Hubungan Antar Stakeholders Hasil dan Pembahasan

88 Tabel 5.5 Partisipasi stakeholders dalam pengelolaan Cagar Biosfer Pulau Siberut lanjutan Stakeholders Aspek Konservasi Aktivitas Yayasan Kirekat - Membangun data base tentang konservasi jenis, habitat, dan ekosistem di Siberut. - Melakukan kajian sosial ekonomi dan budaya di Siberut - Melakukan kajian dan pemantauan populasi serta sebaran satwa endemik di Siberut. - Melakukan pemetaan partisipatif dan analisis perubahan tutupan ekosistem di Siberut. - Memberikan rekomendasisolusi atas permasalahan pengelolaan wilayah di Siberut Masyarakat Ikut serta dalam berbagai kegiatan stakeholder Kinerja positif stakeholders di CBPS tanpa disadari memberikan keuntungan bagi stakeholders lain. Dalam kelembagaan hal ini dapat disebut sebagai eksternalitas positif. CBPS memperoleh dampak positif dari aktivitas stakeholders tanpa harus mengeluarkan biaya transaksi. Walaupun hal ini tidak dapat disebut sebagai perilaku free riding, karena ketika terjadi kinerja stakeholders yang negatif, CBPS akan mendapat pandangan negatif dalam Jaringan Cagar Biosfer tingkat dunia. Pandangan negatif Jaringan Cagar Biosfer Dunia terhadap suatu unit cagar biosfer yang dianggap tidak melakukan komitmen sesuai Kerangka Hukum Cagar Biosfer akan dinyatakan “delisting” dan dapat dikeluarkan dari jaringan tersebut.

5.3.5 Perilaku Stakeholders dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam

Hubungan antara perilaku, kelembagaan, dan kinerja stakeholders dalam pengelolaan SDA di CBPS dapat dilihat dari perilaku stakeholders yang seharusnya berdasarkan aturan yang berlaku normatif dan pelaksanaannya di lapangan implementatif. Kesenjangan antara norma dan implementasi merupakan kinerja stakeholders dalam pengelolaan SDA di CBPS. Pengaruh kelembagaan terhadap perilaku stakeholders dalam mengelola SDA di CBPS disajikan pada Tabel 5.6. Perilaku stakeholders dalam pengelolaan SDA di CBPS banyak yang tidak implementatif. Perilaku BTNS juga belum optimal karena melakukan kegiatan di seluruh desa di Pulau Siberut. Dengan sumber daya yang terbatas seharusnya kegiatan difokuskan di kawasan. Hal ini berdampak pada penurunan luasan tutupan hutan menjadi non hutan perladangan di kawasan TNS, yang ditunjukkan oleh data perubahan tutupan lahan di kawasan TNS dari tahun 2000- 2010 sekitar 967 ha WCS 2012. Begitupula, perilaku BKSDA Sumbar tidak implementatif karena tidak berkegiatan di kawasan yang dipangkunya sehingga kawasannya yang berhutan semakin berkurang. Perilaku Dishut Kabupaten belum optimal mengelola kawasan di luar IUPHHK, sehingga kawasan berhutan di HP dan HL semakin berkurang. Hal ini ditunjukkan dari data perubahan tutupan lahan berhutan di Pulau Siberut dari tahun 2000-2010 yang berkurang sekitar 10 582 ha 89 WCS 2012. Selanjutnya, WCS 2012 menyatakan bahwa perubahan tersebut akibat pembukaan hutan di areal IUPHHK dan perladangan masyarakat. Tabel 5.6 Pengaruh kelembagaan terhadap perilaku stakeholders dalam di Cagar Biosfer Pulau Siberut Stakeholders Zona CBPS a Aturan yang berlaku Normatif Perilaku Implementatif Kinerja pengelolaan BTNS AI Menyelenggarakan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya di kawasan TNS Upaya konservasi dilakukan di seluruh desa di pulau Kawasan berhutan berkurang. TNS masih ideal sebagai habitat satwa dilindungi. Dishut Kab. ZP Mengelola hutan produksi dan hutan lindung - Mengelola kawasan melalui IUPHHK PT. SSS - Kawasan di luar IUPPHK belum dikelola - Memberikan izin pemungutan rotan di Pulau Siberut Kawasan berhutan berkurang. Penghasil pendapatan asli daerah yang besar bagi Pemkab. Masyarakat Siberut Suku Mentawai AI, ZP, AT Tidak boleh memanfaatkan SDA di kawasan hutan negara Memanfaatkan SDA di semua kawasan CBPS, karena seluruh lahantanah di Siberut dimiliki oleh uma-uma Lahan perladangan bertambah luas. Perladangan sebagai sumber ekonomi utama masyarakat. BKSDA Sumbar ZP Menyelenggarakan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya di kawasan Teluk Saibi Sarabua Tidak melakukan kegiatan di kawasannya Kawasan berhutan berkurang KN MAB- Indonesia c AI, ZP, AT - Menyusun kebijakan dan mengarahkan serta membina kegiatan Program MAB - Menjalin networking dengan berbagai instansi untuk pengembangan Program MAB - Mewakili Indonesia dalam kegiatan Program MAB dan forum internasional - Menyusun Rencana Pengelolaan CBPS - Mengikuti forum- forum internasional - Promosi CBPS Struktur pengorganisasian CBPS belum ada. CBPS belum tersosialisasi di tingkat masyarakat dan pemkab. WALHI Sumbar AI, ZP, AT Monitoring terhadap berbagai aktifitas yang berpotensi merusak dan mencemari lingkungan, serta mendorong terciptanya pengelolaan SDA yang adil dan demokratis Bekerjasama dengan beberapa stakeholder di CBPS dalam memantau kondisi lingkungan dan mengadvokasi masyarakat di Siberut Organisasi didukung masyarakat di daerah binaan 90 Tabel 5.6 Pengaruh kelembagaan terhadap perilaku stakeholders dalam di Cagar Biosfer Pulau Siberut lanjutan Stakeholders Zona CBPS a Aturan yang berlaku Normatif Perilaku Implementatif Kinerja pengelolaan BAPPEDA Kab. AI, ZP, AT Melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perencanaan dan pembangunan daerah Menyusun RTRWK areal berhutan minimal 30 dari luas pulau Areal berhutan lebih dari 30 YCM ZP, AT Meningkatkan kapasitas organisasi masyarakat adat OMA Mentawai dan menyebarluaskan informasi pembangunan di Mentawai lewat media - Melakukan berbagai pelatihan pengembangan kapasitas OMA Mentawai - Mengkritisi kebijakan Pemkab dalam pengelolaan SDA yang tidak memihak masyarakat - Mendirikan Koran Pualligoubat dan situs berita online “mentawaikita” Organisasi didukung masyarakat di daerah binaan PT. SSS ZP Melakukan pengusahaan hutan secara lestari Melakukan kegiatan pengusahaan hutan yang diawasi olehkonsultan independen Memperoleh Sertifikat Pengusahan Hutan Lestari a AI: Area Inti, ZP: Zona Penyangga, AT: Area Transisi. Perilaku masyarakat Siberut masih tetap berladang di hutan negara walaupun aturan formal melarangnya. Aktivitas perladangan oleh masyarakat bermotif ekonomi untuk memproduksi kebutuhan subsisten dan hasil bumi yang dapat dijual. Hal ini menunjukkan bahwa peraturan formal belum mampu mengendalikan perilaku masyarakat Siberut di hutan negara, karena belum jelasnya property rights atas lahan-lahan di Siberut. Pada lahan-lahan tersebut terdapat dua klaim antara negara dan masyarakat. Hal ini berdampak pada semakin meluasnya perladangan, karena ladang sebagai sumber ekonomi utama masyarakat. Naguran 2002 menyatakan bahwa kejelasan property rights menentukan apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan dan siapa yang berhak atas suatu sumber daya. KN MAB-Indonesia beraktivitas secara temporal di CBPS dan perilakunya belum seperti norma yang ada. Networking di CBPS belum ada, hal ini terlihat dari struktur pengorganisasian CBPS belum terbentuk. Begitupula, CBPS tersosialisai baik di masyarakat dan pemkab. YCM-M beraktivitas secara rutin di daerah binaannya, tetapi daerah binaan tersebut hanya beberapa desa di Pulau Siberut. YCM-M mempunyai kelebihan dalam menyebarkan informasi karena mempunyai dua media massa, yaitu Koran Puallig oubat dan situs berita online “mentawaikita”. Koran Pualligoubat merupakan koran dwi minggu yang memberitakan seputar Kepulauan Mentawai. Pembaca koran ini tersebar di seluruh desa di Kepulauan Mentawai. Dalam 91 beraktivitas mengadvokasi masyarakat, YCM-M dibantu WALHI-Sumbar, sehingga kedua lembaga ini banyak dukunganpenerimaan yang baik dari masyarakat, khususnya di daerah binaan. Perilaku dalam mengelola hutan oleh PT SSS mendapat apresiasi dengan diperoleh Sertifikat Pengusahan Hutan Lestari SPHL. Walaupun demikian, beberapa konflik terjadi antara PT SSS dengan masyarakat pemilik lahan terkait dengan uang imbalan pulajuk atas pengambilan kayu di atas lahan uma.

