Strategi Penghidupan Masyarakat Mentawai di CBPS
76 dan Ackermann dalam Bryson 2004. Subjects merupakan stakeholders yang
mempunyai kepentingan tinggi, tetapi mempunyai pengaruh yang rendah. Key players merupakan stakeholders yang mempunyai kepentingan dan pengaruh yang
tinggi. Context setters merupakan stakeholders yang mempunyai kepentingan rendah, tetapi mempunyai pengaruh yang tinggi. Terakhir, crowd merupakan
stakeholders yang mempunyai kepentingan dan pengaruh yang rendah. Stakeholders kunci adalah subjects, key players dan context setters, karena
kelompok ini dianggap cukup signifikan dalam mempengaruhi pengelolaan suatu SDA Groenendjik 2003, sementara itu stakeholders yang berada pada kelompok
crowd akan mendapatkan perhatian dan prioritas yang rendah atau bisa diabaikan dari aktifitas pengelolaan SDA.
Hubungan atau keterkaitan di antara stakeholders dianalisis dengan Matriks Actor-Linkage. Matriks ini digunakan untuk mengetahui adanya hubungan berupa
konflik conflict, saling melengkapi complementary, dan atau kerjasama cooperation di antara stakeholders, melalui penggunaan kata kunci. Keuntungan
dari penggunaan pendekatan ini adalah kesederhanaan dan keflesibilitasannya Reed et al. 2009.
Partisipasi stakeholders dianalisis untuk menjelaskan tingkat keterlibatan stakeholder dalam pengelolaan SDA di CBPS. Tahap pertama analisis, yakni
mengidentifikasi berbagai bentuk kegiatan atau upaya yang dilakukan stakeholders dalam pengelolaan SDA. Kegiatan tersebut dikelompokkan
berdasarkan tiga aspek konservasi, yaitu perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan berkelanjutan dari suatu SDA. Selanjutnya, tingkatan partisipasi
dianalisis dengan Model Partisipasi dari Arnstein 1969, terdiri atas manipulasi, terapi, memberi informasi, konsultasi, plakasi, kemitraan, pendelegasian
wewenang, dan kontrol masyarakat. Deskripsi tingkat partisipasi stakeholders menggunakan Model Partisipasi dari Arnstein, sebagai berikut:
Tingkat 1 atau manipulasi manipulation dan tingkat 2 atau terapi therapy. Kedua tingkatan ini non partisipatif. Komunikasi satu arah dari luar ke
stakeholders. Hasil yang diputuskan oleh pihak luar diberitahukan kepada stakeholders. Tujuannya adalah untuk memperbaiki atau mendidik
stakeholders.
Tingkat 3 atau memberi informasi informing. Sebuah langkah pertama yang
paling penting untuk melegitimasi partisipasi dan salah satu cara untuk mengalirkan informasi. Komunikasi terjadi searah dari stakeholders ke luar.
Misal stakeholders menjawab pertanyaan yang diajukan oleh pihak luar.
Tingkat 4 atau konsultasi consultation. Pihak luar berkonsultasi dan
berunding dengan stakeholders melalui pertemuan atau public hearing dan sebagainya. Komunikasi dua arah, tetapi stakeholders tidak ikut serta dalam
menganalisis atau mengambil keputusan.
Tingkat 5 atau plakasi placation. Stakeholders ikut serta dalam proses
pengambilan keputusan yang biasanya sudah diputuskan sebelumnya oleh pihak luar, terutama menyangkut hal-hal yang penting. Dimungkinkan mereka
telah terbujuk oleh insentif berupa uang, barang, dan lain-lain.
Tingkat 6 atau kemitraan partnership. Kewenangan didistribusikan kembali
melalui negoisasi antara stakeholders dan pemegang kekuasaan. Perencanaan dan tanggung jawab dalam pembuatan keputusan dibagi, misalnya dalam
komite bersama. Partisipasi merupakan hak mereka dan bukan kewajiban
77 untuk mencapai sesuatu.
Tingkat 7 atau pendelegasian kewenangan delegated power. Stakeholders
mempunyai kewenangan untuk membuat keputusan karena memiliki delegasi kewenangan. Masyarakat memiliki kewenangan untuk menjamin akuntabilitas
program mereka.
Tingkat 8 atau kontrol masyarakat citizen control. Stakeholders menangani
seluruh pekerjaan perencanaan, membuat kebijakan dan mengelola program, seperti perusahaan lingkungan dengan tanpa perantara antara mereka dan
sumber pendanaan.
Perilaku stakeholders dikaitkan aturan yang harusnya berlaku normatif atau perilaku seharusnya dibandingkan dengan perilaku yang dilaksanakan atau
implementasinya. Perbandingan ini akan memperlihatkan kinerja stakeholders di zonasi CBPS. Selain itu, dikaji pula perubahan perilaku masyarakat stakeholders
dalam mengelola SDA saat ini.
Data yang dikumpulkan adalah aturan yang berlaku atau seharusnya dan perilaku stakeholders dalam
pengelolaan
SDA di
CBPS
di lapangan. Data dikumpulkan dengan cara studi pustaka, wawancara mendalam kepada informan
kunci dari stakeholders, dan pengamatan terlibat. Hubungan antara kelembagaan, perilaku, dan kinerja stakeholders dalam pengelolaan SDA dianalisis
menggunakan analisis Model Finsterbuch dalam Basuni 2003. Perilaku stakeholder tersebut akan dibedakan seusai zona di CBPS. Analisis ini
memberikan gambaran perilaku stakeholders terhadap pengelolaan SDA di CBPS.