Fungsi Produksi Padi di Indonesia
dapat dilakukan ekspansi keluar Jawa dan atau memanfaatkan potensi lahan kering. Pada Tabel 53 ditunjukkan bahwa terdapat lebih dari 7 juta hektar lahan
kering di Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk tanaman semusim yang tersebar di berbagai daerah. Selain itu pemerintah pusat dapat mengkonversi
ulang lahan-lahan non padi menjadi padi dan meningkatkan IP padi menjadi 2-3 kali tanam padi dalam setahun.
Tabel 53.Luas Lahan Kering ha Yang Tersedia Untuk Perluasan Areal Pertanian. Pulau
Lahan Kering Tanaman Semusim
Lahan Kering Tanaman Tahunan
Total
Sumatera
1 311 776 3 226 785
4 538 561
Jawa
40 544 158 953
199 497
Bali dan Nusa Tenggara
137 659 610 165
747 824
Kalimantan
363 9403 7 272 049
10 911 452
Sulawesi
215 452 601 180
816 632
Maluku dan Papua
1 738 978 3 440 973
5 179 951
Indonesia
7 083 812 15 310 105
22 393 917
Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2007 Dukungan input lain perlu terus diupayakan penyediaannya dengan harga
terjangkau agar petani memperoleh input yang optimal dalam kuantitas, kualitas, kontinuitas, waktu, dan harga. Selama ini dukungan pupuk lebih terkonsentrasi
pada urea, padahal pupuk KCl pun dibutuhkan dalam jumlah yang cukup. Kurangnya penggunaan KCL dikarenakan harga yang mahal dan distribusi yang
tidak merata. Dukungan benih perlu diupayakan dalam hal terobosan benih unggul yang produktif dan adaptif terhadap musim dan cuaca serta adaptif terhadap lahan
kering. Pemerintah dapat melakukan promosi misalkan melalui PPL untuk membina generasi muda keluarga petani agar mencintai pertanian. Dengan
demikian regenerasi usahatani padi dapat dilanjutkan dan penambahan tenaga kerja dalam keluarga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi. Oleh
karena produksi padi dipengaruhi oleh musim yang terkait dengan iklim dimana pada saat ini perubahan iklim dan cuaca sulit diprediksi, maka pemerintah perlu
mengupayakan rehabilitasi jaringan irigasi untuk pemenuhan kebutuhan air bagi tanaman padi, terutama saat musim kemarau. Hal ini dirasakan mendesak oleh
karena kondisi waduk utama di beberapa provinsi sentra dalam keadaan rusak.
Di Jawa Barat, kondisi 3 tiga waduk utama, yaitu Waduk Djuanda, Cirata dan Saguling berada dalam kondisi waspada. Di Jawa Tengah terdapat 4
empat waduk utama, yaitu Waduk Wonogiri, Kedungombo, Sempor dan Wadaslintang dan berada dalam kondisi normal. Waduk-waduk kecil lainnya
yaitu 27 dua puluh tujuh waduk dalam kondisi normal, 4 empat waduk Lalung, Kembangan, Brambang dan Rawapening dalam kondisi waspada, 2 dua waduk
Song Putri dan Parang Joho tidak ada data, dan waduk Londanwetan pada saat ini masih dalam tahap perbaikan. Di Jawa Timur, Waduk Wonorejo berada dalam
kondisi waspada. Sedangkan Waduk Sutami, Lahor, Selorejo dan Bening berada dalam kondisi normal. Untuk kondisi waduk-waduk kecil lainnya, 13 waduk kecil
di Jawa Timur berada dalam kondisi normal. Kondisi air di bawah standar terjadi di Wilayah Sungai Brantas, Lodoyo-Tulungagung, Jatimlerek dan Pintu Air
Mlirip. Di Sulawesi Selatan, waduk Bili-bili berada dalam kondisi normal, namun butuh perawatan.
