Pendahuluan Penguatan Kelembagaan Lokal Pengelolaan Sumber Daya Alam Sumber Penghidupan Suku Mentawai Di Cagar Biosfer Pulau Siberut

35 Tabel 3.4 Komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Pulau Siberut a Kecamatan Tingkat pendidikan Jumlah Belum sekolah Tidak tamat sekolah Tamat sekolah SD SLTP SLTA DIDII DIII Sarjana b Siberut Selatan 882 3 197 1 136 588 1 156 100 46 125 7 230 Siberut Tengah 531 2 224 1 977 107 40 4 879 Siberut Barat Daya 1 293 1 651 1 691 216 108 4 959 Siberut Utara 476 2 191 2 204 2 314 950 5 24 8 164 Siberut Barat 745 1 168 2 896 1 172 79 6 060 Jumlah 3 927 10 431 9 904 4 397 2 333 100 51 149 31 292 Persentase 12.55 33.33 31.65 14.05 7.46 0.32 0.16 0.48 100 a BPS Kabupaten Kepulauan Mentawai 2014; b Strata 1, 2, dan 3.

2. Keterampilan Penduduk

Keterampilan yang dikuasai masyarakat Mentawai tidak terlepas dari kondisi lingkungan, SDA yang ada, dan jenis pekerjaan yang dapat dilakukan. Mayoritas masyarakat di lokasi penelitian berprofesi sebagai peladang. Profesi ini juga ditekuni oleh hampir seluruh keluarga di CBPS. Beberapa orang berprofesi sebagai guru dan tenaga medis, walaupun demikian mereka umumnya mempunyai ladang. Keterampilan yang berkaitan dengan kegiatan berladang adalah mengelola lahan, serta berbudidaya tanaman untuk kebutuhan subsisten dan yang laku di pasaran. Pola perladangan pumonean oleh masyarakat Mentawai tidak bersifat intensif dan terlihat sederhana. Masyarakat Mentawai sendiri menganggap penanaman yang mereka lakukan asal-asalan pangureman sibobo, tetapi Darmanto 2006 menyatakan bahwa keadaan penanaman yang terlihat sederhana tersebut membutuhkan proses yang rumit berhubungan dengan pantangan dan ritual tertentu. Selain itu, masyarakat terampil meramu hasil hutan. Keterampilan berladang dan meramu hasil hutan ini diperoleh secara turun menurun. Keterampilan pengolahan lanjutan hasil dari perladangan maupun dari meramu hasil hutan belum ada. Beberapa pria mempunyai keterampilan membangun rumah dari kayu tradisional dan rumah batu modern. Beberapa wanita terampil membuat kerajinan tangan, seperti keranjang opa dan alat tangkap ikan, serta dapat membuat sendiri minyak goreng dari buah kelapa. Beberapa penduduk di Saibi Muara dan Sagulubbek berprofesi sebagai nelayan. Di waktu senggang dan cuaca yang baik, para ibu di Muara Saibi menangkap ikan untuk konsumsi keluarga dengan menggunakan panu jaring besar yang dikaitkan ke pinggang di muara sungai. Sedangkan di Matotonan, kaum wanita di musim-musim tertentu mengambil kerang dan ikan di sepanjang sungai besar. 36

3.3.2 Sumber Daya Alam

Kehidupan masyarakat Mentawai di CBPS berorientasi pada kehidupan darat, walaupun secara geografis dikelilingi oleh laut, sehingga lahan atau tanah menjadi SDA yang sangat penting bagi kehidupan mereka. Tutupan lahan di CBPS, hasil pengukuran planimetris dan interpretasi citra satelit tahun 2009 oleh UNESCO, BTNS, dan PASIH pada tahun 2010 disajikan pada Tabel 3.5. Data pada Tabel 3.5, terlihat bahwa hutan merupakan tutupan lahan yang paling luas, yakni 256 666 ha 63.64. Selain hutan, tutupan lahan lain yang terluas adalah areal perladangan dan daerah menyagu berupa pertanian lahan kering campuran, pertanian lahan kering, semak, dan rawa seluas 84 776 ha 21.02. Tutupan lahan non hutan seluas 5 255 ha 1.30 yang di dalamnya termasuk permukiman. Selanjutnya, badan air termasuk sungai dan danau seluas 2 051 ha 0.51 . Tabel 3.5 Luasan tutupan lahan di Pulau Siberut a Tutupan lahan Luas ha Persentase Hutan primer 169 073 41.92 Hutan sekunder 87 593 21.72 Mangrove 6 765 1.68 Rawa 27 512 6.82 Rawa-semak 4 017 1.00 Semak 20 951 5.19 Pertanian lahan kering 9 514 2.36 Pertanian lahan kering campuran 26 799 6.64 Non hutan bare land 5 255 1.30 Badan air 2 051 0.51 Awan 25 067 6.22 Bayangan awan 18 703 4.64 T o t a l 403 300 100 a Diolah dari BTNS 2010. Areal berhutan dan perladangan mempunyai arti yang penting bagi masyarakat Mentawai. Hutan mempunyai manfaat ekologi, ekonomi, dan sosial budaya. Manfaat hutan dan perladangan bagi masyarakat Mentawai dijelaskan pada Bab 4. Areal berhutan masih banyak terdapat di sekitar desa yang menjadi lokasi penelitian. Hal ini didukung oleh data luasan hutan di ketiga kecamatan yang menjadi lokasi penelitian, yaitu Kecamatan Siberut Tengah luas hutannya 61 830 ha 83.57, Kecamatan Siberut Selatan luas hutannya 41 323 ha 81.29, dan Kecamatan Siberut Barat Daya luas hutannya 48 940 ha 75.40 BPS 2014a; 2014b; 2014c. Lokasi perladangan masyrakat terpencar di seluruh wilayah desa. Data luasan perladangan di ketiga kecamatan yang menjadi lokasi penelitian, yaitu Kecamatan Siberut Tengah luas perladangan 12 001 ha 16.22, Kecamatan Siberut Selatan luas perladangan 8 994 ha 17.69, dan Kecamatan Siberut Barat Daya luas perladangan 16.22 atau seluas 12 001 ha BPS 2014. Secara keseluruhan luasan tutupan lahan berhutan di CBPS mengalami penurunan. Penurunan ini dapat dilihat dari perbandingan luasan tutupan lahan berhutan pada tahun 2009 seluas 256 666 ha 63.64 dengan luasan lahan berhutan hasil interpretasi citra satelit Pulau Siberut tahun 2004 seluas 273 128 ha 67.74 Nopiansyah 2008, terlihat penurunan luasan lahan berhutan sebesar