Sumber Daya Alam Hasil dan Pembahasan

41 memilikinya karena harga mesin dan sampannya yang mahal serta boros bahan bakar. Selain speedboat, kendaraan air lainnya yang sedang digandrungi masyarakat adalah pompong perahu yang dipasang mesin 3-8 PK. Menurut masyarakat, pompong mempunyai keunggulan yakni dapat membawa banyak penumpang barang, penggunaan bahan bakarnya jauh lebih irit dibandingkan speedboat, biaya pembuatan yang murah sampan hanya diberi dudukan mesin, dan dapat mengarungi sampai hulu sungai di Pulau Siberut yang dangkal. Di sisi lain, pompong mempunyai kelemahan yakni memakan waktu tempuh yang relatif lama, hampir dua kali lipat dibandingkan speedboat. Perahu motor tersebut, selain untuk mengangkut barang dagangan, juga sebagai sarana transportasi penduduk desa ke desa lain atau ke ibukota kecamatan yang menjadi pusat ekonomi. Selain perahu motor, perahu sampan masih menjadi moda transportasi tradisional yang dimiliki hampir seluruh masyarakat. Perahu sampan umumnya digunakan untuk mobilitas jarak pendek dari rumah ke ladang atau untuk mencari ikan. Seiring dengan tersedianya jalan desa yang terbuat dari semen, maka banyak penduduk yang memiliki sepeda motor. Sepeda motor ini mulai mengganti fungsi perahu sampan sebagai moda transportasi jarak dekat, khususnya ke ladang. Di Desa Matotonan, ketika jalan menuju ibukota kecamatan masih baik, intensitas masyarakat ke pasar cukup tinggi.

3.3.4 Sumber Daya Finansial

1. Mata Pencaharian

Sebagian besar masyarakat di lokasi penelitian, sebagaimana umumnya masyarakat Mentawai di CBPS, bermata pencaharian utama sebagai peladang. Seperti dijelaskan pada Subbab 3.3.1 tentang Keterampilan Penduduk. Hasil perladangan atau hasil hutan yang bersifat subsisten langsung dikonsumsi, sedangkan yang bernilai dipasaran dijual langsung ke pengumpul. Hasil ladang yang umumnya dijual seperti kakao, kelapa, pinang, nilam, cengkeh, sedangkan hasil meramu dari hutan, seperti manau, gaharu, madu, dan buah. Cara berladang sebagian masyarakat masih tradisional, belum banyak mendapat sentuhan teknologi baru yang lebih produktif, sehingga kuantitas dan kualitas hasil dari usaha berladang masih rendah. Di sela-sela aktivitas berladang, masyarakat juga melakukan pekerjaan lain yang sifatnya temporal untuk mendapatkan uang tunai dengan menjadi buruh pada pembangunan sarana prasarana desa yang sedang banyak dilakukan. Beberapa penduduk di tepian pantai berprofesi sebagai nelayan. Di Muara Saibi sekitar 10 orang dan di Sagulubbek sekitar 5 orang berprofesi sebagai nelayan. Kebanyakan mereka dari Suku Minang. Kegiatan melaut umumnya dilakukan pada malam hari, ketika gelombang laut tidak besar atau kuat. Di siang hari, nelayan tersebut masih mengelola ladang. Hasil tangkapan yang lebih dari konsumsi sendiri, dijual di sekitar desa. Daliyono et al. 2007 menyatakan bahwa masyarakat di Saibi Samukop merupakan nelayan dengan pekerjaan sampingan sebagai peladang atau petani. Namun dalam penelitian ini menemukan fakta sebaliknya bahwa masyarakat Desa Saibi Samukop merupakan masyarakat peladang, hanya beberapa orang saja yang mempunyai pekerjaan sampingan sebagai nelayan. 42

