Karakteristik Biofisik Pulau Siberut

20 seluruh pulau-pulau di Kepulauan Mentawai yang terpisah menjadi beberapa uma. Tipe kebudayaan seperti di Mentawai diperkirakan menyebar di seluruh Indonesia pada masa lalu, tetapi telah dipengaruhi oleh kepercayaan lain yang datang dari daerah luar, seperti Hindu, Budha, Nasrani, dan Islam Coronese 1986. Walaupun satu suku, bahasa Suku Mentawai di CBPS dapat dibedakan ke dalam beberapa dialek, yaitu dialek Teileleu, dialek Maileppet, dialek Saireket, dialek Silaoinan, dialek Saibi, dialek Paipajet, dialek Sikabaluan, dialek Simatalu, dialek Tarekan, dan dialek Simalegi. Suku Mentawai menganut sistem patrilinial yang kehidupan sosialnya berada dalam uma 5 . Dasar kehidupan di dalam uma adalah kebersamaan sesama anggota uma sipuuma. Seluruh makanan dan hasil hutan milik uma, serta pekerjaan bersama dibagi dalam satu uma. Secara tradisional, masyarakat bermukim di sekitar rumah tradisional yang juga disebut uma. Kelompok patrilinial ini terdiri atas beberapa keluarga yang bermukim di sepanjang sungai- sungai besar. Menurut kepercayaan tradisional Suku Mentawai yang disebut Arat Sabulungan, segala yang ada di alam mempunyai roh atau jiwa. Roh pada makhluk hidup disebut simagre, sedangkan roh pada benda mati sering disebut sebagai ketcat. Selain itu dikenal juga roh-roh yang menghuni suatu ruang spasial, seperti roh-roh yang menghuni langit disebut taika manua, roh-roh yang menghuni hutan disebut taika leleu, roh-roh yang menghuni tanah disebut taika baga, atau roh-roh yang menghuni air disebut taika koat. Jika keharmonisan dengan tubuh tidak dipelihara, simagre dapat memisahkan dari tubuh seseorang dan bergentayangan bebas, kondisi ini dapat menyebabkan seseorang sakit. Begitupula, kegiatan-kegiatan manusia yang dapat menyebabkan roh-roh taika marah akan mengakibatkan seseorang sakit. Untuk menjaga atau mengembalikan keharmonisan dengan ro-roh, dilakukan pestaritual adat punen, puliaijat, lia bersamaan dengan aktivitas manusia atau dalam proses pengobatan. Ritual adat ini dilakukan untuk mengurangi kemarahan atau menghibur taika agar mereka senang. Ritual diperantarai oleh para sikerei. Sikerei dipercaya oleh masyarakat Mentawai dapat berkomunikasi dengan roh-roh yang tidak dapat dilihat oleh orang biasa. Dalam pelaksanaan ritual adat, roh-roh diberikan sajian yang disediakan oleh sipuuma, uma dihiasi, daging babi disajikan, dan diadakan tarian turuk agar roh-roh menjadi senang. Selama ritual diadakan, beberapa pantangan kei-kei harus dijalankan oleh sipuuma dan sikerei. Konsep kepercayaan ini berlaku dalam kehidupan sehari-hari dan mendasari etika kehidupan masyarakat Mentawai bahwa diri manusia, alam dan hubungan antara keduanya berada dalam perspektif religius dan perspektif spiritual. Alam dipandang sebagai sesuatu yang sakral dan suci. Sikap batin dan perilaku yang salah dan merusak hubungan dengan sesama dan alam dapat mendatangkan malapetaka, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi komunitas. Komunitas di sini adalah komunitas ekologis, yaitu manusia dan lingkungannya, bukan semata 5 Uma mempunyai beberapa makna, yaitu uma adalah unit ekonomi dan politik orang Mentawai, terdiri dari 2-10 keluarga inti atau 10-60 individu yang juga menjadi unit kepemilikan lahantanah. Uma juga merujuk pada nama rumah adat tradisional yang dijadikan sebagai tempat berkumpul dan melakukan ritual Darmanto dan Setyowati 2012. Selain itu, Hernawati 2007 menyatakan bahwa uma mempunyai tiga konsep, yaitu sebagai konsep pola pemukiman tradisional, konsep rumah tradisional, dan sistem kekerabatan orang Mentawai. 21 manusia dengan manusia. Apabila suatu kesalahan dilakukan diperlukan pemulihan kembali hubungan yang rusak untuk mengembalikan harmoni kehidupan dalam bentuk ritual adat. Intinya, cara berpikir, berperilaku, dan seluruh ekspresi dan penghayatan budaya Masyarakat Mentawai sangat dipengaruhi oleh hubungan mereka dengan alam Coronese 1986, BTNS 2010, Darmanto dan Setyowati 2012.

