Pendapatan Usahatani Padi TINJAUAN PUSTAKA

17 terjadinya polarisasi penguasaan tanah di perdesaan. Pada awal tahun 1980-an, menurut Wiradi dan Makali 1984 terdapat 2 kelompok pakarpeneliti yang berbeda pendapat tentang struktur penguasaan tanah di perdesaan. Kelompok pertama, yaitu Geertz, Hayami, dan Kikuchi berpendapat bahwa masyarakat perdesaan di Jawa tidak terkutub menjadi petani luas tuan tanah dan petani gurem hamba tani, namun lebih merupakan stratifikasi yang meningkat. Kelompok lain adalah Sayogyo, Collier, Lyon, dan Kano yang berpendapat bahwa pengutuban masyarakat desa dalam hal penguasaan tanah memang sedang terjadi. Dinamika struktur penguasaan tanah 1983-1993 memperkuat pendapat kelompok kedua Sumaryanto dan Rusastra 2000; Rusastra dan Sudaryanto 1997. Data di tingkat mikro juga menunjukkan gejala ketimpangan pemilikan lahan dan peningkatan proporsi rumah tangga tunakisma terutama di perdesaan Jawa. Hasil penelitian Studi Dinamika Perdesaan SDP pada tahun 1982 di 12 desa di Jawa dan 3 desa di luar Jawa Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa hampir di semua desa, Indeks Gini pemilikan tanah di atas 0,60. Terutama di Jawa, 6 dari 12 desa, indeks Gininya di atas 0,80, suatu tingkat ketimpangan yang berat. Temuan lain yang sangat bermakna adalah hampir di semua desa, 30 persen atau lebih rumah tangga tidak memiliki tanah, sedangkan kurang dari 20 persen rumah tangga memiliki setengah atau lebih dari total luas sawah yang ada Wiradi dan Makali, 1984. Hasil penelitian Panel Petani Nasional PATANAS tahun 19941995 dan 19981999 juga menunjukkan kecenderungan yang sama. Selama periode tersebut, proporsi rumah tangga yang tidak mempunyai tanah cenderung meningkat, kecuali di desa perkebunan di luar Jawa. Indeks Gini di Jawa cenderung meningkat dari 0,72 menjadi 0,78, demikian juga di luar Jawa, meningkat dari 0,53 menjadi 0,54. Nampak bahwa ketimpangan pemilikan tanah di Jawa lebih besar dibandingkan luar Jawa Adnyana 2000.

