Tujuan Penelitian Penguatan Kelembagaan Lokal Pengelolaan Sumber Daya Alam Sumber Penghidupan Suku Mentawai Di Cagar Biosfer Pulau Siberut

11 bukan hanya satu individu atau kelompok, bahkan bukan hanya untuk satu tujuan sehingga pengelolaan SDA biasanya berhubungan dengan konflik kepentingan dari berbagai stakeholders. Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami berbagai keterlibatan stakeholders dalam pengelolaan SDA Reed et al. 2009. Freeman dan Reed 1983 mendefinisikan stakeholders sebagai kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian tujuan tertentu. Pada dasarnya SDA dan lingkungan memiliki kapasitas daya dukung yang terbatas, untuk itu perspeksif Malthusian memandang pemanfaatan SDA perlu kehati-hatian. Untuk mencapai pengelolaan SDA yang berkelanjutan dibutuhkan sinergi yang baik antara fungsi ekonomi, ekologi, dan sosial Sardjono 2004. Salah satu cara untuk menjamin keberlanjutan SDA dengan melakukan konservasi, yang menurut World Conservation Strategy tahun 1980 bahwa upaya konservasi diarahkan pada tiga tujuan pokok, yaitu memelihara proses-proses ekologi esensial dan sistem penyangga kehidupan, pelestarian keanekaragaman genetik, dan terjaminnya pemanfaatan spesies dan ekosistem secara lestari. Kelembagaan lokal yang berada di suatu komunitas selalu berubah, dapat menguat maupun melemah, hal ini disebabkan karena kelembagaan bersifat dinamis Hidayat 2007. Kelembagaan dikatakan kuat more institutionalized jika dapat berjalan dengan baik, dapat ditegakkan well enforeced, dihormati respected, dan efektif, tetapi jika menunjukan keadaan sebaliknya, maka kelembagaan dapat digolongkan sebagai kelembagaan yang melemah atau kurang melembaga less institutioalized. Melemahnya kelembagaan lokal dalam pengelolaan suatu SDA dapat disebabkan oleh rendahnya kapasitas kelembagaan lokal tersebut akibat tekanan berbagai faktor eksternal, seperti aturan formal dan atau situasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Schimd 1987 bahwa rendahnya kapasitas kelembagaan menjadi akar penyebab ketidak mampuan sebuah organisasi untuk melakukan fungsinya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan dalam rangka mendukung misi organisasi. Kelembagaan lokal dalam mengelola SDA yang melemah perlu dikuatkan agar tujuan pengelolaan SDA yang berkelanjutan dapat diwujudkan. Penguatan sendiri mengandung dua pengertian, yaitu memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain, dan memberikan kemampuan atau keberdayaan Prijono dan Pranarka 1996. Penguatan dimaknai juga sebagai upaya memberdayakan masyarakat lokal yang menjadi sebuah konsep pembangunan yang merangkum nilai-nilai sosial Kartasasmita 2003. Pemberdayaan mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni berpusat pada masyarakat, partisipasi, menguatkan, dan keberlanjutan Chambers 1995.

1.6 Kerangka Pikir

Sumber daya alam menjadi salah satu aspek penting untuk menjamin kelangsungan kehidupan manusia. Di CBPS, SDA menjadi sumber kehidupan utama masyarakat Mentawai, yang diambil dari berbagai ekosistem alami dan buatan. Dalam mengelola SDA-nya, masyarakat sebagai salah satu stakeholder di CBPS sangat dipengaruhi oleh stakeholders lain yang mempunyai kepentingan terhadap SDA yang sama. Hal ini menciptakan suatu situasi pengelolaan SDA di 12 CBPS dengan karakteristik yang khas. Pengelolaan SDA oleh masyarakat tidak terlepas dari aturan informal kelembagaan lokal yang berlaku di masyarakat Mentawai, dan dipengaruhi pula oleh aturan formal peraturan perundang- undangan yang ada. Kombinasi antara situasi dan kelembagaan yang ada, membentuk perilaku dalam pengelolaan SDA yang berdampak pada ketiga aspek kelestarian, yaitu kelestarian ekologi, kelestarian ekonomi, dan kelestarian sosial. Perilaku dari masyarakat yang negatif, seperti tidak menanam kembali pohon yang ditebang setelah meramu hasil hutan atau menggunakan racun dalam menangkap ikan, akan merusak atau mengurangi nilai dari SDA. Demikian pula sebaliknya, perilaku masyarakat yang positif akan menjamin kelestarian SDA. Perilaku negatif dari masyarakat mengindikasikan ketidak mampuan atau melemahnya kelembagaan masyarakat dalam pengelolaan SDA, sehingga diperlukan penguatan kelembagan pengelolaan SDA di CBPS agar masyarakat Mentawai dapat memanfaatkan SDA sekarang dan generasi mendatang. Dengan asumsi bahwa sumber daya alam, sumber daya manusia, dan teknologi tidak berubah selama proses penelitian, maka fokus peneliti dapat diarahkan pada perbaikan kelembagaan Pakpahan 1989. Kerangka pikir penelitian penguatan kelembagaan pengelolaan SDA Suku Mentawai di CBPS disajikan pada Gambar 1.1.

1.7 Kebaruan Novelty Penelitian

Mengintegrasikan antara kelembagaan formal dan informal khususnya yang berbasis hak kepemilikan masyarakat setempat dalam pengelolaan sumber daya cagar biosfer di Indonesia. Temuan ini sangat penting untuk tata kelola sumber daya CBPS yang berkelanjutan, dan memperkuat teori kepemilikan bersama Ostrom yang menelaah tentang kepemilikan bersama tidak selalu menyebabkan pemanfataan sumber daya secara berlebihan karena adanya pranata sosial kelembagaan masyarakat setempat yang dilegitimasi oleh seluruh anggota masyarakatnya.

1.8 Struktur Penulisan

Penulisan disertasi ini disusun dalam delapan bab. Bab pertama menyajikan pendahuluan yang berisi latar belakang, kerangka teoritis, kerangka fikir, perumusan masalah, tujuan, manfaat, dan novelti penelitian. Bab kedua menjelaskan karakteristik CBPS. Bab ketiga menjelaskan aset-aset penghidupan Suku Mentawai di CBPS. Bab keempat menjelaskan kepemilikan dan penggunaan lahan secara tradisional di CBPS. Bab kelima menjelaskan tentang stakeholders dalam pengelolaan SDA di CBPS. Bab keenam menjelaskan tentang aturan informal dan formal dalam pengelolaan SDA di CBPS. Bab ketujuh merupakan sintesis penelitian yang menjelaskan keberlanjutan dan strategi penguatan kelembagaan lokal pengelolaan SDA di CBPS. Terakhir bab kedelapan yang berisikan simpulan dan saran.