Sebenarnya upaya ini sudah ada hanya saja belum terealisasi dengan baik. Tahun 2010 pemerintah sudah memperbaiki 1,5 juta ha prasarana irigasi yang
kondisinya agak rusak. Hal ini dilakukan mengingat sering terjadi bencana alam di berbagai wilayah di Indonesia. Selain itu juga ada penambahan irigasi baru
seluas 500 ribu ha sehingga dari semula yang 6,7 juta ha sekarang sudah menjadi 7,2 juta ha dalam kondisi yang cukup baik untuk menunjang program ketahanan
pangan. Tahun 2011 ini, pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp 1.1 triliun untuk perawatan irigasi, tapi tidak lebih besar dari alokasi pada tahun 2010, yaitu
sebesar Rp 1.8 triliun. Namun, dari total alokasi tahun 2010 itu, hingga akhir tahun 2011 hanya terserap Rp 720 miliar. Capaian pembangunan jaringan irigasi
hanya seluas 34 500 hektar dari target seluas sekitar 96 000 hektar, sedangkan rehabilitasi irigasi mencapai luas 147 000 hektar dari target seluas 293 000 hektar.
Alasan tidak tercapainya target tersebut adalah kondisi lahan yang kering dan curah hujan yang rendah, akibatnya pembangunan irigasi mengalami kendala.
Ditjen Pengairan, Kementerian PU, 2011. Jika pemerintah akan melepaskan kebijakan padi ke level provinsi maka,
kebijakan setiap provinsi akan berbeda-beda sesuai dengan kondisi masing- masing wilayah. Petani padi di Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan masih perlu
meningkatkan luas lahan garapan, menambah penggunaan benih, tenaga kerja, pupuk urea, dan pupuk KCl. Petani di Provinsi Sumatera Utara dan Jawa Timur
juga sama seperti di Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan hanya saja di Sumatera Utara dan Jawa Timur petani tidak memerlukan penambahan pupuk KCl karena
tidak signifikan terhadap produksi. Sementara itu petani padi di Provinsi Jawa Barat hanya membutuhkan perluasan lahan untuk meningkatkan produksinya
karena input yang lain tidak signifikan. Sebagai implikasi, untuk perluasan lahan pemerintah provinsi perlu
mendukung pencetakan sawah baru, pemanfaatan lahan kering, mengkonversi kembali lahan non padi menjadi padi terutama lahan beririgasi, dan meningkatkan
IP padi menjadi 2-3 kali tanam padi dalam setahun. Penambahan tenaga kerja dapat dilakukan dengan memanfaatkan tenaga kerja dalam keluarga. Pemerintah
provinsi perlu mengkampanyekan prospek pertanian terutama usahatani padi agar diminati sebagai lapangan usaha bagi masyarakat desa. Kampanye juga perlu
dikaitkan untuk menekan arus urbanisasi. Untuk dukungan input, dengan adanya otonomi pemerintah provinsi dapat leluasa menetapkan kebijakan harga pupuk
dan benih yang terjangkau petani serta mendistribusikannya dengan lebih cepat. Karena keputusan ada di level bawah pemerintah provinsi dapat memperbaiki
infrastruktur sendiri sehingga distribusi menjadi lebih cepat dan input produksi sampai ke petani dengan tepat jumlah dan tepat waktu.
Di Jawa Barat dan Jawa Tengah, oleh karena produksi padi dipengaruhi musim secara signifikan dimana saat musim hujan peluang produksi lebih tinggi
maka implikasinya pemerintah provinsi perlu merehabilitasi jaringan irigasi untuk menjaga ketersediaan air terutama saat musim kemarau. Sementara di Jawa
Timur dan Sulawesi Selatan, karena saat musim kemarau peluang produksi padi lebih tinggi maka implikasinya pemerintah provinsi perlu melakukan terobosan
benih unggul yang tahan terhadap rendaman air dan rebahan angin saat musim hujan. Selain itu perbaikan irigasi juga dapat membantu kelebihan air saat musim
hujan.