17
Gambar 2.2 Transek Pulau Siberut Meyers 2003 PHKA 1995 menyebutkan bahwa hutan-hutan di CBPS dikelompokkan
dalam tujuh tipe ekosistem, yaitu: 1 hutan primer Dipterocarpaceae. Hutan ini berada di daerah tinggi dan berbukit-bukit. Tinggi kanopi hutan umumnya sekitar
40-50 m dengan tinggi pohon sekitar dapat mencapai 50 m. Jenis pohon yang dominan, yakni Dipterocarpus spp., Shorea spp., Vatica spp., dan Hopea spp,
selain itu dapat ditemukan juga Palaquium sp. Sapotaceae dan Hydnocarpus sp.; 2 hutan primer campuran. Dijumpai pada lereng dan bukit yang lebih rendah di
bawah hutan primer Dipterocarpaceae. Banyak jenis pohon terwakili tapi tidak ada yang dominan. Famili yang umum dijumpai, yakni Euphorbiaceae,
Myristicaceae, Dilleniaceae, Dipterocarpaceae, dan Fabaceae; 3 hutan Dipterocarpaceae regenerasi bekas tebangan. Hutan tipe ini merupakan hutan
bekas tebangan dari beberapa perusahaan kayu yang pernah beroperasi di CBPS. Beberapa daerah didominasi oleh tumbuhan pioneer, seperti Macaranga spp.,
Trema spp., dan Neolamarkis spp.; 4 hutan rawa air tawar. Pada tipe hutan ini tumbuhan tingkat pohonnya terbatas dan khusus, sering didominasi oleh
Terminalia phellocarpa. Banyak terdapat di lembah dan di sekitar aliran sungai. Lahan basah dan paling luas berada di pantai timur. Tumbuhan didominasi oleh
palem, rotan, pandan dan aroid; 5 hutan mangrove. Hutan ini dijumpai sepanjang garis pantai dan di pulau-pulau di pantai timur. Secara umum
Rhizophora merupakan genus utama dan tersebar luas pada kelompok mangrove di Pulau Siberut; 6 hutan rawa sagu. Hutan ini banyak terdapat di lembah-
lembah dan daerah yang tergenang; dan 7 hutan pantai. Hutan tipe ini dapat dijumpai sepanjang pantai barat Pulau Siberut. Jenis yang umum dijumpai, antara
lain Casuarina equsetifolia, Baringtonia sp., Hibiscus tiliaceus, dan Pandanus sp.
Di dalam ekosistem-ekosistem tersebut terdapat berbagai jenis tumbuhan dan satwa. Hasil kompilasi jenis tumbuhan dari beberapa dokumen selama
penelitian, tercatat 1 460 jenis tumbuhan dari 160 famili. Hasil ini lebih banyak dari hasil Penelitian Biologi LIPI tahun 1995 yang mencatat sekitar 846 jenis dari
131 famili. PHKA 1995 memperkirakan 15 tumbuhan di Pulau Siberut merupakan jenis endemik, antara lain Mesua cathairinae Clusiaceae, Diospyros
brevicalyx Ebenaceae, Aporusa quadrilocuralis Euphorbiaceae, Baccaurea dulcis Euphorbiaceae, Drypetes subsymemetrica Euphorbiaceace, Horsfieldia
macrothyrsa Myristicaceace. Selain tumbuhan, terdapat pula berbagai jenis satwa di pulau ini. Mamalia sebanyak 38 jenis yang 53 di antaranya bersifat
18 endemik pada tingkat genus, jenis, dan subjenis. Di antara mamalia tersebut,
kelompok primata menjadi perhatian utama karena bersifat endemik 100 untuk Pulau Siberut. Primata yang menjadi flagship tersebut, yaitu bilou Hylobates
klosii, bokkoi Macaca siberu, joja Presbitys potenziani, dan simakobu Simias concolor. Selain itu, terdapat 173 jenis burung, 77 jenis herpetofauna, 120 jenis
serangga, dan 32 jenis ikan air tawar Nopiansyah et al. 2016.
Berdasarkan karakteristik pulau-pulau yang ada di Indonesia, Pulau Siberut dikategorikan sebagai ekosistem pulau kecil menurut kategori Kementerian
Kelautan dan Perikanan, yaitu: 1.
Pulau yang ukuran luasnya kurang atau sama dengan 10 000 km
2
, dengan jumlah penduduknya kurang atau sama dengan 200 000 orang. Pulau Siberut
memiliki luas 4 030 km
2
dengan jumlah penduduk sekitar 37 416 jiwa. 2.
Secara ekologis terpisah dari pulau induknya mainland island, memiliki batas fisik yang jelas, dan terpencil dari habitat pulau induk sehingga bersifat
insular. Secara ekologis, Pulau Siberut telah terpisah dari Pulau Sumatera sebagai pulau induk selama lima ratus ribu tahun yang lalu, memiliki batas
fisik yang jelas, dan bersifat insular karena terisolasi dari habitat pulau induk.
