Komposisi Penduduk Sumber Daya Manusia

37 4.1 atau 16 462 ha. Perubahan luasan tutupan lahan berupa hutan ini diidentifikasi menjadi areal perladangan BTNS 2010. Keadaan ini mengindikasikan masyarakat Mentawai di CBPS membutuhkan lahan berladang untuk penghidupan mereka.

3.3.3 Infrastruktur

1. Infrastruktur Umum

Infrastruktur umum yang terdapat di ketiga lokasi penelitian menggambarkan infrastruktur di desa-desa lain di CBPS Tabel 3.6. Setiap desa telah mempunyai kantor desa, kantor Dewan Permusyawaratan Desa, balai pertemuan, rumah ibadah, dan infrastruktur dasar bagi masyarakat. Tabel 3.6 Infrastruktur umum di Desa Saibi Samukop, Matotonan, dan Sagulubbek a Sarana dan prasarana Jumlah unit di pusat desa Saibi Matotonan Sagulubbek Kantor pelayanan desa Kantor desa 1 1 1 Kantor Badan Permusyawaratan Desa 1 1 1 Balai pertemuan 1 1 1 Pendidikan Taman kanak-kanak 2 2 1 Sekolah dasar 2 1 1 Sekolah menengah pertama 1 Sekolah menengah atas 1 Kesehatan Puskesmas 1 Puskesmas pembantuPolindes 1 1 1 Agama Gereja 4 1 2 MasjidMusholah 1 2 1 Olahraga Lapangan sepakbola 1 1 1 Lapangan voli 2 1 1 Lapangan takraw 1 1 1 Transportasi Dermaga Jalan semen lebar 1,5-2 m 10 b 8 b 8 b Perahu mesin 25-40 PK atau speedboat 10 6 8 Perahu mesinpompong 3-8 PK 10 15 8 Sepeda motor 100 50 30 Komunikasi Telekomunikasi seluler 1 Telekomunikasi satelit 1 c 1 c 1 c Ekonomi Pasar Warung 7 9 6 Air bersih Jaringan air bersih 1 c 1 MCK 100 105 25 a Data desa tahun 2014; b Satuan dalam kilometer; c Tidak berfungsirusak. 38 Begitupula dengan sarana transportasi menuju ke CBPS masih terbatas. Untuk mencapai lokasi penelitian menggunakan kapal laut dengan menyeberangi Selat Mentawai. Kapal ini berlayar seminggu tiga kali, dan sangat tergantung pada cuaca. Di pulau, menuju lokasi penelitian dimulai dari Pelabuhan Maileppet mengunakan perahu bermesin speedboat 40 PK. Menuju Desa Saibi Samukop melalui laut memakan waktu sekitar 2 jam, ke Desa Saibi Samukop melalui Sungai Sarareiket memakan waktu sekitar 3.5 jam, dan ke Desa Sagulubbek melalui laut memakan waktu sekitar 4 jam. Jalan yang terbuat dari semen hanya terdapat di dalam desadusun dan secara umum belum menjadi penghubung antar desa. Jalan semen yang cukup panjang terdapat di Muara Siberut dan Sikabaluan masing-masing sepanjang tujuh kilometer. Sarana komunikasi satelit sudah tersedia, tetapi peralatan bantuan dari Kementerian Telekomunikasi dan Informatika ini sudah rusak dan belum pernah diperbaiki oleh pihak terkait. Komunikasi seluler hanya terdapat di tiga ibukota kecamatan, yakni Muara Siberut, Sikabaluan, dan Saibi Samukop. Uraian di atas menjelaskan masih terbatasnya infrastruktur yang tersedia di lokasi penelitian dan hampir di semua desa di CBPS.