5.4 Simpulan

Terindentifikasi 19 stakeholders dalam pengelolaan SDA di CBPS. Dua stakeholders digolongkan sebagai key players, yaitu Balai Taman Nasional Siberut dan Dinas Kehutanan Mentawai, serta tujuh stakeholders dikategorikan sebagai subject, yaitu masyarakat Siberut Suku Mentawai, BKSDA Sumbar, WALHI Sumbar, KN-MAB Indonesia, FF-I, dan BAPPEDA Mentawai. Kepentingan dan pengaruh stakeholders tersebut dapat berubah sepanjang waktu, yang dampak perubahannya perlu dijadikan pertimbangan dalam pengelolaan SDA di CBPS. Dalam interaksinya, terindentifikasi tiga hubungan di antara stakeholders, yaitu adanya hubungan bekerjasama, saling mengisi, dan atau konflik. Potensi konflik terdapat pada beberapa stakeholders, tetapi secara keseluruhan banyak peluang bekerjasama dan mengisi di antara stakeholders. Saat ini struktur pengorganisasi CBPS belum terbentuk, tetapi berbagai aktivitas pengelolaan SDA stakeholders di CBPS secara parsial sangat mempengaruhi dan menentukan eksistensi CBPS dalam Jaringan Cagar Biosfer Dunia. Walaupun berbagai aktivitas pengelolaan SDA oleh stakeholders masih dikategorikan sebagai non partisipasi dalam konteks pengelolaan CBPS, berbagai aktivitas tersebut dapat menjadi modal di antara stakeholders untuk saling melengkapi. Apalagi, banyak perilaku stakeholders dalam pengelolaan SDA di CBPS yang belum sesuai dengan aturan yang berlaku normatif. Potensi bekerjasama dan saling mengisi ini membuka peluang untuk melakukan pengelolaan kolaboratif di CBPS. Untuk itu, peran CBPS dalam mengkomunikasi aktivitas pembangunan di antara stakeholders menjadi sangat penting.