30
3 ASET-ASET PENGHIDUPAN SUKU MENTAWAI
DI CAGAR BIOSFER PULAU SIBERUT
3.1 Pendahuluan
Sumber daya alam SDA yang melimpah tidak membuat kehidupan masyarakat Mentawai di Cagar Biosfer Pulau Siberut CBPS lebih baik. Hal ini
diperlihatkan dari kategori tingkat kemiskinan yang ditunjukkan oleh indeks pembangunan manusia bahwa Kabupaten Kepulauan Mentawai termasuk
masyarakat Siberut tertinggi di Provinsi Sumatera Barat, bahkan di Indonesia atau dengan kata lain masyarakat Mentawai dikategorikan sebagai masyarakat
miskin BPS 2015. Di sisi lain, masyarakat Mentawai di CBPS dikelilingi oleh SDA yang melimpah yang dapat menopang keberlanjutan penghidupan mereka
Munazar 2004, Meyers et al. 2006, BTNS 2010.
Penghidupan berkelanjutan didefinisikan sebagai: “suatu penghidupan yang
meliputi kemampuan atau kecakapan, aset-aset simpanan, sumber daya, claims dan akses dan kegiatan yang dibutuhkan untuk sarana untuk hidup: suatu
penghidupan dikatakan berkelanjutan jika dapat mengatasi dan memperbaiki diri dari tekanan dan bencana, menjaga atau meningkatkan kecakapan dan aset-aset,
serta menyediakan penghidupan berkelanjutan untuk generasi berikutnya; dan yang memberi sumbangan terhadap penghidupan lain pada tingkat lokal dan
global dalam jangka pendek maupun jangka panjang” Chambers 1995. Pendekatan pembangunan berbasis penghidupan berkelanjutan merupakan
pendekatan pembangunan kontemporer yang berusaha mengoreksi pendekatan pembangunan berbasis modernisasi yang kurang bersahabat dengan lingkungan.
Pendekatan penghidupan berkelanjutan berusaha mencapai derajat pemenuhan kebutuhan sosial, ekonomi, dan ekologi secara adil dan seimbang. Pencapaian
derajat kesejahteraan didekati melalui kombinasi antara aktivitas dan penggunaan aset yang ada di masyarakat Ellis 2000.
Untuk melihat aset-aset penghidupan masyarakat dalam menjalani penghidupan berkelanjutan mereka, DFID 1999 membangun suatu kerangka
kerja penghidupan berkelanjutan yang dapat digunakan untuk memahami penghidupan masyarakat, terutama masyarakat miskin atau dianggap “miskin”.
Kerangka kerja tersebut berdasarkan lima aset inti modal yang dimiliki oleh masyarakat, yaitu: modal manusia human capital, modal alam natural capital,
modal finansial financial capital, modal fisik physical capital, dan modal sosial social capital. Modal manusia berupa keterampilan, pengetahuan,
kemampuan tenaga kerja, dan tingkat kesehatan yang baik yang secara bersama- sama memungkinkan masyarakat untuk mengejar strategi penghidupan yang
berbeda dan mencapai tujuan penghidupan mereka. Modal alam berupa ketersediaan SDA yang dapat mengalirkan sumber daya dan jasa lingkungan yang
berguna untuk penghidupan masyarakat. Modal fisik terdiri atas infrastruktur dan atau peralatan yang dibutuhkan oleh masyarakat agar lebih produktif dalam
mendukung penghidupan mereka. Modal finansial merupakan sumber daya keuangan yang digunakan masyarakat untuk mencapai tujuan penghidupan
mereka yang terdiri atas simpanan keuangan dan aliran keuangan secara reguler. Modal sosial merupakan sumber daya sosial yang digunakan masyarakat untuk
31 mengejar tujuan mata pencaharian mereka yang terdiri atas: 1 jaringan dan
keterhubungan masyarakat, baik vertikal atau horizontal yang dapat meningkatkan kepercayaan dan kemampuan untuk bekerja bersama dan memperluas akses ke
lembaga yang lebih luas; 2 keanggotaan dari kelompok yang lebih diformalkan yang sering membutuhkan kepatuhan terhadap aturan, norma dan sanksi yang
disepakati bersama atau umumnya diterima; serta 3 hubungan kepercayaan, timbal balik dan pertukaran yang memfasilitasi kerjasama, mengurangi biaya
transaksi dan dapat memberikan dasar untuk jaring pengaman informal di antara masyarakat.
