120
makna sosio-kultural oposisional petani paling tidak sudah diorganisasikan melalui bingkai-bingkai interpretatif pembingkaian kolektif. Mereka memahami
apa yang menjadi persoalan bersama, bukan hanya pada tataran lokal tetapi juga pada tataran provinsi bahkan nasional. Oleh karena itu mereka cepat diajak
untuk memahami pentingnya membangun kekuatan bersama solidaritas dalam gerakan skala supra lokal provinsi. Kesepakatan aksi dan aksi-aksi kolektif
petani yang dipengaruhi oleh sistem sosio-kultural oposisional dapat berkembang dalam kerangka ideologi alternatif yang disosialisasikan oleh para pendamping
non petani dan juga dikembangkan melalui diskursus baik sebelum maupun selama berlangsungnya proses aksi-aksi kolektif dalam gerakan petani.
6.3.2. Rekruitmen dan Pengorganisasian Petani Basis
Untuk dapat memanfaatkan momentum reformasi, upaya untuk segera meningkatkan kesadaran politik dan penguatan struktur mobilisasi sumberdaya
petani sangat penting. Meskipun sudah berkembang sosio-kultural oposisional di kalangan petani, tetapi mereka masih terbatas pada kesadaran konfliktual belum
memiliki kesadaran politik. Kebanyakan petani basis hanya tahu tanahnya telah diambil alih dan akan mengambilnya kembali. Kemudian para pendamping non
petani terjun di lapangan melakukan mengorganisasian. IJ, seorang mantan pengurus inti DRL dan KMPPRL mengatakan:
Rakyat petani kebanyakan di Lampung ini pikirannya masih kosong blank. Mereka hanya menginginkan bagaimana caranya agar tanahnya dapat kembali.
Mereka mengklaim tanah yang dikuasai perusahaan adalah milik mereka dengan menyodorkan bukti-bukti agar dapat kembali. Lalu mereka kita organisir, diskusi-
diskusi dan muncul beberapa kesimpulan berupa tuntutan-tuntutan.
Rekruitmen partisipan di kalangan petani dapat dibagi dua, yakni individual dan kolektif. Rekruitmen individual terjadi dikalangan para tokoh petani atau para
petani aktivis pembangunan. Sedangkan rekruitmen di kalangan komunitas petani basis dilakukan secara kolektif. Secara umum rekruitmen komunitas
petani basis memiliki ciri: 1 terkonsentrasi pada komunitas petani korban pembangunan konflik pertanahan dengan pemerintah dan perusahaan; 2
keanggotaan bersifat kolektif terdiri atas komunitas petani di wilayah tertentu; 3 datang sendiri ke Posko Pengaduan dan didatangi untuk diaktifkan. Pola
rekruitmen anggota dan pengorganisasian komunitas petani basis konstruksi dari bawah dapat dilihat dari penjelasan berikut:
Rekruitmen anggota basis, pertama membuka pos pengaduan di sekretariat LSM di Bandar Lampung. Kemudian di ikuti oleh organ-organ mahasiswa aktivis yang
juga membuka pos pengaduan di kampus masing-masing. Komunitas petani yang
121
pertama kali menyampaikan pengaduan dan langsung ditindaklanjuti dengan me- lakukan unjuk rasa di Kanwil Kehutanan Provinsi Lampung adalah dari wilayah
Register 37 dan 40. Cara ini dengan cepat diikuti oleh berbagai komunitas petani lainnya. Sehingga dalam waktu singkat sekitar satu bulan sudah ratusan komu-
nitas petani yang dapat direkrut menjadi anggota. Pos pengaduan inilah yang men- jadi pintu masuk entry point dan disepakati bersama untuk memulai melakukan
pendampingan sampai dengan terbentuknya organisasi basis untuk siap mobili- sasi. Dari sejumlah organisasi basis yang dibentuk kemudian diadakan pertemuan
di Way Hurik Bandar Lampung, dan berhasil dibentuk organisasi dengan nama ”Posko Reformasi Rakyat dan Mahasiswa Bersatu” PRRMB. Ini merupakan
bentuk awal pengorganisasian tingkat wilayah provinsi terdiri atas para petani dan para aktivis mahasiswa dan LSM. Organisasi ini merupakan embrio terbentuknya
organisasi gerakan dan nantinya dapat ditingkatkan statusnya menjadi organisasi formal
Sumber: Hasil Wawancara dengan IJ, NS, PS, EH dan AR, 2008.
Untuk merekrut komunitas basis menjadi anggota gerakan sedikitnya melalui empat cara, yakni: a membuka pos pengaduan; b memperkuat
jaringan yang sudah ada sebagai klien dalam advokasi hukum; c mengangkat kasus secara langsung di lapangan; d memakai instrumen kekuatan
keanggotaan Tim 13 yang dibentuk bersama pemerintah provinsi.
