35
keluarganya; 5 kekurangan modal kerja untuk usahatani; 6 jumlah tabungan kecil; 7 sulitnya memperoleh penggunaan lahan dari pihak lain; 8 sulitnya
memperoleh pinjaman kredit modal kerja; 9 harga jual hasil panen tidak stabil; 10 jarangnya keikutsertaan petani dalam penyuluhan yang banyak memberi
sumber informasi; 11 perkembangan teknologi yang buruk; 12 tidak mendukungnya kebijakan pemerintah; 13 tidak mendukungnya faktor alam.
3.6. Kerangka Pemikiran Operasional
Tingginya ketergantungan Indonesia terhadap impor beras dunia merupakan salah satu alasan mengapa upaya peningkatan produksi beras nasional
melalui program intensifikasi dan ektensifikasi perlu dilakukan. Di lain sisi, salah satu hambatan program intensifikasi maupun ekstensifikasi adalah adanya alih
fungsi konversi lahan ke penggunaan non pertanian, padahal lahan merupakan faktor produksi utama dalam usaha pertanian. Oleh karena itu, upaya
mengendalikan laju konversi sangat penting dilakukan agar Indonesia dapat memenuhi kebutuhan berasnya secara nasional.
Selain adanya konversi lahan pertanian, ketersediaan gabah atau beras juga dipengaruhi oleh laju pertumbuhan penguasaan lahan sawah oleh rumah tangga
petani padi. Berdasarkan data hasil Sensus Pertanian 1993 dan 2003, perkembangan penguasaan lahan sawah per rumah tangga petani pengguna lahan
RTP ternyata cenderung mengalami penurunan. Jumlah rumah tangga petani pengguna lahan yang 0,49 ha mengalami peningkatan yang cukup besar. Jika pada
tahun 1983 jumlahnya sebanyak 7,600,964 RTP, maka pada tahun 2003 jumlahnya menjadi 14,064,589 RTP. Dengan demikian kenaikan jumlah RTP luas lahan
0,49 ha selama 20 tahun sebesar 85,04 persen. Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui rata-rata kepemilikan lahan petani pada tahun 1983 sebesar 0,23 ha dan
kepemilikan ini semakin kecil karena di tahun 2003 menjadi 0,07 ha. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesejahteraan petani semakin berkurang.
Fenomena semakin kecilnya kepemilikan lahan oleh petani diindikasikan hampir tersebar di seluruh wilayah Indonesia, termasuk di Kota Sukabumi. Selain
itu, seringkali kecilnya kepemilikan lahan petani diikuti oleh timpangnya distribusi penguasaan lahan. Hal ini disebabkan karena terdapat sebagian kecil individu yang
mempunyai akses untuk memiliki lahan dalam jumlah yang relatif luas. Sementara
36
itu, terdapat banyak masyarakat yang tidak memiliki akses untuk menguasai lahan. Ketimpangan yang terkait dengan lahan dapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu
ketimpangan penguasaan lahan, dan ketimpangan pengusahaan lahan. Indikator untuk melihat besar kecilnya ketimpangan adalah dengan cara melihat atau
menghitung indeks Gini berdasarkan lahan milik, lahan yang dikuasai, dan lahan yang diusahakan oleh Rumah Tangga Petani.