3. Mempunyai sejumlah besar jenis endemik dan keanekaragaman yang tipikal
dan bernilai tinggi. Pulau Siberut memiliki keanekaragaman jenis yang bersifat endemik dan empat jenis primatanya menjadi jenis flagship.
4. Daerah tangkapan air catchment area relatif kecil sehingga sebagian besar
aliran air permukaan dan sedimen masuk ke laut. Pulau Siberut memiliki daerah tangkapan air yang relatif kecil akibat jenis tanahnya yang sebagian
besar bertekstur liat. Sebagian besar air hujan langsung menjadi aliran air permukaan run off yang bersama dengan sedimen masuk ke laut.
5. Sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat pulau-pulau kecil bersifat khas
dibandingkan dengan pulau induknya. Masyarakat Mentawai memiliki kekhasan sosial dan budaya yakni hidup dalam kelompok sosial berbasiskan
pada uma. Uma merupakan satuan sosial maupun politik di masyarakat Mentawai yang egaliter. Secara ekonomi masyarakat masih tergantung dari
perladangan pumonean dan hutan leleu.
2.2 Status dan Fungsi Kawasan Hutan
Pulau Siberut sebagai besar berstatus hutan negara, yakni 91.36 dari luasan pulau mempunyai fungsinya sebagai hutan konservasi HK, hutan
produksi HP, dan hutan lindung HL, sedangkan sisanya merupakan areal penggunaan lain APL seluas 8.64 . Luas Pulau Siberut berdasarkan fungsi
lahan disajikan pada Tabel 2.2. Luasan tersebut berdasarkan hasil perhitungan planimetris Dinas Kehutanan Kabupaten Kepulauan Mentawai dan Dinas
Kehutanan Provinsi Sumatera Barat atas Keputusan Menteri Kehutanan Menhut No. 304Menhut-II2011 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan di
Provinsi Sumatera Barat. Walaupun Keputusan Menhut tersebut telah diubah dengan Keputusan Menhut No. SK.35Menhut-II2013 tanggal 15 Januari 2013,
perubahan tersebut tidak mengubah luasan kawasan hutan di Kabupaten Kepulauan Mentawai.
19 Tabel 2.2 Luas Pulau Siberut berdasarkan fungsi lahan
a
Fungsi lahan Luas ha
Persentase Hutan Konservasi KPAKSA
180 579.88 46.80
Hutan Lindung HL 3 906.07
1.01 Hutan Produksi Terbatas HPT
- -
Hutan Produksi Tetap HP 119 045.34
30.85 Hutan Produksi Konversi HPK
48 972.69 12.69
Areal Penggunan Lain APL 33 343.44
8.64 Total
385 847.42 100
a
Dinas Kehutanan Kabupaten Kepulauan Mentawai 2013.
Tabel di atas menunjukkan bahwa fungsi hutan terluas adalah HK yang terdiri atas Taman Nasional Siberut TNS dan Hutan Suaka Alam dan Wisata
HSAW Teluk Saibi Sarabua. Selanjutnya HP, yang saat ini sebahagian dari hutan tersebut di bagian utara Pulau Siberut dikelola oleh Izin Usaha Pemanfaatan
Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam IUPHHK-HA PT. Salaki Summa Sejahtera PT. SSS seluas 48 420 ha dan bagian tengah di terdapat IUPHHK- RE restorasi
seluas 79 795 ha. HL banyak terdapat di pesisir pantai timur yang didominasi oleh hutan mangrove. APL digunakan untuk sarana dan prasarana ibukota kecamatan,
desa dan dusun, permukiman, dan perladangan. Data tersebut memperlihatkan bahwa menurut aturan formal, ruang kelola lahanhutan milik masyarakat
Mentawai sangat kecil dibandingkan dengan lahan yang dikuasai oleh negara.
2.3 Masyarakat Mentawai
Asal usul orang Mentawai
4
sampai saat ini masih belum jelas. Terdapat dua kelompok pendapat tentang asal usul ini, yaitu kelompok Duyvendak yang
berpendapat bahwa orang Mentawai termasuk ras Proto-Melayu dan kelompok kedua berdasarkan pendapat Stibbe dan Graaff yang berpendapat bahwa orang
Mentawai berasal dari Polinesia Coronese 1986. Nenek moyang orang Mentawai pertama kali datang ke Pulau Siberut diperkirakan sekitar 3 000 tahun yang lalu.
Kebudayaan orang Mentawai diperkirakan sezaman dengan kebudayaan Dongson di Asia Tenggara. Asumsi ini didasarkan dari pola hias benda-benda seni dari
kayu yang coraknya mirip dengan corak benda-benda perunggu dari wilayah Dongson, seperti bentuk segitiga pada pola geometrik di nekara. Walaupun
demikian, peradaban lama Suku Mentawai tidak mengenal logam. Kebudayaan Mentawai sarat dengan kebudayaan yang dikenal pada masa prasejarah dengan
ditemukannya kapak batu di Pulau Siberut. Kebudayaan tradisional di Kepulauan Mentawai, baik dari segi teknologi, sosial, maupun religius masih menampakkan
wujud neolitik atau zaman batu muda Schefold 1991.
