47
jaringan gerakan maka solidaritas rasional lebih bermakna dinamis.
172
Dinamika jaringan dan solidaritas rasional terkait dengan kepentingan aktor dalam relasi
kekuasaan yang dapat menggaggu aktivitas dan stabilitas organisasi gerakan. Ini terjadi pada banyak kasus gerakan sosial di Indonesia, sebagaimana hasil
analisis Olle Törn-quist terhadap arah kedencerungan perilaku gerakan-gerakan demokrasi pada umumnya.
173
Kondisi tersebut dapat difahami, karena menurut Alberto Milucci perilaku organisasi gerakan tidak bersifat “given” dan
deterministik yang berada di luar kontrol kesadaran para pelaku aktif, tetapi merupakan tampilan hasil dari proses konstruksi yang terkait dengan persepsi,
orientasi, dan pilihan-pilihan para pelaku yang disesuaikan dengan lingkungan sosio-kulturalnya.
174
2.5. Kerangka Pemikiran
Muncul dan berkembangnya gerakan petani yang direpresentasikan oleh peran organisasi gerakan petani tidak bersifat instan, tetapi dilatari oleh
persoalan ketidaksesuaian hubungan dengan negara dan swasta yang tidak pernah berada pada suatu titik kompromi. Pada kondisi tekanan politik yang kuat
maka gerakan-gerakan petani sangat sulit muncul. Keinginan petani untuk terus berjuang menuntut hak-haknya atas tanah secara adil dan tekanan negara yang
terus menerus, semakin meningkatkan derajat ketegangan struktural agraria. Pada kondisi demikian perjuangan petani yang masih bersifat lokal dengan
mudah dapat dilemahkan. Kegagalan tersebut tetap tidak menurunkan semangat perjuangan, justru menambah kekecewaan dan ketidakpuasan, meningkatkan
derajat ketegangan dan mengendap di dalam sub kultur oposisi petani. Sub kultur oposisi petani kemudian dikemas menjadi isu-isu kriitikal petani
dalam dimensi sosio-politik dan basis sumberdaya mobilisasi dalam gerakan petani. Munculnya gerakan petani pada awal reformasi selain didukung oleh sub
kultur oposisi petani juga dipengaruhi oleh tiga unsur utama lainnya, yakni penguatan organisasi gerakan petani, terbukanya peluang politik gerakan dan
proses pembingkaian kolektif dalam bentuk visi, misi, strategi dan taktik gerakan. Hubungan timbal balik di antara unsur-unsur tersebut yang memungkinkan
berhasil dilakukan aksi-aksi kolektif petani.
172
Charles Kadushin. 2004. Linton C. Freeman. The Development of Social Network Analysis: A Study in The Sociology of Science.
http:www.booksurge.com download tanggal 4 April 2007.
173
Olle Törnquist. Workers in politics: Why is organised labour missing from the democracy movement ? httpwww.demos.or.iddemokrasi.acehOlleLaborPolSpace 7.pdf. Download 8 Juni 2007.
174
Hanspeter Kriesi. 1996. Op Cit., hal. 350.
48
Pasca aksi-aksi kolektif petani meskipun belum berhenti sama sekali dilakukan penguatan organisasi gerakan petani karena eksistensinya terlekat
dengan memiliki basis massa petani.
175
Dinamika organisasionalnya dapat dilihat dari tiga peran utamanya, yakni sebagai pengimbang kekuatan negara dan
swasta dalam struktur hubungan sosial agraria, sebagai kekuatan gerakan pemberdayaan masyarakat petani, dan sebagai lembaga perantara antara
masyarakat petani dengan negara dan swasta maupun dengan segenap elemen pendukung baik dalam konteks jejaring networks maupun koalisi.
176
Urgensi peran organisasi gerakan petani dilihat dari perspektif tindakan para aktornya
petani dengan segenap kelompok pendukungnya bersifat dinamis dan memiliki konsekuensi ambivalensi. Perkembangan negatif terjadi ketika tindakan para
aktornya mengalami disorientasi dan tidak mampu mengatasi kendala eksternal. Meluruhnya gerakan petani dalam memainkan ketiga peran tersebut diduga
karena adanya penyumbatan dari luar dan pengeroposan dari dalam terhadap eksistensi organisasi gerakan petani.