Penguasaan dan pengusahaan lahan merupakan konsep yang berbeda. Seorang petani dapat menguasai lahannya melalui cara : 1 memperoleh hak waris;
2 membeli; 3 menyewa; 4 menggadai; 5 menyakap; dan 6 meminjam. Petani yang memperoleh lahan melalui hak waris dan membeli selanjutnya
mengusahakan lahannya hak miliknya disebut sebagai petani pemilik. Sedangkan petani yang menguasai lahan dengan menyewa, gadai, sakap, dan pinjam
selanjutnya disebut petani penggarap. Tidak setiap lahan yang dimiliki dan dikuasai akan dimanfaatkan oleh
petani untuk kegiatan produksi. Lahan yang dikuasai petani selanjutnya dimanfaatkan disebut dengan lahan yang diusahakan. Luas lahan yang diusahakan
tidak akan melebihi luas lahan yang dikuasai petani. Oleh karena itu, indikator yang tepat untuk mengukur keragaan kesejahteraan petani adalah indikator pengusahaan
lahan. Ketersedian lahan sawah disuatu wilayah dalam jangka panjang cenderung
berkurang karena adanya alih fungsi dari lahan pertanian ke lahan non pertanian, sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk dan pembangunan diluar sektor
pertanian. Meskipun demikian dalam jangka pendek ketersedian lahan sawah di suatu wilayah relatif tetap. Mengingat ketersediaan lahan relatif tetap, maka hal
pertama yang menarik untuk dikaji adalah seberapa jauh ketimpangan lahan yang dikuasai dan diusahakan oleh petani yang terdapat disuatu wilayah. Dengan
memahami ketimpangan dalam penguasaan lahan akan memudahkan untuk memberikan dugaan awal terhadap keragaan kesejahteraan petani. Ketimpangan
dalam penguasaan lahan memberikan gambaran distribusi petani dalam menguasai lahan. Penguasaan lahan dikatakan timpang jika terdapat sebagian kecil petani
menguasai lahan dalam jumlah banyak, atau terdapat sebagian besar petani menguasai lahan relatif kecil. Indikator ketimpangan yang digunakan untuk melihat
37
ketimpangan penguasaan lahan adalah indeks gini yang dikembangkan oleh Oshima pada tahun 1976. Pada wilayah yang penguasaan lahannya relatif timpang,
karekteristik petani nya biasanya didominasi oleh penggarap dengan pengusahaan lahan yang relatif kecil. Besarnya penggarap disebabkan karena adanya tekanan
permintaan penguasaan lahan oleh petani penggarap dan ketidakmampuan atau keterbatasan pemilik lahan untuk mengusahakan semua lahan yang dikuasainya.
Akses untuk mengusahakan lahan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Berdasarkan penelitian terdahulu, faktor-faktor yang diduga mempengaruhi
pengusahaan lahan adalah status penguasaan lahan terdiri dari: kelompok status pemilik, kelompok status pemilik dan penggarap, serta kelompok status penggarap,
umur, pendidikan, pengalaman bertani, jumlah tanggungan keluarga, jumlah keluarga yang bekerja di sektor pertanian, jumlah hari kerja, jumlah organisasi
yang diikuti, interaksi pertemuan di kelompok tani, hutang, aset, luas lahan sawah yang dikuasai, luas lahan milik, produktivitas padi, biaya usahatani, penerimaan
usahatani, dan pendapatan usahatani. Umur petani diperkirakan akan mempengaruhi luasnya lahan yang
diusahakan. Semakin tua umur petani, kekuatan fisiknya semakin berkurang, sehingga produktifitas dalam bekerja akan mengalami penurunan. Penurunan
produktifitas yang dialami petani tua terlihat dari semakin 1 berkurangnya luas sawah yang diusahakan; 2 semakin sedikitnya curahan waktu berusahatani; 3
penyerahan pengusahaan oleh petani lain melalui mekanisme sewa, sakap dan gadai. Dengan demikian, umur petani diduga akan memiliki hubungan yang
terbalik dengan penguasaan lahan. Jika semakin tua umur petani, maka semakin kecil penguasaan lahan petani;
Pendidikan yang diterima petani diperkirakan akan mempengaruhi luas lahan yang diusahakan. Pendidikan yang diterima petani diperoleh melalui
pendidikan formal dan non formal. Pendidikan formal terlihat dari kelulusan petani dalam menempuh jenjang pendidikan formal seperti SD, SMP, SMA dan
perguruan tinggi. Pendidikan non formal yang dimiliki petani dapat diperolah dari belajar terhadap orang tua atau masyarakat sekitarnya, belajar dari pengalaman,
dan berbagai macam pelatihan yang pernah diikuti petani baik sendiri maupun melalui organisasi kelompok tani. Pendidikan yang berhasil akan mempengaruhi
38
pola pikir dan prilaku petani yang tercermin dari ketekunan bekerja dan produktifitas petani. Dengan demikian, pendidikan diduga akan memiliki
hubungan yang searah dengan penguasaan lahan. Semakin lama petani mampu mengenyam pendidikan, maka semakin luas penguasaan lahan petani.