Dalam menjalani kehidupannya Suku Mentawai di CBPS membutuhkan sumber daya yang ada di sekitarnya. Keberadaan sumber daya ini membuat
masyarakat Mentawai mempunyai karakteristik tersendiri dibandingkan dengan masyarakat lain. Oleh karena itu, sangat penting melihat gambaran kenyataan
yang lebih utuh tentang realitas penghidupan masyarakat Mentawai di CBPS untuk mengelola SDA mereka dalam bentuk aset-aset penghidupan yang mereka
miliki.
3.2 Metode
Penelitian dilakukan di CBPS dengan lokasi pengumpulan data di Desa Matotonan di Kecamatan Siberut Selatan, Desa Saibi Samukop di Kecamatan
Siberut Tengah, dan Desa Sagulubbek di Kecamatan Siberut Barat Daya, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat. Penelitian dilakukan
pada bulan Agustus 2014 hingga Mei 2015. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Ketiga lokasi penelitian dipilih karena mewakili tiga zona dalam konsep cagar biosfer. Desa Saibi Samukop dipilih karena terletak di area transisi yang
sebagian besar masyarakatnya masih menggantungkan hidup pada SDA di area transisi dan zona penyangga CBPS. Masyarakat di Desa Saibi Samukop telah
mengalami banyak interaksi dengan pendatang, termasuk pernah berinteraksi intensif dengan kegiatan pengusahaan hutan, dan lebih modern dibandingkan
kedua desa yang akan diteliti. Desa Matotonan dipilih karena terletak di zona penyangga CBPS yang sebagian besar masyarakatnya masih menggantungkan
hidupnya pada SDA di tiga zona CBPS. Desa Sagulubbek dipilih karena terletak di area inti CBPS Taman Nasional Siberut yang sebagian besar masyarakatnya
masih menggantungkan hidupnya pada area inti. Di zona ini, interaksi masyarakat lokal dengan pendatang masih terbatas karena lokasi desa terletak di pantai barat
sehingga aksesibilitas menuju desa yang relatif terbatas.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data yang dikumpulkan meliputi data sumber daya manusia komposisi dan keterampilan penduduk, data
sumber daya alam tutupan lahan, ekosistem, flora fauna, aliran sungai, data infrastruktur infrastruktur umum, kesehatan, pendidikan, prasarana sosial
ekonomi, data sumber daya finansial mata pencaharian, pendapatan dan pengeluaran masyarakat, alternatif perolehan dan penyimpanan uang, serta data
organisasi sosial tradisional dan modern. Data dikumpulkan melalui studi dokumen, wawancara mendalam, dan pengamatan terlibat. Dokumen berupa
publikasi dan laporan dikumpulkan dari berbagai instansi terkait berkenaan dengan masyarakat dan karakteristik SDA di CBPS. Wawancara mendalam
32 dilakukan kepada 16 informan. Para informan ditentukan secara purposive
berdasarkan kriteria yakni mengetahui pengelolaan SDA di CBPS dan atau dianggap banyak mengetahui berbagai aspek yang berhubungan dengan
penelitian. Selama penelitian, dilakukan lima kali pertemuan informal dengan kelompok masyarakat Mentawai untuk mendapatkan lebih banyak informasi
terkait penelitian. Pengamatan terlibat dilakukan untuk mengkonfirmasi berbagai isu yang muncul dari dokumen, wawancara, dan pertemuan informal. Proses
analisis data dilakukan melalui proses pengkodean dan pengelompokan data, kemudian diinterpretasikan agar menghasilkan suatu kesimpulan Irawan 2006.
Gambar 3.1 Lokasi penelitian di Cagar Biosfer Pulau Siberut
3.3 Hasil dan Pembahasan
3.3.1 Sumber Daya Manusia
1. Komposisi Penduduk
Penduduk di CBPS pada tahun 2014 berjumlah 37 416 jiwa dengan rasio jenis kelamin sebesar 107.61 BPS 2015a yang meningkat sekitar 7 400 jiwa
Desa Saibi Samukop
Desa Matotonan
Desa Sagulubbek
Legenda: Area inti
Zona penyangga Area transisi
Lokasi penelitian