251
Hasil rekruitmen anggota terbentuk organisasi-organisasi gerakan di tingkat basis dan
kemudian dapat dikonsolidasikan dalam kesatuan organisasi tani tingkat wilayah kabupaten dan provinsi. Tetapi pada kasus lain proses pengorganisasian petani
bersifat top-down, yakni konstruksi gerakan dimulai dari atas. Selama proses pengorganisasian di tingkat basis dan tingkat wilayah dalam
proses aksi reklaiming terdapat beberapa kesepakatan penting, yakni: 1. Pengembangan dan artikulasi sebab perlunya dilakukan aksi-aksi kolektif. Ini
menunjuk pada penguatan konstruksi “injustice frame” petani. Di dalam sistem hubungan agraria di mana petani selalu berada pada posisi underdog,
marginal, deskriminatif dan subordinat. 2. Identifikasi dan artikulasi persoalan petani sehingga minimal dapat dihasilkan
rencana dan strategi aksi kolektif. Disini ternyata terjadi penguatan dan bahkan perubahan tuntutan dan strategi gerakan yang dianggap paling tepat
untuk memperjuangkan tuntutan tersebut.
252
251
Tim 13 adalah tim mediasi penyelesaian kasus pertanahan di provinsi Lampung yang dibentuk antara pihak aktivis gerakan dan pemerintah provinsi. Tim ini dibentuk pertama kali ketika terjadi aksi unjuk rasa besar-
besaran tanggal 25-26 Agustus 1998. Kemudian pada tahun 2001 Tim 13 tersebut oleh para aktivis gerakan petani dituntut untuk diaktifkan kembali bersamaan dengan dideklarasikan IPL. Ketika keanggotaan masih
dikuasai para aktivits gerakan petani, terutama ketika masa IPL, sering dipakai untuk merekrut anggota komunitas petani basis yang baru.
252
Penguatan tuntutan juga berarti meningkatkan akurasi data kasus dan status penguasaan lahan. Sedangkan perubahan tuntutan petani pada awalnya berupa permintaan ganti rugi yang sesuai, kemudian berubah
menguat.Tujuan utama gerakan adalah penguasaan lahan, dan setelah dapat dikuasai kemudian tuntutan berubah menjadi pemilikan sertifikat. Faktor yeng mendasari berubahnya tuntutan tersebut adalah kuatnya
posisi tawar petani dan kuatnya definisi “petani” sebagai prinsip gerakan, yakni “mereka yang memiliki lahan dan mengelolanya secara aktif dan produktif untuk kelangsungan hidupnya”. Oleh karena itu, dalam gerakan
petani tidak ada istilah ganti-rugi, tetapi yang ada adalah lahan pertanian harus dikuasai dan dimiliki petani.
122
3. Terjadi persamaan pandangan, motivasi, sikap dan persetujuan terhadap prinsip-prinsip gerakan, seperti prinsip komando dan diskusi musyawarah
tertuang dalam slogan “Satu Aksi Satu Komando, Komando Hasil Diskusi”. Dilihat dari perspektif partisipan hingga pada titik puncak gerakan, sikap
partisipatif petani dan non petani merupakan hasil dari motivasi bersama mereka untuk benar-benar mengentaskan nasib petani. Artinya, partisipasi mereka dalam
aksi-aksi kolektif merupakan konsekuensi dari motivasinya untuk menyelesaikan persoalan substantif petani daripada menjadi sebab yang mendasari motivasi
tersebut. Mengkonsolidasikan sumberdaya gerakan pada lokus supra desa juga
berarti memperluas pemahaman tentang struktur dan kultur gerakan. Pertama, skala oposisional petani diperluas dan struktur kognisinya dirubah sampai pada
pemahaman tentang persoalan pertanahan dalam skala makro nasional bahkan global. Kedua, telah terjadi perkembangan institusionalisasi dan diferensiasi
organisasi gerakan dalam ranah sosio-politik. Ketiga, posisi dan peran antar aktor strategis dan organiasi gerakan semakin terdiferensiasi, sehingga
manajemen gerakan tidak lagi berbasis pada struktur otoritas tradisional, tetapi sudah mengarah pada karakteristik manajemen moderen yang didominasi oleh
aktor non petani. Keempat, dominasi aktor strategis non petani berkonsekuensi pada gerak organisasi gerakan yang cenderung diarahkan sesuai dengan
kepentingan dan kultur mereka daripada kepentingan dan kultur petani.
6.3.3. Penguatan Struktur Mobilisasi Sumberdaya Pendukung