Pengalaman bertani diperkirakan akan mempengaruhi terhadap luas lahan sawah yang diusahakan. Lama pengalaman bertani dapat mempengaruhi petani
dalam mengelola kegiatan usahatani yang dijalankan. Semakin lama pengalaman bertani, maka kemampuan petani dalam mengelola kegiatan usahataninya akan
semakin baik. Dengan demikian, pengalaman bertani diduga memiliki hubungan yang searah dengan penguasaan lahan. Semakin lama pengalaman bertani, maka
semakin luas penguasaan lahan petani. Jumlah tanggungan keluarga diperkirakan akan mempengaruhi terhadap
luas lahan sawah yang diusahakan. Semakin banyak jumlah tanggungan keluarga petani, maka semakin banyak pengeluaran rumah tangga petani yang harus
ditutupi. Pada kondisi demikian, petani akan berusaha untuk mengoptimalkan pendapatan rumah tangga melalui; 1 peningkatan pendapatan dari hasil
pertanian; 2 meningkatkan pendapatan dari luar pertanian. Bagi petani padi, salah satu upaya untuk meningkatkan pendapatannya adalah dengan cara
meningkatkan luas pengusahaan lahan sawahnya. Jika hal ini sulit dilakukan maka petani akan berupaya untuk mengoptimalkan perolehan pendapatan dari luar
usahatani. Dengan demikian, mengingat ketersediaan lahan relatif terbatas, jumlah tanggungan keluarga diduga memiliki hubungan yang terbalik dengan
penguasaan lahan. Semakin banyak jumlah tanggungan keluarga petani, maka semakin kecil penguasaan lahan petani.
Jumlah anggota keluarga yang bekerja di sektor pertanian diduga mempengaruhi terhadap luas sawah yang diusahakan. Anggota keluarga dalam
rumah tangga petani terdiri dari kepala keluarga, istri dan anak. Semakin banyak jumlah keluarga yang bekerja di sektor pertanian, maka ketersedian tenaga kerja
keluarga semakin besar. Jika ketersediaan tenaga kerja ini diikuti dengan adanya akses terhadap pengusahaan lahan, maka luas pengusahaan lahan sawah akan
mengalami peningkatan.
39
Jumlah hari kerja diperkirakan akan mempengaruhi terhadap luas pengusahaan lahan sawah. Semakin tinggi intensitas petani bekerja dan
mengalokasikan waktunya untuk kegiatan usahatani padi, maka produktifitas petani dalam bekerja pun semakin tinggi dan petani semakin memiliki keinginan
untuk semakin meningkatkan penguasaan lahannya. Dengan demikian semakin lama jumlah hari kerja, maka semakin luas penguasaan lahan petani.
Jumlah organisasi yang diikuti diperkirakan akan mempengaruhi terhadap luas pengusahaan lahan sawah petani. Jika semakin banyak jumlah organisasi
yang diikuti petani, maka waktu yang tersedia bagi petani untuk melakukan aktivitas usahataninya pun semakin sedikit dan terhambat oleh berbagai kesibukan
yang ditimbulkan karena aktivitas untuk memajukan semua organisasi tersebut. Oleh karena itu, petani akan menyewakan lahannya kepada orang lain agar lahan
tersebut masih tetap bermanfaat. Dengan demikian, semakin banyak jumlah organisasi yang diikuti petani, maka semakin kecil luas penguasaan lahan petani.
Interaksi pertemuan di kelompok tani diduga turut mempengaruhi luas pengusahaan lahan sawah. Semakin banyak interaksi pertemuan di kelompok tani,
maka semakin banyak informasi atau pengetahuan yang petani dapatkan agar aktivitas usahataninya semakin baik. Selain itu, akses petani untuk meningkatkan
penguasaan lahannya pun lebih terbuka dibandingkan dengan petani yang jarang mengikuti pertemuan di kelompok tani, karena petani melakukan sosialisasi
dengan banyak petani lainnya. Dengan demikian, interaksi pertemuan di kelompok tani diduga memiliki hubungan yang searah dengan penguasaan lahan.