2.4 Pengelolaan Cagar Biosfer di Cagar Biosfer Pulau Siberut

Program Man and the Biosphere MAB Indonesia dimulai sejak tahun 1972 setelah terbentuknya Program MAB-UNESCO The United Nation Educational Scientific and Cultural Organization pada tahun 1968. Program MAB dibentuk untuk meningkatkan kualitas hubungan antara manusia dengan lingkungannya yang didasarkan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu dibentuk untuk mengatasi permasalahan pemanfaatan sumber daya alam yang dampaknya menimbulkan degradasi keanekaragaman hayati biodiversity lost, kemunduran kualitas lingkungan dan tidak terencananya tataguna lahan. Hal ini dipicu karena tujuan pemanfataan keanekaragaman sumber daya hayati lebih mementingkan kepentingan ekonomi dibandingkan dengan kepentingan sosial budaya dan konservasi. Oleh karena itu, pembentukan Program MAB mempunyai misi untuk menyeimbangkan tujuan yang tampaknya bertentangan antara konservasi lingkungan dengan pembangunan sosial ekonomi serta memelihara nilai-nilai luhur budaya suatu bangsa. Secara singkat Program MAB adalah untuk mempromosikan dan mendemontrasikan keseimbangan hubungan antara manusia dengan alam melalui pendekatan bio-regional LIPI 2004. Dalam melaksanakan misinya, pada tahun 1974, Program MAB-UNESCO mengembangkan konsep yang diperkenalkan sebagai biosphere reserve cagar biosfer. Dalam konsep ini tujuan Program MAB didemontrasikan, diimplementasikan, diuji, dan diperbaiki. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI sebagai pemegang otoritas ilmiah ditunjuk mewakili Indonesia melaksanakan misi yang diemban Program MAB-UNESCO di Indonesia. LIPI membentuk Komite Nasional Program MAB-UNESCO Indonesia KN MAB untuk melaksanakan program tersebut, khususnya untuk mengembangkan cagar biosfer. Dalam mengimplementasikan dan mengembangkan konsep cagar biosfer di Indonesia, KN MAB Indonesia didukung oleh Direktorat Jenderal Konservasi dan Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Ditjen KSDAE Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan LHK serta pemerintah daerah tempatan cagar biosfer. Sejak tahun 1977, Indonesia telah mengadopsi konsep cagar biosfer dengan mulai mendeklarasikan empat kawasan konservasi sebagai cagar biosfer dan hingga sekarang telah dideklarasikan sebelas cagar biosfer Tabel 2.3. Pelaksanaan Program MAB Indonesia meliputi tiga rencana aksi yang terdiri atas: pertama mengelola kawasan melalui pendekatan ekosistem dalam memadukan pengelolaan daratan, air, dan keanekaragaman hayati untuk konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan sustainable use secara adil. Kedua, memberdayakan institusi dan kemampuan sumber daya manusia agar mempromosikan pemanfaatan SDA daratan, air dan keanekaragaman hayati yang berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas interaksi antara manusia dengan 22 lingkungannya. Ketiga, memacu keterpaduan pendekatan mendasar ilmiah dengan sosial budaya untuk konservasi dan pengelolaan sumber daya hayati, daratan dan air yang berkelanjutan. Tabel 2.3 Cagar biosfer di Indonesia hingga tahun 2016 Cagar biosfer Tahun deklarasi Luas total ha Luas area inti ha a Area inti Provinsi Cibodas 1977 167,000 24,500 TN Gunung Gede Pangrango Jawa Barat Komodo 1977 1,118,003 173,300 TN Komodo Nusa Tenggara Timur Tanjung Puting 1977 969,699 501,989 TN Tanjung Puting Kalimantan Tengah Lore Lindu 1977 2,182,992 217,991 TN Lore Lindu Sulawesi Tengah Pulau Siberut 1981 403,000 190,500 TN Siberut Sumatera Barat Gunung Leuser 1981 5,294,762 1,094,692 TN Gunung Leuser Aceh dan Sumatera Utara Giam Siak Kecil-Bukit Batu 2009 705,270 178,722 SM Giam Siak Kecil, SM Bukit Batu, HP Riau Wakatobi 2012 1,390,000 54,568 TN Wakatobi Sulawesi Tenggara Bromo Tengger Semeru-Arjuno 2015 413,375 78,145 TN Bromo Tengger Semeru, Tahura R. Soerjo Jawa Timur Taka Bonerate 2015 4,350,736 530,765 TN Taka Bonerate Sulawesi Selatan Belambangan 2016 678,947 127,856 TN Alas Purwo, TN Baluran, TN Meru Betiri, CA Kawah Ijen Jawa