61
Masalah perilaku lain yang ada dalam petani di Kelompok Tani Harum IV, Kelurahan Situmekar adalah: 1 belum optimalnya penggunaan sarana produksi
pertanian yang tepat guna, sehingga produktivitas yang diharapkan belum berhasil dicapai, 2 belum berfungsinya penanganan pasca produksi, 3 kesadaran petani
dalam melaksanakan penyuluhan penerapan teknologi masih rendah , dan 4 kurangnya memanfaatkan bahan yang tersedia untuk menanggulangi hama dan
penyakit yang menyerang seperti pembuatan pestisida nabati dan agen hayati.
5.8. Sistem Penguasaan dan Pengusahaan Lahan
Menurut Suryono 2002, penguasaan lahan pada dasarnya dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu penguasaan lahan yang bersifat tetap dan
penguasaan lahan yang bersifat sementara. Penguasaan lahan yang bersifat tetap diperoleh melalui sistem waris dan transaksi jual beli lahan. Sedangkan
penguasaan lahan yang bersifat sementara dapat diperoleh melalui sistem sewa, bagi hasil, dan gadai.
Penguasaan lahan melalui sistem waris diperoleh dengan cara mewariskan lahan orang tua kepada anaknya. Implikasi dari penerapan sistem waris akan
mengakibatkan terjadinya fragmentasi lahan dan kepemilikan lahan terpecah- pecah menjadi semakin kecil. Sedangkan penguasaan lahan melalui transaksi jual
beli diperoleh melalui kesepakatan antara penjual dan pembeli lahan. Dengan adanya transaksi jual beli lahan, perubahan yang terjadi hanyalah status
kepemilikannya saja, sedangkan luas lahannya tetap. Sistem sewa adalah penyerahan sementara hak penguasaan tanah kepada
orang lain sesuai dengan perjanjian yang dibuat bersama oleh pemilik dan penyewa lahan. Pembayaran sewa dapat dilakukan di awal maupun di akhir
musim tanam tergantung perjanjian antara kedua belah pihak. Dilihat dari bentuknya, pembayaran sewa lahan dapat berupa uang tunai maupun natura yang
besarnya ditentukan berdasarkan kesepakatan. Sistem bagi hasil atau penyakapan adalah perpindahan hak garap
sementara berdasarkan perjanjian kedua belah pihak dimana petani pemilik lahan memberikan ijin kepada petani lain untuk menggarap lahannya dan diantara
pemilik dan penggarap lahan terjadi ikatan pengusahaan usahatani serta pembagian produksi. Dalam sistem bagi hasil, kontribusi pemilik lahan adalah
62
menyediakan lahan untuk digarap dan atau menyediakan sebagian input produksi. Sedangkan penggarap diberi kepercayaan untuk mengusahakan lahan dengan
sebaik-baiknya. Namun, pada prakteknya sistem bagi hasil atau penyakapan tidak ditemukan pada lokasi penelitian, karena pada umumnya bagi petani lebih mudah
memberikan hak garap dengan sistem sewa, karena dengan sistem ini pemilik lahan tidak perlu bersusah payah menyediakan pengadaan masukan input
produksi melainkan hanya tinggal menerima biaya sewanya saja. Sistem gadai terjadi ketika pemilik lahan menggadaikan lahan miliknya
kepada orang lain penerima gadaiakad. Petani sebagai penerima gadai membayar sejumlah uang kepada pemilik lahan sesuai perjanjian dengan status
pinjaman. Selama pemilik lahan belum mengembalikan uang pinjaman gadai, petani penerima gadai mempunyai hak penuh untuk mengusahakan lahan tersebut
dengan hasil sepenuhnya milik petani penerima gadai. Keragaan status penguasaan lahan petani padi di lokasi penelitian dapat
dilihat pada Tabel 12. Berdasarkan tabel tersebut diperoleh informasi bahwa status penguasaan lahan petani responden di lokasi penelitian dibedakan menjadi tiga
kelompok, yaitu: 1 petani pemilik, 2 petani penggarap, dan 3 petani pemilik dan penggarap. Petani pemilik memperoleh lahan melalui beberapa cara, yaitu
melalui pembelian, waris, dan hadiah, sedangkan petani penggarap memperoleh lahan melalui beberapa cara, yaitu melalui sewa, gadaiakad, dan pinjam.
Sistem pinjam dalam penelitian ini adalah pengalihan hak garap kepada orang lain yang sifatnya sebagai pinjaman selama kurun waktu tertentu sesuai
dengan perjanjian dengan pemilik lahan. Selama kurun waktu peminjaman, tidak ada kewajiban peminjam lahan untuk memberikan atau menyerahkan bagi hasil
usahanya kepada pemilik lahan. Pihak yang meminjam lahan biasanya mempunyai hubungan kekerabatan dengan pemilik lahan atau memiliki akses
terhadap pemilik lahan. Adanya akses terhadap pemilik lahan dalam penelitian ini seperti dicontohkan pada kasus yang dialami oleh Bapak Uki yang beralamat di
Kampung Bangsanaya RT 03 RW 07 Kelurahan Situmekar Kecamatan Lembursitu Kota Sukabumi, dimana responden memperoleh lahan dengan cara
diberi pinjaman oleh Dinas Kehutanan daerah setempat untuk digarap. Bapak Uki dipinjamkan tanah oleh Dinas Kehutanan selama 2 kali yaitu pada tahun 1967
63
sampai dengan tahun 1970 dengan luas 0,25 ha dan pada tahun 1974 sampai dengan tahun 1975 dengan luas 0,15 ha. Selama kurun waktu peminjaman lahan
tersebut, Bapak Uki mengusahakan tanaman padi agar dapat menjamin ketersedian beras untuk rumah tangga. Bapak Uki tidak memiliki keharusan untuk
membagikan hasil olahan tanah nya. Namun, jika sewaktu waktu, manakala lahan tersebut akan digunakan kembali oleh dinas kehutanan, Bapak Uki harus
melepaskan hak penguasaannya.
Tabel 12
. Distribusi Responden berdasarkan Status Penguasaan Lahan di Kelompok Tani Harum IV, Kec Lembursitu, Kota Sukabumi Tahun
2011
Kriteria Total
N
Pemilik 8
25.00 Pemilik dan Penggarap :