Berdasarkan kajian teoritik dan paparan di atas, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini dibangun. Pertama, gerakan petani pada dasarnya ingin
merubah struktur hubungan agraria sistem agraria dari bentuknya yang asimetris atau dalam sifatnya yang antagonis menjadi berbentuk simetris atau
bersifat simbiosis-mutualisme. Kedua, ketegangan struktural agraria berisi kondisi-kondisi hubungan agraria yang mengabaikan kepentingan petani. Kondisi
ini melahirkan perjuangan petani tetapi gagal dan kemudian berkembang sub kultur oposisi petani. Ketiga, aksi-aksi kolektif petani terorganisir dikonstruksi
bersama antara petani dengan segenap kelompok pendukungnya berdasarkan respon mereka terhadap kondisi dan situasi tertentu. Keempat, dinamika gerakan
agraria gerakan petani direpresentasikan oleh urgensi peran organisasi gerakan petani, yakni DTL, IPL, SPL, MN lihat sub bab tentang Desain
Penelitian. Dalam gerakan sosio-politik petani, ketiganya saling berhubungan satu
sama lain dan dalam merubah struktur hubungan agraria sistem agraria dari bersifat asimetris atau antagonis menjadi simetris atau simbiosis-mutualisme.
175
Ichsan Malik. 2004. Pasang Surut LSM di Indonesia. Tulisan dimuat dalam buku: “Lembaga Swadaya Masyarakat: Menyuarakan Nurani Menggapai Kesetaraan”. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara., hal.xi-xix.
176
Ketiga peran organisasi gerakan petani tersebut diadaptasi dari kerangka konseptual Abdi Rahmat Lihat Abdi Rahmat. 2003. Peranan LSM dalam Penguatan Civil Society di Indonesia: Studi Kasus Walhi. Jakarta:
Tesis Program Pascasarjana S2 Sociologi Universitas Indonesia., hal. 34-37. Konsepsi tersebut juga diadaptasi oleh Adi Suryadi Culla dalam studinya tentang peran masyarakat sipil di Indonesia Lihat Adi
Suryadi Culla. 2006. Op.Cit., hal. 31.
49
Secara sederhana saling hubungan di antara aspek-aspek tersebut sebagaimana tampak disajikan dalam Gambar 1.
Gambar 1 Alur-Pikir Studi
Struktur Hubungan
Agraria
Kondisi- Kondisi
Ketegangan Agraria
Unsur-unsur Aksi-Aksi Kolektif
Petani
Urgensi Peran Organisasi
Gerakan Petani
50
BAB III METODOLOGI
Paradigma Metodologi
Penelitian ini menfokuskan pada tindakan-tindakan kolektif dan dinamika gerakan petani terorganisir tingkat wilayah provinsi, yakni DTL, IPL, SPL SPI-
Lampung dan Mirak Nadai. Prakondisi gerakan petani ketegangan struktural agraria dalam penelitian ini digunakan untuk mencari penjelasan tentang sumber
utama munculnya gerakan petani meskipun difahami tidak secara otomatis sebagai sebab yang di dalamnya juga sudah muncul aksi-aksi kolektif petani.
Fenomena tersebut diposisikan sebagai basis akumulasi sumberdaya potensial petani yang dapat diwujudkan dalam penguatan struktur mobilisasi sumberdaya
dalam gerakan sosio-politik petani. Berdasarkan penjelasan tersebut, diasumsikan bahwa gerakan petani
terdiri atas struktur sumberdaya mobilisasi yang selalu dikonstruksi oleh para aktor terlibat untuk mencapai tujuan-tujuannya, baik tujuan jangka pendek sosio-
politik maupun jangka panjang sosio-kultural. Kapasitas pelaku gerakan berada dalam dua ruang sekaligus, yakni dipendensi dan otonomi dalam
memproduksi makna-makna, menegosiasikan, dan mengambil keputusan dalam gerakan. Artinya, asumsi ini lebih menekankan pada kapasitas aktif dan kreatif
para aktor gerakan daripada selalu tunduk terhadap kondisi-kondisi struktural yang ada. Gerakan petani merupakan hasil dari kemampuan para aktor dalam
mendefnisikan isi yang sangat bermakna dalam perjuangan sosio-politik jangka pendek dan sosio-kultural jangka panjang dan dalam mengorganisir perilaku
bersama mereka. Oleh karena itu, teori utama yang digunakan untuk
menganalisis gerakan petani adalah teori mobilisasi sumberdaya resource mobilization theory dengan tidak mengabaikan aspek sosial psikologis, seperti
grievances, values, ideology. Alat analisis ini oleh Barkan dan Snowden disebut dengan perspektif konstruksionis sosial social construktionist perspective atau
konstruksionisme sosial social construktionism.
177
177
Steven E. Barkan dan Lynne L. Snowden. 2000. Op.Cit., hal. 25.