73
3 Responden di PHK karena perusahaan yang memperkerjakannya
mengalami gulung tikar.
6.6. Keragaan Tingkat Pendidikan Petani
Merujuk data pada Tabel 18, dari total responden, terdapat 25 persen responden yang termasuk ke dalam kelompok petani pemilik lahan; 28,13 persen
responden termasuk ke dalam kelompok petani pemilik dan penggarap; dan 46,88 persen responden termasuk ke dalam kelompok petani penggarap.
Apabila diperinci berdasarkan tingkat pendidikan, responden di lokasi penelitian dibedakan ke dalam empat kategori, yaitu: 1 tidak sekolah, 2 SD, 3
SLTP, 4 SLTA. Responden yang termasuk ke dalam kategori tidak sekolah, artinya responden tidak pernah mengenyam pendidikan seumur hidupnya.
Responden yang termasuk ke dalam kategori SD, artinya kemampuan responden dalam mengenyam pendidikan formal selama enam tahun. Responden yang
termasuk ke dalam kategori SLTP, artinya kemampuan responden dalam mengenyam pendidikan formal selama sembilan tahun. Responden yang termasuk
ke dalam kategori SLTA, artinya kemampuan responden mengenyam pendidikan formal selama dua belas tahun.
Berdasarkan data pada Tabel 18, dari total responden, diperoleh informasi bahwa keragaan tingkat pendidikan responden di lokasi penelitian didominasi oleh
responden dengan tingkat pendidikan Sekolah Dasar SD sebesar 43,75 persen dan petani tidak sekolah juga sebesar 43,75 persen. Sementara responden dengan
tingkat pendidikan SLTP baru mencapai 3,13 persen dan SLTA sebesar 9,38 persen. Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa human capital di lokasi
penelitian kurang memadai dan sangat mencerminkan betapa kecilnya perhatian responden terhadap pendidikan.
Kelompok petani pemilik lahan didominasi oleh petani yang termasuk ke dalam kategori tidak sekolah, yaitu sebesar 12,50 persen. Kelompok petani
pemilik dan penggarap didominasi oleh petani yang termasuk ke dalam katagori tidak sekolah, yaitu sebesar 12,51 persen. Sedangkan kelompok petani penggarap
didominasi oleh petani yang termasuk ke dalam katagori SD, yaitu sebesar 25,00 persen.
74
Dominasi tingkat pendidikan petani berpendidikan rendah menunjukkan fakta, bahwa bekerja di sektor pertanian kurang diminati oleh mereka yang
berpendidikan lebih tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lokollo et al
. 2007 mengenai
“Dinamika Sosial Ekonomi Perdesaan: Analisis Perbandingan antar Sensus Pertanian”, faktor-faktor penjelas yang
menyebabkan sektor pertanian kurang diminati oleh mereka yang berpendidikan lebih tinggi, yaitu: 1 sektor pertanian tidak mampu memberikan perbedaan upah
dan tidak menuntut persyaratan tingkat pendidikan tertentu, sedangkan sektor non pertanian mampu memberikan perbedaan upah yang nyata dan tingkat pendidikan
tertentu merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan akses pada sektor ini; dan 2 jaminan untuk sukses di sektor pertanian lebih rendah
dibandingkan dengan sektor non pertanian, baik dari besaran upah yang diberikan maupun jenjang status pekerjaan. Pada sektor pertanian tidak ada penjenjangan
pekerjaan, yang ada adalah jenis pekerjaan, seperti mencangkul, memupuk, menyemprot, memanen, dan lain-lain.
Tabel 18. Keragaan Tingkat Pendidikan Petani di Kelompok Tani Harum IV,
Kec Lembursitu, Kota Sukabumi Tahun 2011
No. Kriteria
Tingkat Pendidikan
Total
Tidak Sekolah SD
SLTP SLTA
n N
n N
n
1.
Pemilik
4 12.50
3 9.38
1 3.13
8 25.00
2.
Pemilik dan penggarap:
4 12.51
3 9.38
2 6.25
9 28.13
a. Pemilik dan Penggarap sewa
3 9.38
2 6.25
2 6.25
7 21.88
b. Pemilik dan Penggarap akad
1 3.13
1 3.13
2 6.25
3.
Penggarap :
6 18.75
8 25.00
1 3.13
15 46.88
d. Penggarap sewa
5 15.63
5 15.63
1 3.13
11 34.38
e. Penggarap pinjam
2 6.25
2 6.25
f. Penggarap sewa dan pinjam
1 3.13
1 3.13
2 6.25
Total
14 43.76
14 43.75
1 3.13
3 9.38
32 100
6.7. Jumlah Tanggungan Keluarga Rumah Tangga Petani