Timur a TN: Taman Nasional, SM: Suaka Margasatwa, CA: Cagar Alam, HP: Hutan Produksi, Tahura: Taman Hutan Raya. Dalam melakukan kegiatannya, KN MAB Indonesia menyusun program yang mengacu pada:  Strategi Seville. Untuk mencapai misi Program MAB, pada tahun 1995 UNESCO menyelenggarakan pertemuan pakar internasional di Seville, Spanyol yang melahirkan Seville Strategy Strategi Seville. Strategi Seville berisikan rekomendasi kegiatan aksi yang harus diambil untuk mengembangkan cagar biosfer hingga Abad 21. Strategi ini tidak mengulangi prinsip dasar Konvensi Keanekaragaman Hayati CBD-Convention on Biological Diversity atau Agenda 21, tetapi mengidentifikasi peran khusus dari cagar biosfer dalam membangun visi baru tentang hubungan antara 23 konservasi dan pembangunan. Oleh karena itu, Strategi Seville dibuat lebih terarah pada beberapa prioritas di tingkat internasional, nasional dan lokal, berupa memanfaatkan cagar biosfer untuk konservasi SDA dan budaya, memanfaatkan cagar biosfer sebagai model pengelolaan lahan dengan pendekatan untuk pembangunan yang berkelanjutan, memanfaatkan cagar biosfer untuk penelitian, monitoring, pendidikan dan pelatihan, serta mengimplementasikan konsep cagar biosfer.  Main Line of Action MLA. MLA merupakan Program MAB Internasional dihasilkan dari pertemuan The International Coordianting Council MAB ICC-MAB ke-17 pada bulan Maret 2002. Pertemuan ini menyetujui bahwa Jaringan Cagar Biosfer Dunia atau World Network of Biosphere Reserve WNBR merupakan perangkat utama mengimplementasikan kegiatan MAB. WNBR dikelompokkan menjadi dua, yaitu MLA-1 mengenai pengelolaan SDA dan masalah pembangunan, serta MLA-2 mengenai usaha untuk memajukan dasar ilmiah, pengembangan kapasitas sumber daya manusia dan komunikasi. MLA-1 menekankan penggunaan konsep cagar biosfer untuk pembangunan berkelanjutan Biosphere reserve: approaches to sustainable development. Dalam konsep ini cagar biosfer dipakai sebagai tempat untuk menguji dan membangun cara untuk hidup yang berkelanjutan melalui program terpadu pengelolaan SDA dan konservasi keanekaragaman hayati, dengan sasaran untuk memberikan sumbangan kepada upaya pengentasan kemiskinan, dan peningkatan kondisi kehidupan terutama masyarakat pedesaan. Cagar biosfer menjadi tempat untuk memperagakan pendekatan ekosistem seperti yang disarankan dan sedang dikembangkan oleh CBD, dan merupakan komponen kunci dalam implementasi WSSD World Summit on Sustainable Development. MLA-2 dirancang untuk membantu mengurangi kehilangan keanekaragaman hayati reduce biosdiversity lost melalui ilmu pengetahuan dan pembangunan kapasitas dalam konteks memberi layanan bagi keberlanjutan ekologi sciences and capacity building in the service of ecological sustainability yang merupakan implementasi WSSD untuk mengurangi kehilangan keanekaragaman hayati pada tahun 2010. Penelitian dan pembangunan kapasitas sumber daya manusia pada tingkat lembaga dan individu akan merupakan kontribusi untuk mencapai tujuan tersebut. Pengamanan partisipasi masyarakat lokal untuk melestarikan dan mengelola ekosistem serta menjamin pemeliharaan ekologi yang baik masih merupakan doktrin MAB.  Madrid Action Plan MAP periode 2008-2013. Pada kongres MAB pada Februari 2008 di Madrid telah dihasilkan MAP yang mengamanahkan bahwa cagar biosfer harus mampu menjawab tantangan berupa perubahan iklim secara global global climate change, mendapatkan layanan ekosistem ecosystem services yang lebih baik, dan mengantisipasi urbanisasi. Selain itu, dalam kongres tersebut telah dikukuhkan kembali “Seville Strategy” bahwa cagar biosfer yang berpotensi sebagai tempat pembelajaran untuk menghadapi permasalahan memudarnya pengetahuan tradisional dan keragaman budaya, kependudukan, antisipasi terhadap perubahan lingkungan baik dalam tindakan adaptasi maupun mitigasi. Kesepakatan ini menjadi sangat penting karena cagar biosfer merupakan wilayah perpaduan antara kepentingan konservasi ekosistem dan pembangunan berkelanjutan melalui