2. Pendapatan dan Pengeluaran Masyarakat

Pendapatan masyarakat di lokasi penelitian sangat tergantung dari penjualan sumber daya hayati dari hasil ladang dan hasil hutan. Dengan pola budidaya tanaman yang belum intensif dan semakin sulitnya mendapatkan hasil hutan dari hutan-hutan terdekat, dalam penelitian ini masyarakat kesulitan menentukan kepastian besarnya pendapatan mereka per bulan. Hasil pertemuan dengan para infoman, diperoleh gambaran pendapatan masyarakat setiap bulan dari menjual buah kakao tanaman ini banyak dibudidayakan, pinang dan pisang. Dari ladang kakao yang luasnya 0.5-1 ha mampu menghasilkan kakao sekitar 15 kgbulan dengan harga per kg Rp18 000, maka pendapatannya sekitar Rp270 000bulan. Jika luasan lahan sekitar 1 ha, penghasilan menjadi dua kali lipat sekitar Rp540 000bulan. Selain kakao, hampir seluruh masyarakat mempunyai pinang yang dapat menghasilkan buah per bulan sebanyak 10 kg dengan harga Rp3 000kg, maka pendapatan dari pinang sebesar Rp30 000. Kebanyakan masyarakat juga menanam pisang yang dapat dipanen hingga 20 tandan dengan harga Rp10 000tandan, maka pendapatannya sekitar Rp200 000bulan. Pisang umumnya dijual oleh kaum wanita untuk membeli kebutuhan dapur. Kebutuhan dapur dapat juga dibarter dengan kelapa, atau hasil hutan yang sebanding dengan Rp.100 000bulan. Jika data tersebut diakumulasi, pendapatan masyarakat rata-rata Rp600 000-Rp870 000 per bulan. Penghasilan ini merupakan pengecualian bagi pegawai pemerintah dan petani yang mempunyai ladang yang luas, tetapi mereka minoritas di desa. Dengan maraknya pembangunan di desa, masyarakat mempunyai pendapatan sampingan dengan menjadi buruh. Pekerjaan ini memberikan pemasukan yang lebih besar daripada pendapatan per bulan, tetapi sifatnya temporal dengan waktu kerja yang singkat. Dalam hal pengeluaran, terdapat variasi antara informan satu dengan yang lain. Variasi ini terjadi karena penghasilan mereka yang tidak tetap, sehingga pengeluarannya tidak tetap pula. Pengeluaran pokok sebuah keluarga dikeluarkan untuk membeli berbagai jenis barang yang tidak dapat dihasilkan oleh suatu keluarga, seperti rokok, gula, kopi, teh, pakaian, minyak tanah dan minyak goreng. Seiring dengan meningkatnya jumlah anak sekolah, maka pengeluaran masyarakat juga diperuntukkan membiaya uang sekolah, peralatan sekolah, dan penginapan indekos. Sebagai contoh untuk pengeluaran masyarakat, infoman memberikan gambaran pengeluaran keluarganya dalam 1 bulan, yaitu membeli rokok = Rp300 000 1 bungkus x 30 hari x Rp10 000, gula = Rp216 000 3 kg x 4 minggu x Rp18 000, kopi = =Rp30 000 0.5 kg x 1 bulan x Rp60 000, teh = Rp42 000 3 kotak x 4 minggu x Rp3 500, minyak tanah = Rp80 000 2 liter x 4 minggu x Rp10 000, minyak goreng = Rp28 000 0.5 kg x 4 minggu x Rp14 000, bumbu dapur = Rp50 000 garam, penyedap rasa, dan bumbu, sabun mandi = Rp12 000 1 buah x 4 minggu x Rp3 000, odol = Rp8 000 1 buah x 1 bulan x Rp8 000, sabun cuci = Rp48 000 2 buah x 4 minggu x Rp6 000, sehingga kisaran pengeluaran masyarakat sekitar Rp814 000 7 per bulan. Dari data pendapatan dan pengeluaran masyarakat terdapat selisih, dimana pengeluaran lebih besar dari pendapatan. Informan menyatakan bahwa untuk 7 Harga barang adalah harga toko di lokasi penelitian. Pengeluaran tidak termasuk beras karena dianggap masyarakat mengkonsumsi sagu sebagai makanan pokok.