Perumusan Masalah Penguatan Kelembagaan Lokal Pengelolaan Sumber Daya Alam Sumber Penghidupan Suku Mentawai Di Cagar Biosfer Pulau Siberut
10 menentukan bagaimana, kapan dan dimana penggunaan konsumtif sumber daya
dapat dilakukan, serta apakah dan bagaimana struktur sumber daya yang dapat diubah. Orang atau kelompok yang memiliki hak-hak ini dikenal sebagai
claimants. Hak eksklusi exclusion atau hak untuk menentukan siapa yang akan memiliki hak akses dan bagaimana hak dimungkinkan untuk ditransfer. Mereka
yang memiliki hak ini disebut proprietors. Hak alienation atau hak untuk menjual atau menyewakan salah satu atau kedua hal di atas. Orang atau kelompok yang
memiliki hak ini disebut pemilik owners. Selanjutnya Ostrom dan Schlager 1996 menyatakan bahwa hak kepemilikan yang didefinisikan dengan baik untuk
eksis, maka pengguna sumber daya harus memiliki kedua hak pada tingkat operasional access dan withdrawal, serta pilihan kolektif management,
exclusion, dan alienation untuk mengelola CPRs mereka.
Belum adanya pengakuan secara formal atas keberadaan wilayah-wilayah adat dan hak masyarakat adat dalam mengelola SDA-nya yang telah mereka
kelola turun-temurun dapat melemahkan daya kontrol mereka terhadap SDA. Di sisi lain, kemampuan negara dalam mengelola SDA relatif terbatas, baik dalam
hal sumber daya manusia maupun pendanaan, yang menyebabkan kontrol terhadap SDA menjadi lemah, sehingga SDA yang bersifat CPRs mudah
terdegradasi karena terjadi open access. Sementara itu, penguasaan SDA oleh negara menyebabkan negara dapat memutuskan untuk mengalokasikan hak-hak
eksploitasi atau menetapkan kawasan konservasi tanpa kesepakatan dengan masyarakat lokal Kosmaryandi 2012.
Pengelolaan SDA tergantung pada batas yuridiksi kelembagaan yang ada. Batas yuridiksi ditentukan oleh paling tidak empat hal Shaffer dan Schmid dalam
Pakpahan 1989, yaitu perasaan sebagai satu komunitas, perasaan ini akan menentukan siapa yang berhak memanfaatkan SDA dan siapa yang tidak boleh.
Homogenitas prefensi menentukan siapa yang berwenang dalam menentukan suatu keputusan. Skala ekonomi yang sangat terkait dengan biaya yang tepat
dalam menyelesaikan permasalahan pengelolaan SDA. Selanjutnya, eksternalitas yang akan mendefinisikan siapa yang akan menanggung atas apa atau terhadap
sesuatu. Eksternalitas sendiri diartikan sebagai dampak kegiatan atau konsumsi dari suatu pihak mempengaruhi utilitas pihak lain secara tidak diinginkan Fauzi
2006.
Sumber daya alam yang dimiliki secara komunal dalam pengelolaannya secara bersama akan tunduk pada aksi kolektif, maka persoalan kepemimpinan,
keterwakilan dan kewenangan menjadi bagian penting dalam proses pengambilan keputusan Larson 2013. Dalam kelembagaan, hal ini terkait dengan aturan
representasi, dimana proses pengambilan keputusan yang tepat dan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan menjadi sangat penting. Aturan representasi
akan menentukan jenis keputusan yang dibuat dan akan menentukan biaya transaksi Pakpahan 1989, serta menjadi landasan bagi pembagian akses dan
pendistribusian manfaat secara adil kepada anggota kelompok Larson 2013.
Pengelolaan SDA tidak hanya terkait dengan aturan atau norma-norma yang berlaku di masyarakat saja, namun terkait juga dengan aturan-aturan formal yang
berlaku dan para pihak stakeholders spesifik dari suatu SDA. Seperti dinyatakan North 1990 bahwa permasalahan yang sangat penting untuk diperhatikan dalam
pengelolaan SDA adalah aturan yang mengatur hubungan antar kelompok, karena aturan tersebut akan menentukan perilaku kelompok. Pengguna SDA seringkali
11 bukan hanya satu individu atau kelompok, bahkan bukan hanya untuk satu tujuan
sehingga pengelolaan SDA biasanya berhubungan dengan konflik kepentingan dari berbagai stakeholders. Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami
berbagai keterlibatan stakeholders dalam pengelolaan SDA Reed et al. 2009. Freeman dan Reed 1983 mendefinisikan stakeholders sebagai kelompok atau
individu yang dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian tujuan tertentu.
Pada dasarnya SDA dan lingkungan memiliki kapasitas daya dukung yang terbatas, untuk itu perspeksif Malthusian memandang pemanfaatan SDA perlu
kehati-hatian. Untuk mencapai pengelolaan SDA yang berkelanjutan dibutuhkan sinergi yang baik antara fungsi ekonomi, ekologi, dan sosial Sardjono 2004.
Salah satu cara untuk menjamin keberlanjutan SDA dengan melakukan konservasi, yang menurut World Conservation Strategy tahun 1980 bahwa upaya
konservasi diarahkan pada tiga tujuan pokok, yaitu memelihara proses-proses ekologi esensial dan sistem penyangga kehidupan, pelestarian keanekaragaman
genetik, dan terjaminnya pemanfaatan spesies dan ekosistem secara lestari.
Kelembagaan lokal yang berada di suatu komunitas selalu berubah, dapat menguat maupun melemah, hal ini disebabkan karena kelembagaan bersifat
dinamis Hidayat 2007. Kelembagaan dikatakan kuat more institutionalized jika dapat berjalan dengan baik, dapat ditegakkan well enforeced, dihormati
respected, dan efektif, tetapi jika menunjukan keadaan sebaliknya, maka kelembagaan dapat digolongkan sebagai kelembagaan yang melemah atau kurang
melembaga less institutioalized. Melemahnya kelembagaan lokal dalam pengelolaan suatu SDA dapat disebabkan oleh rendahnya kapasitas kelembagaan
lokal tersebut akibat tekanan berbagai faktor eksternal, seperti aturan formal dan atau situasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Schimd 1987 bahwa rendahnya
kapasitas kelembagaan menjadi akar penyebab ketidak mampuan sebuah organisasi untuk melakukan fungsinya secara efektif dan efisien untuk mencapai
tujuan dalam rangka mendukung misi organisasi.
Kelembagaan lokal dalam mengelola SDA yang melemah perlu dikuatkan agar tujuan pengelolaan SDA yang berkelanjutan dapat diwujudkan. Penguatan
sendiri mengandung dua pengertian, yaitu memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain, dan memberikan
kemampuan atau keberdayaan Prijono dan Pranarka 1996. Penguatan dimaknai juga sebagai upaya memberdayakan masyarakat lokal yang menjadi sebuah
konsep pembangunan yang merangkum nilai-nilai sosial Kartasasmita 2003. Pemberdayaan mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni berpusat pada
masyarakat, partisipasi, menguatkan, dan keberlanjutan Chambers 1995.