71 memerlukan ritual khusus. Salah satu keistimewaan aktivitas pembukaan
perladangan di Siberut adalah tidak dilakukannya pembakaran tumbuhan bekas tebangan. Selanjutnya, Darmanto 2006 menyatakan bahwa alasan pembuatan
ladang baru, yaitu karena: 1 menipisnya persediaan makanan pokok talas, pisang, ubi jalar; 2 turunnya produktivitas tanaman buah misal: durian,
rambutan, langsek; 3 pertentangan di uma, karena perebutan lahan dan habisnya ladang akibat denda; 4 persaingan harga diri antar uma
pako’, serta 5 warisan dan tabungan untuk generasi mendatang.
Ritual-ritual yang
dilakukan masyarakat
Mentawai dalam
mentrasformasikan lahan ke bentuk lain termasuk mengelola SDA terkait dengan kepercayaan mereka yakni Arat Sabulungan. Orang Mentawai percaya
bahwa segala sesuatu di dunia ini memiliki roh. Roh-roh dapat menempati tempat, seperti hutan, laut, pantai, atau permukiman. Manusia dengan roh-roh ini hidup
berdampingan secara terus menerus, dimana hubungan ini dapat bersifat saling menguntungkan atau merugikan, sehingga kerhamonisasian hubungan ini perlu
dijaga. Roh-roh tersebut ada yang bersifat baik dan buruk. Ketidak harmonisan antara manusia dengan roh-roh akan menyebabkan malapetaka bagi manusia.
Salah satu dari kumpulan roh tersebut adalah roh-roh yang menghuni hutan taika leleu. Proses ritual dan pantangan yang dilakukan dalam membuka hutan
merupakan proses menjaga harmonisasi tersebut. Bentuk penghormatan masyarakat Mentawai terhadap roh-roh yang mendiami hutan terlihat dari ketika
mereka memasuki hutan atau mengambil hasil hutan, maka mereka melakukan pamitizin dengan mengucapkan:
“Bojoik sateteumai anai kubakai purimanuaijat mai, pasikeli kam kai maafkan kami nenekkakek roh-roh, kami hanya mencari nafkah bukan
merusak, beri kami kemudahan dan lindungi kami”. Schefold 1991 menyatakan bahwa keselarasan merupakan tema sentral
dalam kehidupan orang Mentawai.
4.3.4 Strategi Penghidupan Masyarakat Mentawai di CBPS
Masyarakat Mentawai di CBPS mengembangkan strategi penghidupan dengan menggunakan lahan yang dijadikan berbagai bentuk pemanfaatan. Strategi
penggunaan lahan ini dilakukan sejak nenek moyang mereka, tetapi tujuan pemanfaatan lahan yang dahulunya untuk memenuhi kebutuhan hidup subsisten,
saat ini mulai mengarah kepada memperoleh uang tunai. Masuknya ekonomi pasar dan teknologi di Mentawai mulai mengubah pola pemanfataan SDA
tradisional Tabel 4.11.
Begitupula dengan Pemda, dorongan untuk mencapai kemajuan sejajar dengan daerah-daerah lain menjadi semangat untuk memacu pembangunan di
seluruh perdesaan di CBPS. Pembangunan tersebut termasuk mendorong sertifikasi lahan privatisasi dan pembuatan persawahan di areal rawa sagu. Di
sisi lain, ruang kelola masyarakat terbatas oleh sistem kelola hutan oleh negara, sehingga akses mereka terhadap SDA menjadi lebih kecil.
72 Tabel 4.11 Perubahan perilaku masyarakat Mentawai di Cagar Bioser Pulau
Siberut dalam pemanfaatan sumber daya alam
Aktivitas pemanfaatan Aturan adat Normatif
Perilaku Implementatif Perburuan satwa di
hutan Menggunakan panah dengan anak
panah beracun Menggunakan senapan angin
dengan peluru beracun Penangkapan ikan di
sungai Menggunakan tangguk
Menggunakan racun Pengambilan rotan
manau Ditarik dari pohon yang dirambati
Menebang pohon yang dirambati rotan
Pengambilan pohon besar
Diadakan upacara punen Langsung menebang
Pembukaan lahan untuk perladangan
Diadakan upacara panaki Langsung diolah bila
dijadikan sawah Pembersihan lahan
untuk perladang Sisa tebasan tumbuhan tidak dibakar
Sisa tebasan tumbuhan dibakar
Pengambilan hasil hutan pohon, sagu
Bila melihat burung mayang, ada ular di dekat pohon, diyakini pertanda
buruk Tanda-tanda alam tersebut
diabaikan
4.4 Simpulan
Masyarakat Mentawai di CBPS terikat erat dengan sumber daya lahan. Terdapat dua jenis kepemilikan lahantanah secara tradisional di CBPS, yaitu
kepemilikan bersama komunal berbasiskan uma dan kepemilikan pribadi private. Proses privatisasi lahan semakin meningkat karena adanya eksternalitas
dari pembangunan dan keinginan dari generasi yang lebih muda Suku Mentawai di CBPS untuk mendapat pengakuan pemerintah negara terhadap lahan mereka
sehingga lahan mempunyai nilai lebih bisa dianggunkan daripada sekedar dimanfaatkan untuk keperluan tradisional berladang, dan adanya dorongan
sertifikasi lahan dari Pemda.
Perladangan merupakan sumber perekonomian masyarakat Mentawai. Oleh karena itu, lahan-lahan berhutan akan selalu ditransformasikan menjadi lahan-
lahan produktif oleh masyarakat. Perladangan tersebut ditanam dengan tanaman yang untuk memenuhi kebutuhan subsisten dan tanaman yang laku di pasaran.
Persawahan merupakan penggunaan lahan yang relatif baru dan terus bertambah luas karena adanya dorongan kebijakan dari Pemkab. Meluasnya persawahan
dapat mengurangi luasan lahan bersagu yang menjadi sumber penghasil makanan pokok masyarakat Mentawai.
Kondisi di atas menunjukkan bahwa masyarakat Mentawai mempunyai sistem penguasaan dan tata guna atas lahan land tenure system secara
tradisional. Sistem ini dapat menjadi landasan memadukan tata guna lahan secara tradisional dengan tata guna lahan di kawasan hutan negara dalam rangka
penguatan kepastian hak masyarakat Mentawai atas pengeloaan SDA CBPS.