Semakin banyak interaksi pertemuan di kelompok tani, maka semakin luas penguasaan lahan petani.
Hutang yang dimiliki petani akan mempengaruhi terhadap luas pengusahaan lahan sawah. Hutang merupakan jumlah kewajiban yang harus
dibayarkan petani kepada pihak lain yang telah memberikan pinjaman. Dengan semakin banyaknya hutang, ketersedian kas untuk berusahatani semakin terbatas.
Ketersedian kas yang terbatas akan mempengaruhi terhadap penggunaan teknologi. Seperti diketahui, untuk mendapatkan hasil panen yang baik, petani
harus menggunakan benih yang bersertifikat, pupuk sesuai rekomendasi, obat obatan untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman serta tenaga kerja yang
40
mampu melaksanakan tahapan proses budidaya dengan baik. Semuanya memerlukan ketersedian kas yang memadai untuk membeli input dan membayar
upah tenaga kerja. Jika ketersedian kas berkurang, dan berimplikasi terhadap penggunaan input yang seadanya, maka produksi yang dihasilkan tidak akan
optimal. Untuk mengatasi kurangnya ketersedian kas, banyak petani yang pada akhirnya terlilit hutang. Dengan demikian hutang akan mengakibatkan insentif
dan posisi tawar petani menjadi berkurang. Bagi petani dalam kondisi ini, akan sulit untuk meningkatkan luas pengusahaan sawahnya.
Aset yang dimiliki petani akan mempengaruhi terhadap pengusahaan lahan sawah. Aset merupakan jumlah kekayaan baik dalam bentuk uang maupun
dalam bentuk benda berharga yang dimiliki petani. Semakin besar aset yang dimiliki petani, maka akses untuk menguasai lahan akan semakin besar. Dengan
demikian semakin besar aset yang dimiliki petani, maka peluang petani untuk meningkatkan pengusahaan lahan sawahnya semakin besar.
Luas lahan yang dikuasai akan mempengaruhi terhadap luas pengusahaan lahan sawah. Tidak setiap lahan yang dikuasai petani diusahakan semuanya. Luas
lahan yang diusahakan tidak akan melebih luas lahan yang dikuasai. Dengan demikian semakin besar luas lahan yang dikuasai akan meningkatkan luas lahan
yang diusahakan. Berdasarkan status penguasaan lahannya petani dapat dikelompok menjadi
petani petani pemilik, petani penggarap dan petani pemilik, serta petani penggarap. Petani pemilik merupakan petani yang memiliki lahan sendiri, sedangkan petani
penggarap merupakan petani yang mengusahakan lahan milik orang lain. Petani pemilik dan penggarap merupakan petani yang mengusahakan lahan milik sendiri
dan lahan milik orang lain. Selama petani memiliki lahan sendiri, mereka akan mengusahakan lahan tersebut dengan baik. Dengan demikian semakin luas lahan
hak milik yang dimiliki petani akan semakin luas pengusahaan lahannya. Produktifitas merupakan indikasi produksi yang dihasilkan petani per satuan
lahan. Berdasarkan perhitungan nasional, rata rata produktifitas padi nasional sekitar 4,9 ton GKGHa. Produktivitas merupakan output dari proses budidaya.
Jika tahapan budidaya dilakukan dengan baik, maka produksi yang dihasilkan akan baik juga. Produktivitas seorang petani dengan petani akan berbeda beda.
41
Ketersediaan gabah atau padi akan relatif besar bagi petani yang memiliki tingkat produktivitas yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan petani lainnya. Dengan
demikian beras yang bisa dijual atau ditahan stock untuk keperluan konsumsi dan jaga jaga akan relatif lebih banyak. Dengan demikian pilihan untuk mengambil
keputusan akan lebih leluasa, misalnya menjual semuanya atau menahan sebagian atau semuanya. Implikasi dari peningkatan produktivitas dapat direspon oleh petani
pada jangka panjang dengan cara meningkatkan luas pengusahaan lahan sawahnya. Akan tetapi jika akses untuk meningkatkan luas pengusahaan terbatas, maka
peningkatan produktivitas padi akan berpengaruh terhadap ketersedian beras di tingkat rumah tangga.
