Ketegangan struktural agrari Bentuk-bentuk gangguan yang muncul

52 aktor, kepentingan bersama organisasi gerakan petani, dan dalam melakukan gerakan-gerakan petani selanjutnya. Namun demikian peneliti menyadari tidak dapat menggunakan paradigma konstruktivisme secara murni, karena dua hal. Pertama, dalam menganalisis “prakondisi munculnya gerakan petani”, peneliti lebih banyak mengandalkan data dokumen dan data sekunder dibanding dari hasil wawancara mendalam. Karena itu, dalam memahami analisis kasus-kasus tersebut sesuai dengan kepentingan penelitian ini, maka peneliti lebih banyak harus berposisi obyektif daripada inter- subyektif intersubjective understanding. Kedua, dalam mengumpulan dan analisi data tentang dinamika organisasi gerakan petani peneliti sering ikut terlibat di dalam berbagai pertemuan antar tineliti baik formal maupun informal. Rasa empati terhadap persoalan petani dan lemahnya organisasi gerakan petani mendorong peneliti untuk melakukan penyadaran terhadap para tineliti terhadap para aktor strategis petani dan non petani serta para petani basis dalam beberapa kesempatan pertemuan tersebut. Tindakan peneliti yang diarahkan untuk membangun kesatuan antara teori dan praksis tersebut tidak menjadi bagian dari fokus untuk mencari jawaban sesuai dengan tujuan penelitian ini. Pokok Penelitian, Konsep dan Metode Penelitian Ada tiga persoalan yang menjadi pokok penelitian ini, yaitu: kondisi-kondisi yang berpotensi sebagai pendorong utama munculnya gerakan petani, unsur- unsur utama keberhasilan gerakan petani, dan dinamika gerakan petani yang direpresentasikan oleh urgensi peran organisasi gerakan petani. Berdasarkan ketiga pokok penelitian tersebut di dalamnya dapat dijabarkan tiga konsep utama sebagai berikut: a. Ketegangan struktural agraria. Bentuk-bentuk gangguan yang muncul terhadap komunitas lokal petani, khususnya berupa kondisi-kondisi sosial agraria yang penuh ketidakpastian atau labil yang dapat menstimulir munculnya gerakan petani, dalam studi ini secara umum dikonseptualkan sebagai “ketegangan struktural agraria”. Secara khusus konsepsi ini difokuskan terjadi dalam bentuk konflik-konflik pertanahan antara komunitas lokal petani dengan negara dan swasta, karena petani mempertahankan kuasa atas tanah sumberdaya agraria berhadapan dengan kekuatan institusi supra desa tersebut. 53 b. Tindakan kolektif dalam gerakan petani. Dalam arti sempit praktis dimaknai sebagai tindakan terorganisir dan non institusional yang dikonstruksi sebagai perwujudan reaksi atau respon petani terhadap tindakan pihak lawan atas penguasaan tanah pertanian yang merugikan petani. Dalam arti luas strategis dimaknai sebagai suatu usaha kolektif petani terorganisir dengan tujuan untuk merombak tatanan sosial agraria yang adil dan demokratis sebagai dasar bagi peningkatan kesejahteraan petani. Gerakan petani dikatakan sebagai gerakan sosial menurut Landsberger 180 dan Lofland 181 jika memenuhi beberapa unsur, yaitu: sebab gerakan, tujuan dan sasaran, strategi, ideologi atau kepercayaan, keanggotaan, kepemimpinan, struktur organisasi dan efek gerakan. Ada tiga unsur utama saling terkait yang mendorong keberhasilan aksi- aksi kolektif dalam gerakan sosio-politik petani, yaitu struktur peluang politik, struktur mobilisasi, dan pembingkaian kolektif. Pertama, struktur peluang politik dimaknai sebagai derajat keterbukaan politik yang memungkinkan dilakukanya aksi-aksi kolektif petani. Kedua, struktur mobilisasi sumberdaya merupakan proses di mana suatu organisasi gerakan petani yang diciptakan dapat menjamin kontrol kolektif terhadap sumberdaya material dan non material. Struktur mobilisasi sumberdaya terwujud dalam jaringan struktur dari skala mikro kelompok informal hingga meso organisasi gerakan petani skala provinsi. Ketiga, pembingkaian kolektif difahami sebagai suatu proses interpretasi bersama dan sebagai suatu proses konstruksi sosial yang memediasi antara peluang politik dan aksi-aksi kolektif dalam gerakan petani.

c. Dinamika Organisasi Gerakan Petani. Konsepsi ini difahami sebagai suatu