut mereka pendidikan non-formal, yang didefinisikan sebagai pemahaman teknologi saat ini, memiliki peran positif yang signifikan terhadap produktivitas. Penelitiannnya menggunakan model produksi frontier Cobb-Douglas dengan prosedur maksimum likelihood ML terhadap 91 petani padi Kabupaten Coimbatore Tamil Nado di India.

2.6. Pengaruh Lembaga Pendukung Terhadap Efisiensi Usahatani

Lembaga pendukung dalam sistem agribisnis seperti lembaga keuangan baik bank dan non bank, formal maupun non formal, lembaga pemasaran, penyedia input dan mesin, lembaga penyuluhan, lembaga riset, koperasi, dan kelompok tani, sangat dibutuhkan baik oleh subsistem hulu, hilir, maupun usahatani. Terlebih lembaga keuangan dan lembaga penyuluhan karena kedekatan serta akses ke lembaga ini akan meningkatkan efisiensi usahatani. Penelitian terdahulu banyak yang mendukung pernyataan ini seperti Auama, et al. 2006 di Kenya, Parikh dan Shah 1994 di Provinsi North West Pakistan, Ali dan Flinn 1989 pada kalangan petani padi basmati Pakistan, Helfand 2003 di Barat Tengah Brazil, Bakksh 2007 di Punjab, penelitian Coelli, et al. 2002, Hassan 2004, Hussain 1995, Bozoglu dan Ceyhan 2006 pada produsen sayuran di Turki, Hussain 1999, Ali 1997, Ahmad, et al. 2002, Idiong 2007. Sementara hanya penelitian Iqbal 1997 yang menolak bahwa kredit berpengaruh positif terhadap efisiensi teknis petani tebu di Pakistan. Hal ini terjadi karena kredit tersebut tidak digunakan secara produktif namun untuk konsumsi. Implikasinya yaitu perlunya pengawasan kredit usahatani agar digunakan sebagaimana mestinya. Adanya inefisiensi teknis juga meningkatkan biaya usahatani. Hal ini terjadi karena alokasi input tidak sesuai dengan yang dibutuhkan. Penelitian Ali dan Chaudhry 1990 pada 220 petani di empat kabupaten irigasi Provinsi Punjab Pakistan menyimpulkan bahwa inefisiensi teknis menyebabkan hilangnya 40-50 persen pendapatan. Sedangkan penelitian Barki and Shah 1998 di lima pertanian irigasi Punjab, Pakistan menyimpulkan bahwa inefisiensi teknis dapat