Pendapatan yang diperoleh dari petani akan mempengaruhi terhadap luas pengusahaan lahan sawah. Semakin tinggi pendapatan, maka motivasi berusaha
akan semakin tinggi. Jika hal ini diikuti oleh peningkatan modal usahatani, maka kemampuan petani untuk meningkatkan penguasaan lahannya semakin besar, akan
tetapi jika dengan modal yang cukup, akses terhadap lahan masih sulit karena ketersedian lahan yang relatif terbatas, maka kelebihan modal usahatani akan
dikonversi menjadi modal untuk usaha lainnya. Untuk mengetahui hubungan diantara faktor-faktor tersebut digunakan
analasis korelasi dan regresi. Dengan analisis korelasi dapat diketahui besarnya hubungan diantara dua variabel. Sedangkan dengan analisis regresi dapat
diketahui besarnya hubungan serta nyata atau tidaknya hubungan antara pengusahaan lahan dengan semua faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Untuk mengetahui hubungan antara pengusahaan lahan sawah dengan pendapatan usahatani padi dilakukan dengan menggunakan analisis regresi. Di
dalam analisis ini, petani dibedakan berdasarkan status penguasaan lahannya, yaitu petani pemilik, petani pemilik dan penggarap, serta petani penggarap.
Kerangka pemikiran operasional hubungan pengusahaan lahan sawah dengan pendapatan usahatani padi di Kelompok Tani Harum IV, Kelurahan Situmekar,
Kecamatan Lembursitu, Kota Sukabumi dapat dilihat pada Gambar 1.
42
Gambar 1. Kerangka pemikiran operasional hubungan penguasaan lahan sawah dengan
pendapatan usahatani padi di Kelompok Tani Harum IV, Kelurahan Situmekar, Kecamatan Lembursitu, Kota Sukabumi Tahun 2011
Makin meningkatnya Rumah Tangga Petani, sementara penguasaan dan pengusahaan lahan pertanian per keluarga petani semakin kecil, disertai dengan timpangnya
kepemilikan lahan ST 1983, 1993, 2003
Rumah Tangga Petani
Aktifitas Budidaya on farm activities Lahan
Kepemilikan dan Penguasaan Lahan
Pertanian Pengusahaan
Lahan Pertanian Biaya
Usahatani Penerimaan
Usahatani
Analisis pendapatan usahatani padi
1.
Status penguasaan lahan terdiri dari kelompok status pemilik, pemilik dan penggarap, serta
penggarap
2.
Umur
3.
Pendidikan
4.
Pengalaman bertani
5.
Jumlah tanggungan keluarga
6.
Jumlah keluarga yang bekerja di sektor pertanian
7.
Jumlah hari kerja
8.
Jumlah organisasi yang diikuti
9.
Interaksi pertemuan di kelompok tani
10.
Hutang
11.
Aset
12.
Luas lahan sawah yang dikuasai
13.
Luas lahan milik
14.
Produktivitas padi
15.
Biaya usahatani
16.
Penerimaan usahatani
17.
Pendapatan usahatani
1 Bagaimana pola distribusi penguasaan lahan petani?
2
Apakah terdapat perbedaan pendapatan usahatani padi sawah berdasarkan status penguasaan lahan sawahnya?
3 Apakah terdapat hubungan antara pengusahaan lahan sawah dengan pendapatan usahatani padi?
4 Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pengusahaan lahan sawah petani padi?
Struktur kepemilikan,
penguasaan, dan
pengusahaan lahan Indeks
Gini Analisis
hubungan pengusahaan
lahan sawah dan pendapatan
usahatani padi Analisa Regresi
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi status pengusahaan lahan sawah petani padi Analisis Korelasi dan Regresi
Rekomendasi
43
IV. METODE PENELITIAN