2. Kesehatan

Di setiap ibukota kecamatan di CBPS telah tersedia fasilitas pelayanan kesehatan berupa puskesmas. Di setiap desa telah disediakan puskesmas pembantu Pustu atau poliklinik desa Polindes. Kondisi ini menunjukkan layanan kesehatan telah menjangkau seluruh desa di Pulau Siberut Tabel 3.7. Fasilitas kesehatan yang terdapat di Desa Matotonan dan Desa Sagulubbek adalah Pustu, sedangkan di Saibi Muara telah memiliki Puskesmas. Tabel 3.7 Bangunan fasilitas kesehatan di Pulau Siberut pada tahun 2013 a Kecamatan Bangunan fasilitas kesehatan b Jumlah Puskesmas Pustu Poskesdes Posyandu Polindes Siberut Selatan 1 - 6 16 2 25 Siberut Barat Daya 1 2 2 19 3 27 Siberut Tengah 1 2 7 33 3 46 Siberut Utara 1 3 8 24 2 38 Siberut Barat 1 - 7 11 - 21 Total 5 7 30 103 10 155 a Diolah dari data BPS Kab. Kep. Mentawai 2015a; b Puskesmas: Pusat Kesehatan Masyarakat, Pustu: Puskesmas Pembantu; Poskesdes: Pos Kesehatan Desa, Posyandu: Pos Layanan Kesehatan Terpadu, Polindes: Poliklinik Desa. Pustu dan polindes belum memiliki tenaga dokter, tetapi sudah tersedia tenaga bidan dan atau perawat. Pelayanan dapat dilakukan setiap saat, karena tenaga medis biasanya tinggal di rumah dinas yang berdekatan dengan fasilitas kesehatan. Di Saibi Muara, sudah tersedia satu orang dokter umum dan satu orang dokter gigi di puskesmas. Tabel 3.8 memperlihatkan bahwa tenaga medis di Pulau Siberut masih sangat kurang, begitupula tenaga perawat dan bidan yang masih 39 minim bila dibandingkan dengan jumlah dusun 146 dusun. Di setiap desa rata- rata hanya dilayani oleh dua orang tenaga medis untuk melayani semua penduduk dan kadangkala mereka tinggal di dusun-dusun yang jauh dari pusat desa. Tabel 3.8 Tenaga medis di Pulau Siberut pada tahun 2013 a Kecamatan Tenaga medis Jumlah Dokter Perawat Bidan Dukun bermitra b Siberut Selatan 2 22 3 - 27 Siberut Barat Daya - 9 4 20 33 Siberut Tengah - 7 4 14 25 Siberut Utara - 10 7 - 17 Siberut Barat - 7 2 - 9 Total 2 55 20 34 111 a Diolah dari BPS Kab. Kep. Mentawai 2015a; b Dukun bermitra: dukun beranak yang dibina oleh dinas kesehatan bukan sikerei. Penyakit yang sering diderita masyarakat di lokasi penelitian adalah diare dan infeksi saluran pernapasan ISPA. Penyakit ini umumnya disebabkan kondisi lingkungan, seperti tidak menggunakan air bersih dan kurang menjaga kebersihan makanan. Selain itu, penyakit malaria banyak diderita masyarakat. Kepulauan Mentawai merupakan daerah epedemi penyakit malaria. Selain pengobatan secara medis, masyarakat Mentawai juga menggunakan jasa pengobatan tradisional yang dilakukan oleh Sikerei. Jumlah Sikerei yang ada mulai menurun dalam dasawarsa terakhir, menurut informan, di Saibi Muara jumlah Sikerei tinggal 4 orang dari 13 orang dan mereka sudah tua. Tidak adanya acara penobatan Sikerei baru 6 megindikasikan tidak adanya regenerasi Sikerei di daerah tersebut. Sumber air bersih utama di ketiga desa adalah sungai-sungai kecil berair jernih yang melintasi desa atau dusun. Di Desa Matotonan dan Sagulubbek, masyarakat jarang yang mempunyai sumur. Sedangkan di daerah Saibi Muara, penduduk banyak yang memiliki sumur, tetapi hanya digunakan untuk mandi dan mencuci, karena masyarakat menganggap air sumur kurang bening dan bila diminum berasa payau. Di Desa Matotonan dan Muara Saibi, terdapat sarana air bersih umum yang bersumber dari sungai kecil di sekitar permukiman. Pembangunannya didanai oleh pemerintah desa atau organisasi nirlaba, tetapi di Saibi Muara sarana air bersih sudah tidak berfungsi lagi, sehingga masyarakat mengambil air minum di sungai yang berada di perbukitan sekitar desa. Masyarakat sudah menggunakan kakus sebagai tempat buang hajat, khususnya rumah-rumah yang dibuat oleh Program Pemukiman dari Kementerian Sosial. Masyarakat yang tidak memiliki kakus, menggunakan kebun, ladang, atau pantai sebagai lokasi buang air besar. Di Saibi Muara, beberapa tahun lalu, beberapa masyarakat masih membuang hajat di pinggir jalan dan tempat penambatan perahu. Hal ini mendorong pemerintah desa untuk membuat aturan 6 Kemampuan Sikerei diperoleh melalui proses pengajaranpelatihan dari Sikerei senior yang disebut Sipaumat yang berperan sebagai gurupembimbing kepada calon Sikerei. 40 desa yang mendenda penduduk yang membuang hajat sembarangan. Aturan berjalan efektif, karena saat ini tidak ada lagi penduduk yang membuang hajat di jalanan atau penambatan perahu.