2.3. Pendapatan Usahatani Padi

Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani padi telah banyak dilakukan dan berikut beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini: Perbedaan biaya sewa lahan antara dua daerah yang mempunyai karakteristik 18 geografis yang berbeda juga dapat mempengaruhi pendapatan usahatani di Kabupaten Subang Disti 2006. Penelitian ini menunjukkan bahwa pendapatan dan biaya usahatani yang dikeluarkan petani program PTT di Desa Cijengkol lebih rendah jika dibandingkan dengan biaya total petani Desa Mulyasari. Selain itu, penggunaan faktor-faktor produksi baik petani PTT Desa Mulyasari dan Desa Cijengkol juga belum mencapai kondisi optimal karena rasio NPM dan BKM tidak sama dengan satu sehingga baik petani PTT Desa Mulyasari maupun petani PTT Desa Cijengkol belum efisien. Berdasarkan perbandingan tingkat pendapatan terlihat bahwa penggunaan faktor produksi usahatani masih dapat ditingkatkan. Hal ini ditunjukkan dengan RC rasio atas biaya tunai lebih besar daripada RC rasio aktual. RC rasio atas biaya tunai untuk petani PTT Desa Mulyasari pada kondisi optimal sebesar 5,28. Sedangkan RC rasio tunai yang aktual sebesar 1,44. RC rasio tunai untuk petani PTT Desa Cijengkol pada kondisi optimal sebesar 3,91 dan rasio tunai yang aktual sebesar 1,52. Penjelasan Handayani 2006 lebih jauh mengungkapkan bahwa pendapatan usahatani milik luas lebih menguntungkan daripada pendapatan usahatani milik sempit. Nilai RC pada usahatani milik luas adalah sebesar 2,12 sedangkan pada usahatani milik sempit adalah sebesar 1,97. Lebih rendahnya keuntungan yang diterima pada usahatani milik sempit disebabkan proporsi biaya yang dikeluarkan lebih besar dibandingkan usahatani milik luas, khususnya biaya tenaga kerja dalam keluarga. Di sisi lain, pendapatan usahatani bukan milik luas memiliki keuntungan yang lebih kecil dibandingkan pendapatan usahatani bukan milik sempit. Nilai RC pada usahatani bukan milik luas adalah sebesar 1,32 sedangkan nilai RC pada usahatani bukan milik sempit adalah sebesar 1,36. Namun, secara umum keseluruhan usahatani padi sawah yang dilakukan di Desa Karacak cukup menguntungkan dan memberikan intensif untuk dilaksanakan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai RC yang lebih besar dari nilai satu. Penelitian Hantari 2007 mengenai analisis pendapatan dan produksi usahatani padi sawah lahan sempit yang dilakukan di Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul. Petani responden di daerah penelitiannya terbagi menjadi petani pemilik lahan dan petani penggarap lahan dengan status bagi hasil. Simpulan penelitiannya memperlihatkan bahwa penerimaan total petani padi 19 dengan status lahan milik dalam satu musim tanam adalah sebesar Rp. 10.924.794,00 dengan biaya total yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 6.468.045,00. Simpulan penelitian Hantari 2007 yang lain memperlihatkan bahwa penerimaan total petani padi dengan status lahan bagi hasil dalam satu musim tanam adalah sebesar Rp. 8.264.285,00 dengan biaya total yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 9.588.958,00. Kondisi ini jika dibandingkan dengan petani pemilik lahan, maka petani penggarap lahan dengan status bagi hasil memiliki keuntungan yang jauh lebih rendah. Kondisi perekonomian petani yang kurang beruntung, diperkirakan pula terjadi di Kelurahan Situmekar, Kecamatan Lembursitu, Kota Sukabumi. Penerimaan RTP dari sektor pertanian padi belum dapat memenuhi pengeluaran rumah tangga secara keseluruhan sehingga diperlukan analisis pendapatan usahatani lahan untuk mengetahui apakah usahatani yang dilaksanakan menguntungkan atau tidak menguntungkan dan analisis perbandingan struktur pendapatan usahatani lahan antara petani pemilik lahan, petani pemilik dan penggarap, serta petani penggarap untuk mengetahui status penguasaan mana yang paling memberikan keuntungan maksimal bagi petani.

2.4. Hubungan Status Pengusahaan Lahan dengan Pendapatan Petani

Dokumen yang terkait

Peranan Kelompok Tani Dalam Peningkatan Pendapatan Usahatani Padi Sawah ( Oriza sativa)

79 517 91

Analisis Komparisi Pendapatan Usaha Tani Padi Sawah Pengguna Benih Sang Hyang Sri dengan Benih Penangkaran Swadaya (Kasus : Desa Naga Kisar Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai)

3 79 94

Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Sistem Irigasi Dengan Padi Sawah Sistem Tadah Hujan (Studi Kasus : Desa Bakaran Batu Dan Kelurahan Paluh Kemiri Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang)

1 53 152

Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Sistem Irigasi Dengan Padi Sawah Sistem Tadah Hujan (Studi kasus : Desa Bakaran Batu dan Kelurahan Paluh Kemiri Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang).

14 80 152

Analisis Usahatani Padi Sawah Berdasarkan Jenis Saluran Irigasi (Studi Kasus: Desa Sarimatondang, Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun)

8 82 59

Hubungan Tingkat Kosmopolitan Dengan Sikap Petani Padi Sawah Terhadap Kelompok Tani Di Kabupaten Deli Serdang. (Studi Hasil : Kelompok Tani Kampung Baru, Tani Jaya, Hotma Jaya, Desa Pasar Melintang, Kecamatan Lubuk Pakam)

3 44 87

Hubungan Dinamika Kelompok Tani Dengan Produktivitas Dan Pendapatan Usaha Tani Kopi (Kasus : Kelurahan Tigarunggu, Kabupaten Simalungun)

18 102 69

Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi Sistem Tanam Jajar Legowo Dengan Sistem Tegel Kelurahan Situmekar, Sukabumi

8 45 60

Studi Pemekaran Kelurahan Lembursitu Kecamatan Lembursitu Kota Sukabumi.

0 2 15

Peranan Kelompok Tani Dalam Peningkatan Pendapatan Usahatani Padi Sawah ( Oriza sativa)

0 2 16