Menurut orang Mentawai, mereka satu keturunan yang berasal dari daerah Simatalu yang terletak di bagian Barat Pulau Siberut, kemudian menyebar ke
4
Masyarakat Siberut yang dimaksud dalam tulisan ini adalah Suku Mentawai yang berdiam di Pulau Siberut dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.
20 seluruh pulau-pulau di Kepulauan Mentawai yang terpisah menjadi beberapa uma.
Tipe kebudayaan seperti di Mentawai diperkirakan menyebar di seluruh Indonesia pada masa lalu, tetapi telah dipengaruhi oleh kepercayaan lain yang datang dari
daerah luar, seperti Hindu, Budha, Nasrani, dan Islam Coronese 1986. Walaupun satu suku, bahasa Suku Mentawai di CBPS dapat dibedakan ke dalam beberapa
dialek, yaitu dialek Teileleu, dialek Maileppet, dialek Saireket, dialek Silaoinan, dialek Saibi, dialek Paipajet, dialek Sikabaluan, dialek Simatalu, dialek Tarekan,
dan dialek Simalegi.
Suku Mentawai menganut sistem patrilinial yang kehidupan sosialnya berada dalam uma
5
. Dasar kehidupan di dalam uma adalah kebersamaan sesama anggota uma sipuuma. Seluruh makanan dan hasil hutan milik uma, serta
pekerjaan bersama dibagi dalam satu uma. Secara tradisional, masyarakat bermukim di sekitar rumah tradisional yang juga disebut uma. Kelompok
patrilinial ini terdiri atas beberapa keluarga yang bermukim di sepanjang sungai- sungai besar.
Menurut kepercayaan tradisional Suku Mentawai yang disebut Arat Sabulungan, segala yang ada di alam mempunyai roh atau jiwa. Roh pada
makhluk hidup disebut simagre, sedangkan roh pada benda mati sering disebut sebagai ketcat. Selain itu dikenal juga roh-roh yang menghuni suatu ruang
spasial, seperti roh-roh yang menghuni langit disebut taika manua, roh-roh yang menghuni hutan disebut taika leleu, roh-roh yang menghuni tanah disebut taika
baga, atau roh-roh yang menghuni air disebut taika koat. Jika keharmonisan dengan tubuh tidak dipelihara, simagre dapat memisahkan dari tubuh seseorang
dan bergentayangan bebas, kondisi ini dapat menyebabkan seseorang sakit. Begitupula, kegiatan-kegiatan manusia yang dapat menyebabkan roh-roh taika
marah akan mengakibatkan seseorang sakit. Untuk menjaga atau mengembalikan keharmonisan dengan ro-roh, dilakukan pestaritual adat punen, puliaijat, lia
bersamaan dengan aktivitas manusia atau dalam proses pengobatan. Ritual adat ini dilakukan untuk mengurangi kemarahan atau menghibur taika agar mereka
senang. Ritual diperantarai oleh para sikerei. Sikerei dipercaya oleh masyarakat Mentawai dapat berkomunikasi dengan roh-roh yang tidak dapat dilihat oleh
orang biasa. Dalam pelaksanaan ritual adat, roh-roh diberikan sajian yang disediakan oleh sipuuma, uma dihiasi, daging babi disajikan, dan diadakan tarian
turuk agar roh-roh menjadi senang. Selama ritual diadakan, beberapa pantangan kei-kei harus dijalankan oleh sipuuma dan sikerei.
Konsep kepercayaan ini berlaku dalam kehidupan sehari-hari dan mendasari etika kehidupan masyarakat Mentawai bahwa diri manusia, alam dan hubungan
antara keduanya berada dalam perspektif religius dan perspektif spiritual. Alam dipandang sebagai sesuatu yang sakral dan suci. Sikap batin dan perilaku yang
salah dan merusak hubungan dengan sesama dan alam dapat mendatangkan malapetaka, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi komunitas. Komunitas di sini
adalah komunitas ekologis, yaitu manusia dan lingkungannya, bukan semata
5
Uma mempunyai beberapa makna, yaitu uma adalah unit ekonomi dan politik orang Mentawai, terdiri dari 2-10 keluarga inti atau 10-60 individu yang juga menjadi unit kepemilikan lahantanah.
Uma juga merujuk pada nama rumah adat tradisional yang dijadikan sebagai tempat berkumpul dan melakukan ritual Darmanto dan Setyowati 2012. Selain itu, Hernawati 2007 menyatakan
bahwa uma mempunyai tiga konsep, yaitu sebagai konsep pola pemukiman tradisional, konsep rumah tradisional, dan sistem kekerabatan orang Mentawai.