Identifikasi Stakeholders Hasil dan Pembahasan

82 SDM untuk kepentingan daerahnya masing-masing, sehingga Dishut mempunyai pengaruh yang cukup tinggi, karena sering berkegiatan di Pulau Siberut terutama di sekitar desadusun areal kerja IUPHHK PT. SSS. Posisi kuadran III contex setter ditempati oleh PT. SSS dan YCM-M. Stakeholders ini dapat mempengaruhi pengelolaan CBPS, karena memiliki pengaruh yang cukup tinggi. PT. SSS mempunyai kekuatan finansial untuk mempengaruhi stakeholders lain, dan kepentingan produksi kayu merupakan kepentingan utama stakeholders ini. YCM-M memiliki pengaruh tinggi karena sebagai LSM lokal mereka beraktivitas di Kepulauan Mentawai termasuk Siberut semenjak tahun 1997. Aktivitas YCM-M fokus pada penguatan organisasi masyarakat adat Mentawai sehingga mereka mampu terlibat dalam proses pengambilan kebijakkan, mengelola potensi, serta mampu mengelola berbagai sumber penghidupannya untuk meningkatkan kesejahteraan. Saat ini YCM-M mempunyai dua media massa yang menjadi kekuatan dan perpanjangan tangan mereka di lapangan, yaitu Koran “Pualigoubat” dan berita online “Mentawaikita.com” yang dapat menyebarkan informasi dan mengkritisi stakeholders lain. Pengaruh LSM lokal yang tinggi seperti ini dijumpai pula pada pengelolaan Taman Nasional Danau Sentarum di Kalimantan Barat, LSM yang selalu mendampingi masyarakat akan memiliki pengaruh yang tinggi di masyarakat Roslinda et al. 2012. Posisi pada kuadran IV crowd merupakan kelompok yang memiliki kepentingan dan pengaruh yang rendah dalam pengelolaan SDA di CBPS. Terdapat sembilan stakeholders yang berada pada kuadran ini, yaitu Disparbud Kabupaten, Distan Kabupaten, BPN, Yayasan Kirekat, IPPMEN, UNAND, UMSB, Balitbang Kehutanan, dan IPB. Kesembilan stakeholder ini memberikan perhatian juga dalam pengelolaan SDA di CBPS, tetapi aktivitas yang mereka lakukan hanya bersifat temporal dan “keproyekan”. Yayasan Kirekat mendapat dana dari Tropical Forest Conservation Action TFCA Sumatera untuk melakukan perlindungan dan pemulihan kawasan hutan terdegrasi dan rawan bencana di CBPS. Dalam melaksanakan kegiatannya, yayasan ini berkonsorsium dengan Pusat Penelitian Geografi Terapan Universitas Indonesia PPGT-UI, PT. Global Green, Siberut Conservation Programme SCP, dan Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat FKKM Sumatera Barat. IPMEN merupakan perkumpulan dari pelajar dan mahasiswa Mentawai yang bia sanya aktif berkegiatan atau “muncul” pada saat isu-isu tertentu, misal mengkritik kebijakan rencana pembukaan perkebunan sawit di Siberut. Selanjutnya, UNAND, UMSB, Balitbang Kehutanan, dan IPB berfokus pada kegiatan penelitian dan pendidikan sehingga keterlibatan dalam kegiatan pengelolaan belum begitu terasa kepentingan dan pengaruhnya. Hasil-hasil penelitian berupa rekomendasi terhadap pengelolaan SDA seringkali tidak terpakai, karena setelah seminar hasil penelitian dilakukan, seringkali rekomendasi tersebut terlupakan dan menjadi tumpukan laporan. IPB mempunyai peran khusus di Siberut, yakni sebagai pendamping pengelolaan hutan secara lestari PHAPL pada IUPHHK PT. SSS. Selain itu, IPB juga bekerjasama dengan Pusat Penelitian Primata Jerman DPZ dalam melakukan penelitian pada Siberut Conservation Program SCP. Areal SCP ini berada di dalam areal PT. SSS yang dialokasikan sebagai areal Kawasan Perlindungan dan Pelestarian Plasmanutfah KPPN dan Kawasan Perlindungan Satwa Liar KPSL. Saat ini, peran IPB 83 sebagai PHPAL di area IUPHHK PT. SSS sudah tidak berlanjut karena PT. SSS sudah bekerjasama dengan konsultan lain. Begitupula dengan kerjasama dengan SCP yang sudah tidak berlanjut, karena SCP sudah tidak melakukan aktivitas penelitian di Siberut. BPN menyelenggarakan tata ruang dan administrasi pertanahan di Indonesia di luar kawasan hutan negara. Tanah milik di CBPS sangat kecil sehingga tidak banyak dan dimiliki oleh uma-uma komunal sehingga belum banyak lahan yang disertifikatkan di Pulau Siberut. Walaupun demikian, BPN mendorong masyarakat untuk mencatatkan lahan pribadi untuk di sertifikatkan. Kepentingan dan pengaruh stakeholders akan selalu berubah sesuai dengan dinamika berbagai parameter penyusunnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Reed et al. 2009 bahwa kepentingan dan pengaruh stakeholders dapat berubah sepanjang waktu, dan dampak perubahan tersebut perlu dijadikan pertimbangan bagi pengelola suatu kawasan. Sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan saat ini, pengelolaan suatu CBPS mutlak ditangani multi stakeholders yang dapat dibangun melalui suatu kemitraan.

