168
rekomendasi yang harus disampaikan kepada Gubernur. Tapi ternyata apa, nggak kunjung sampai surat rekomendasi itu. Contoh lagi, kasus di Way Mati register 44,
sampai batas waktunya habis tidak ada jawaban. Belum ada surat keterangan atau apa itu bisa atau tidak. Saya selaku wakil petani dituntut masyarakat. Tim 13 tahu
pembahasannya bahwa waktu itu diberi batas waktu untuk perusahaan agar meninggalkan tempat dan tidak aktif lagi. Ternyata tidak ada jawaban. Saya tidak
tahu ada apa antara Tim 13 dengan perusahaan. Karena kasus register 44 itu kan sudah sampai ke Menteri Kehutanan untuk pengembalian tanah adat. Sampai hari
ini tidak ada jawaban.
Dengan demikian, gerakan agraria selama ini nampak lebih sebagai luapan ungkapan ketidakpuasan kolektif petani dengan segenap pendukungnya secara
terorganisir terhadap keberlakuan sistem agraria dominan yang sudah kokoh. Perkembangan gerakan agraria semakin tidak menunjukkan dirinya sebagai
kekuatan penyeimbang dalam mengontrol konstruksi dan keberlakuan sistem agraria dominan yang masih antagonis tersebut. Gerakan-gerakan agraria tetap
saja tidak mampu menembus merubah sifat-sifat struktural sistem agraria dominan menjadi lebih responsif terhadap persoalan substantif petani.
275
GP, mantan aktivis gerakan petani di Lampung dan sekarang menjadi staf inti sebuah
LSM di Jakarta mengatakan:
Bukan hanya di Lampung, di tingkat nasional saja kawan-kawan pada mendekat pemerintah dan donor untuk mendapatkan kegiatan. Mereka terjebak semakin
“memoderasi” diri. Mereka bertemu sekali waktu untuk ikut bersuara, tetapi setelah itu kembali pada kesibukannya sendiri.
7.5. Desinstitusionalisasi Program Gerakan
Gerakan agraria pada akhir tahun 1990-an awal era reformasi dianggap sebagai gelombang gerakan kedua setelah gelombang gerakan agraria pertama
tahun 1960-an. Keduanya sama-sama menuntut dilaksanakan pembaruan agraria agrarian reform dan hasilnya juga sama-sama tidak mampu merubah
sistem agraria dominan yang responsif terhadap kepentingan petani. Gelombang gerakan agraria pertama ternyata bias kepentingan para elit organisasi tani dan
partai politik. Program landreform ini akhirnya kandas di tengah jalan, mengalami kemampatan karena pengeroposan dari dalam dan penyumbatan dari luar.
Gerakan-gerakan agraria dari bawah landreform by leverage akhirnya berhasil
275
Kesimpulan tersebut tidak mengabaikan telah terjadinya perubahan-perubahan struktur hubungan agraria pada tataran normatif, seperti telah disahkannya Tap MPR No. IXMPR2001 tentang reforma agrarian dan
Keppres Nomor 342003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan. Menurut kalangan aktivis kedua kebijakan tersebut saling terkait dan berpengaruh terhadap kekuatan sistem agraria dominan. Justru
keduanya ditengarai memiliki pengaruh negatif terhadap reforma agraria, yakni semakin berada pada kondisi ketidakpastian. Pertama, lahirnya Tap MPR tersebut menutup peluang penerapan UUPA 1960 secara
konsisten di satu sisi dan pada sisi lain membuka peluang perubahan atas UUPA 1960. Hal ini dibuktikan dengan keluarnya Keppres tersebut. Kedua, kelahiran Tap MPR itu telah membuka peluang yang semakin
besar bagi rejim neoliberal untuk mengarahkan kebijakan agraria yang selaras dengan kepentingannya
169
dilumpuhkan.
276
Bersama dengan berkuasanya Orde Baru maka program landreform menjadi terabaikan dan tidak terlembagakan.
Pada tahun 1990-an isu-isu landreform dibangkitkan kembali dalam kajian diskursus pembangunan. Pada masa ini isu landreform mengalami metamorfosis
beririsan dengan paradigma neoliberal, terkait dengan kelompok dominan dalam lingkaran akademisi dan praktisi kebijakan.
277
Berjalan seiring dengan kegagalan pembangunan Orde Baru, terjadi gelombang gerakan agraria kedua. Gelombang
gerakan agraria kedua ini juga mengalami bias kepentingan para elit aktornya. Dalam beberapa hasil studi disimpulkan bahwa gerakan tersebut menjadi relatif
stagnan, yakni tidak mampu menjadi struktur gerakan yang solid, menjadi wadah aspirasi dan partisipasi petani, dan menjadi kekuatan penekan dalam merubah
sistem agraria yang responsif terhadap kepentingan petani.