3. Pendidikan

Sarana dan prasarana pendidikan di Desa Matotonan dan Sagulubbek masih terbatas pada sekolah dasar SD. Di Desa Matotonan, lulusan SD melanjutkan sekolah lanjutan tingkat pertama SLTP di Desa Madobak yang baru berdiri sekitar 3-4 jam berjalan kaki dan sekolah lanjutan tingkat atas SLTA yang harus ditempuh di kota kecamatan, Muara Siberut. Di Desa Sagulubbek, lulusan SD melanjutkan SLTP dan SLTA harus ke kota kecamatan Muara Siberut. Hal ini berbeda dengan Desa Saibi Samukop yang telah memiliki fasilitas pendidikan hingga jenjang SLTA. Namun untuk melanjutkan ke jenjang strata satu, masyarakat harus ke Padang. Kondisi seperti ini menyebabkan tidak semua lulusan SD di Matotonan, Sagulubbek, dan Saibi Samukop terutama dusun yang jauh dari pusat desa dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya, karena memerlukan biaya tambahan, yakni biaya makan dan penginapan. Pada umumnya mereka yang dapat melanjutkan ke SLTP atau SLTA adalah penduduk yang mampu dan atau mempunyai famili di Muara Siberut. Fasilitas penginapan yang lebih murah juga disediakan oleh Yayasan Sekolah Nasrani di Muara Siberut dan Muara Sikabaluan, tetapi kapasitasnya terbatas dan hanya untuk anak-anak yang bersekolah di yayasan tersebut. Saat ini banyak pemerintah desa yang membangun asrama untuk anak-anak dari desa mereka di Muara Siberut dan Muara Sikabaluan.

4. Sarana Sosial Ekonomi

Sarana sosial ekonomi sosek yang dimaksudkan di sini adalah infrastruktur yang digunakan penduduk untuk memenuhi kebutuhan aktifitas sosek, antara lain pasar, dermaga, dan warung. Sedangkan, prasarana sosek adalah perlengkapan penunjang yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan sosek. Sarana sosek di lokasi penelitian hampir di seluruh perdesaan masih sangat terbatas. Tidak ada dermaga permanen untuk mobilitas sosek perdesaan. Dermaga yang ada hanya dermaga non permanen yang tersebar di masing-masing permukiman penduduk. Dermaga perahu di desa pada dasarnya dibangun secara swadaya oleh masyarakat. Penduduk cenderung membangun tempat bersandar perahu sendiri yang disesuaikan dengan kedekatan dengan tempat tinggal dan kondisi pasang-surut sungai. Tidak terdapat pasar desa di tiga lokasi penelitian. Sarana ekonomi yang ada hanya berupa warungtoko. Warung melayani kebutuhan pokok penduduk, seperti sembako sembilan bahan kebutuhan pokok, kebutuhan rumah tangga lainnya, dan bahan bakar. Warung juga berperan sebagai penampung hasil bumi yang dijual masyarakat. Pemilik warungtoko umumnya pendatang dari Suku Minang dan Suku Batak. Prasarana sosek yang banyak digunakan adalah perahu motor yang berukuran besar jenis perahu yang dapat menampung 6-7 orang yang biasa disebut speedboat dengan kapasitas mesin 25 PK ke atas. Jenis perahu bermotor ini tidak dimiliki oleh setiap penduduk, biasanya hanya pemilik warung yang