5.3.3 Hubungan Antar Stakeholders

Teridentifikasi tiga hubungan yang terjadi antar stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan SDA di CBPS, yaitu potensi konflik conflict, saling mengisi complementary, dan bekerjasama cooperation. Potensi konflik terjadi antara BTNS dan BKSDA Sumbar dengan masyarakat Siberut Tabel 5.4. Konflik ini muncul karena perbedaan pengakuan hak kepemilikan. BTNS dan KSDA mengelola kawasan yang diklaim sebagai kawasan hutan negara, di lain pihak kawasan hutan tersebut juga diklaim oleh masyarakat sebagai hutan ulayat yang dimiliki oleh uma-uma. Selanjutnya BTNS dan BKSDA dengan beberapa SKPD di Pemkab Kepulauan Mentawai. Konflik ini muncul karena perbedaan kepentingan. BTNS dan BKSDA mempunyai peran yang penting dan strategis bagi perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan SDA secara berkelanjutan. Kawasan TNS mempunyai fungsi strategis sebagai areal tangkapan air, daerah aliran sungai DAS, hidrologi sumber air, mengatur iklim mikro, penyerap karbon, tempat pendidikan, dan sebagai tempat wisata alam, sedangkan HSAW Teluk Saibi Sarabua menjadi perlindungan daratan dan perairan di Teluk Saibi Sarabua. Secara garis besar terdapat tiga tujuan pengelolaan kawasan konservasi, yaitu 1 perlindungan proses ekologis untuk menjamin fungsi dan perannya sebagai sistem penyangga kehidupan, 2 pengawetan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya, dan 3 pemanfaatan secara lestari untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan yang berkelanjutan, khususnya bagi masyarakat sekitar kawasan konservasi. Ketiga tujuan ini sesuai dengan UU No. 51990, sehingga dalam pengelolaan kawasan konservasi selalu memperhatikan dimensi ekologi, ekonomi, dan sosial. SKPD mengelola SDA di daerahnya berdasarkan UU No. 322004. Terdapat anggapan bahwa semua SDA di daerah dapat dikelola oleh Pemkab, termasuk SDA yang berada di kawasan konservasi. Hal ini berdampak pada SDA di kawasan konservasi dipandang sebagai sumber daya potensial untuk dieksploitasi yang dapat menambah pemasukan ke pendapatan asli daerah PAD. Kewenangan tersebut dianggap sebagai bagian dari kebebasan daerah yang otonom untuk 84 memperoleh PAD dari SDA yang ada, dan kadangkala tanpa mempertimbangkan dampak negatif yang ditimbulkannya. Walaupun kedua belah pihak memperhatikan aspek ekonomi, tetapi pengelolaan kawasan konservasi lebih cenderung berorietasi pada aspek ekologi, sedangkan SKPD lebih berorietasi pada aspek ekonomi. BTNS seringkali dianggap beberapa pejabat Pemkab dan anggota DPRD sebagai penghambat pembangunan, karena melarang berbagai aktivitas pembangunan di Siberut, seperti pembangunan jalan raya dan pemukiman. Tabel 5.4 Actor-linkage dalam pengelolaan sumber daya alam di Cagar Biosfer Pulau Siberut Stake- holder a Keterkaitan antar stakeholders b 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 1 - A,C A A,C C C C C C C C C C C C C C C A,C 2 A,C - B,C A,C A,C C C C C C C C C B,C C C C C C 3 A B,C - A,C A,C C C C C C C C C C C C C C C 4 A,C A,C A,C - C C C C A,C C A,C C C C C C C C C 5 C A,C A,C C - C C C - C C C C C C C C C C 6 C C C C C - C C - C C C C C C C C C C 7 C C C C C C - C - C C C C C C C C C C 8 C C - A,C C C C - B,C C C C C C C C C C A,C 9 C C C A,C - - - B,C - C C C C C C C C C A,C 10 C C C C C C C C C - C C C C C C C C C 11 C C C A,C C C C C C C - C C C C C C C C 12 C C C C C C C C C C C - C C C C C C C 13 C C C C C C C C C C C C - C C C C C C 14 C B,C C C C C C C C C C C C - C C C C C 15 C C C C C C C C C C C C C C - C C C C 16 C C C C C C C C C C C C C C C - C C C 17 C C C C C C C C C C C C C C C C - C C 18 C C C C C C C C C C C C C C C C C - C 19 A,C C C C C C C A,C A,C C C C C C C C C C - a Stakeholders 1: Masyarakat Suku Mentawai di Siberut, 2: BTNS, 3: BKSDA Sumatera Barat, 4: Dishutkab, 5: BAPPEDA Kab., 6: Disparbudkab, 7: Distankab, 8: YCM, 9: WALHI, 10: Kirekat, 11: IPMEN, 12: BPN, 13: FFI-I, 14: KN-MAB, 15: UNAND, 16: IPB, 17: UMSB, 18: Balitbanghut, 19: PT SSS. b Keterkaitan antar stakeholder A: conflict, B: complementary, C: cooperation. Potensi konflik juga terlihat antara LSM yang berorientasi lingkungankonservasi seperti YCM, WALHI, IPMEN dan masyarakat dengan SKPD khususnya Dishutkab dan PT. SSS. Konflik antara LSM dengan SKPD muncul biasanya ketika ada proses perizinan untuk memanfaatkan SDA dalam skala besar seperti IUPHHK, IPK, perkebunan kelapa sawit, HTI. Kalangan LSM beranggapan bahwa pemanfaatan SDA, khususnya hutan banyak membawa dampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat Mentawai. Begitupula konflik antara LSM tersebut dengan PT. SSS terkait dengan isu lingkungan dan distribusi manfaat yang tidak berimbang ke masyarakat lokal. Hubungan saling mengisi dapat dilihat antara BTNS dan BKSDA. Ketiadaan petugas BKSDA di Siberut menyebabkan aktivitas peredaran tumbuhan dan satwa dilindungi di Pulau Siberut dilakukan oleh petugas BTNS, seperti beberapa kali