278
Dalam kasus di Lampung ditemukan bahwa meskipun aktivitas organisasi gerakan petani semakin masuk pada arus utama sistem agraria dominan, tetapi
program-program gerakan sesuai dengan klaim-klaim yang diperjuangkan belum terlembagakan sebagai bagian dari program utama pembangunan. Belum
muncul kemauan pemerintah yang kuat dan dengan jelas mengarah pada komitmennya untuk menuntaskan persoalan agraria pertanahan yang selama
ini bersinggungan dengan kepentingan komunitas lokal petani, apalagi memberdayakan mereka.
Arah perkembangan aktivitas organisasi gerakan petani cenderung masuk pada ruang konservatif dan bersifat akomodasionis.
279
Posisinya cenderung memelihara jalinan hubungan dengan pimpinan organisasi basis, dengan para
penyandang dana, dengan organisasi pendukung, semuanya diperlukan untuk keberlangsungan hidup organisasi gerakan petani. Tetapi perannya sebagai
pengimbang kekuatan negara dan swasta dalam struktur hubungan sosial agraria, sebagai kekuatan gerakan pemberdayaan masyarakat petani, dan
276
Gerakan agraria berhasil dilumpuhkan karena terjebak pada ideologi kelas yang dikembangkan oleh partai politik. Dari dalam petani menjadi instrumen mobilisasi aktif organisasi tani dan partai politik Kuntowijoyo.
1997. Esei-Esei Sejarah Radikalisasi Petani. Yogyakarta: Bentang Intervisi Utama. Pelaksanaan program landrefom juga gagal mengubah ketidakadilan agraria Soegijanto Padmo. 2000. Op.Cit.. Di balik kacaunya
demokrasi terpimpin 1960-1965 terjadi konflik antar elit yang upaya menggagalkan program landreform. Pada tataran interna-sional terjadi perebutan pengaruh antara negara-negara blok sosialis dan blok kapitalis
terhadap Indonesia.
277
Hanry Berstein, Terence J. Byress, Saturnimo M. Borras Jr., Cristobal Kay, dkk. 2008. Op.Cit, hal. 28.
278
Hasil kajian Ngadisah 2003. Op.Cit., tentang gerakan sosial rakyat Papua yang diarahkan pada PT Freport tidak membuahkan hasil yang berarti sehingga berkembang menjadi gerakan politik ingin memisahkan diri
dari NKRI. Hasil kajian Victor Silaen 2006. Op.Cit., tentang perlawanan rakyat lokal pada kasus Indorayon di Toba Samosir juga belum menunjukkan hasil yang jelas: “perlawanan itu, entah sampai kapan”. Hasil
kajian Wahyudi 2005. Op.Cit. dan Mustain 2007. Op.Cit. terhadap gerakan petani di Malang, Jawa Timur juga masih dihantui oleh ketidakjelasan status tanah pertanian yang telah dikuasai kembali oleh petani.
279
Contohnya seperti sikap IPL dalam penyelesaian kasus pertanahan di Register 40 Gedung Wani, dan sikap Mirak Nadai dalam penyelesaian kasus pertanahan di Padang Ratu.
170
sebagai lembaga perantara antara masyarakat petani dengan negara dan swasta maupun dengan segenap lembaga pendukung baik dalam konteks jejaring
networks maupun koalisi, semakin menurun. Fenomena tersebut semakin kuat mengindikasikan bahwa mulai terjadi penguatan tekanan sosio-kultural eksternal
terhadap kemungkinan dapat dilakukan penguatan kembali struktur gerakan agraria, meskipun tampak dipermukaan di mana arah aktivitas gerakan masih
dapat dikontrol oleh para elit aktornya. Bahkan ketika fungsi organisasional diarahkan sebagai suatu komoditas
politik dan ekonomi yang menjadi tujuan praktis para elit aktor, maka sebenarnya telah terjadi suatu “proses pembiasan” antara kepentingan organisasi gerakan
dengan kepentingan individu atau kelompok aktor. Arah perubahan orientasi gerakan ini berkaitan dengan perubahan perilaku organisasional diarahkan oleh
para elit aktornya yang cenderung menjadi lebih moderat, bersifat karikatif bahkan pragmatis. Pada sisi lain, seperti IPL dan Mirak Nadai mengalami
eksklusifisme ditandai dengan berubahnya konsentrasi tindakan elit aktor yang mengarah pada bentuk oligarkhi konsentrasi kekuasaan di tangan para elit
minoritas. Kondisi ini dengan sengaja dilanggengkan dengan tidak dilakukan konggres, yang berarti tidak terjadi proses kaderisasi. Persoalan agraria di
tingkat basis terkait dengan pembagian lahan hasil aksi kolektif juga semakin rumit, yakni distribusinya masih belum beres, banyak dikuasai free rider, dan
belum jelas statusnya.
7.6. Arah Perkembangan Gerakan Agraria