Perilaku Stakeholders dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam
93 Data yang dikumpulkan berupa data primer berupa aturan informal yang
berlaku di masyarakat Mentawai di CBPS dan aturan formal yang diberlakukan pemerintah dalam pengelolaan SDA di CBPS. Aturan formal yang kumpulkan,
meliputi undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan daerah yang terkait dengan pengelolaan SDA. Aturan dipilih secara purposive sesuai dengan
kebutuhan penelitian. Data sekunder merupakan data yang berasal dari beberapa dokumen untuk mendukung data primer. Data tersebut terkait ciri-ciri
kelembagaan pada aturan informal dan formal yang terdiri atas hak kepemilikan, batas yuridiksi, dan aturan representasi.
Pengumpulan data dilakukan dengan tiga cara, yaitu studi dokumen, wawancara mendalam, dan pengamatan langsung. Studi dokumen dilakukan
dengan menelaah peraturan perundangan dan dokumen terkait lainnya. Wawancara mendalam dilakukan kepada 16 enam belas orang, dengan kriteria
orang Mentawai dan mengetahui aturan adat yang berlaku di Siberut. Pengamatan langsung dilakukan untuk melihat aktualisasi aturan dalam aktivitas keseharian
masyarakat dalam mengelola SDA.
Aturan informal dan formal dinilai menggunakan delapan prinsip desain kelembagaan Ostrom 1990 yang menyatakan bahwa terdapat berbagai kondisi
atau faktor penting yang diperhitungkan dalam suatu kelembagaan lokal yang dapat bertahan lama untuk mengelola CPRs, yaitu:
1
Batasan-batasan didefinisikan dengan jelas clearly defined boundaries. Individu atau kelompok yang mempunyai hak memanfaatkan unit sumber
daya CPRs harus terdefinisikan dengan jelas, termasuk batas-batas fisik CPRs. Bila pengguna dan batas sumber daya CPRs tidak terdefinisi dengan jelas,
maka pemilik sumber daya akan menghadapi resiko pemanfaatan sumber daya oleh orang yang tidak ikut dalam usaha penyediaan dan pemeliharaan CPRs.
Hal ini menyebabkan tidak adanya insentif bagi pengguna sumber daya lokal untuk melakukan kerjasama dan tindakan bersama dalam penyediaan dan
pemeliharaan CPRs.
2
Kesesuaian congruence aturan dengan kondisi setempat. Kesesuaian antara
aturan pemanfaatan, seperti pembatasan waktu, lokasi, teknologi, dan atau jumlah unit sumber daya dengan kondisi setempat, serta sesuai dengan aturan
penyediaan, seperti kebutuhan tenaga, material dan atau uang.
3 Pengaturan pilihan kolektif collective choice arrangements. Berbagai pihak
yang dipengaruhi oleh aturan main, khususnya pada tingkat operasional berhak untuk berpartisipasi secara luas dalam memodifikasi aturan.
4 Pengawasan monitoring. Terdapat pengawasan yang secara aktif mengaudit
kondisi sumber daya dan perilaku pengguna serta bertanggung jawab kepada pengguna dan atau anggota pengguna tersebut.
5 Sanksi yang tegas sesuai tingkat kesalahan graduated sanctions. Pengguna
yang melanggar aturan operasional harus mendapat sanksi yang tegas, tergantung pada keseriusan dan konteks pelanggarannya, dari pengguna
lainnya dan atau petugas yang bertanggung jawab kepada pengguna atau keduanya.
6 Mekanisme
penyelesaian konflik conflict resolution mechanism. Para pengguna dan para petugas memiliki akses cepat dan murah untuk
menyelesaikan konflik antar pengguna atau antara pengguna dengan petugas. 7
Pengakuan hak untuk mengelola minimal recognation of the rights to
94 organise.
Hak pengguna
untuk merencanakan
atau menyiapkan
kelembagaannya tidak ditolak oleh pemegang wewenang dari pemerintahan „eksternal‟.
8 Nested enterprises. Untuk CPRs yang menjadi bagian sistem yang lebih besar,
kegiatan pemanfaatan, penyediaan, pengawasan, penegakkan aturan, resolusi konflik, dan kegiatan tata kelola diatur dalam jaringan yang lebih luas dan
berjenjang.
Untuk menganalisis aturan tersebut ke dalam prinsip desain kelembagaan, maka dilakukan analisis peraturan perundangan. Analisis isi dilakukan dalam tiga
tahap, yaitu memahami situasi di seputar dokumen atau teks yang diteliti contexs, memahami isi pesan yang dikreasikan secara aktual dan diorganisasikan
secara bersama process, dan memahami sebuah pesan dalam dokumen yang kemudian menginterpretasikannya emergence Ida 2003.
Selain itu, untuk mengetahui hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat terhadap SDA-nya, dilakukan analisis terhadap kumpulan hak bundles of right.
Analisis terhadap kumpulan hak menggunakan klasifikasi hak yang digariskan oleh Ostrom dan Schlager 1996, yaitu hak access dengan pemilik hak yang
disebut authorised entrants, hak withdrawal dengan pemilik hak yang disebut authorised user, hak management dengan pemilik hak yang disebut sebagai
claimants, hak exclusion dengan pemilik hak yang disebut proprietors, dan hak alienation dengan pemilik hak disebut owners Tabel 6.1.
Tabel 6.1 Kumpulan hak terkait dengan posisi
a
Jenis hak Pemilik
penuh full owner
Pemilik proprietor
Penyewa authorized
claimant Pengguna
authorized user
Ijin masuk authorized
entrant Access
√ √
√ √
√ Withdrawal
√ √
√ √
- Management
√ √
√ -
- Exclusion
√ √
- -
- Alienation
√ -
- -
-
a
Ostrom dan Schlager 1996.
Berbagai hak tersebut dapat dilaksanakan pada beberapa tingkat analisis yang berbeda. Pelaksanaan hak access dan withdrawal berhubungan pada analisis
tingkat operasional. Pelaksanaan hak management, exclusion, dan alienation berhubungan dengan analisis tingkat collective choice yang akan berpengaruh
terhadap analisis pada tingkat operasional Agrawal dan Ostrom 2001.
95
6.3 Hasil dan Pembahasan 6.3.1
Aturan Informal
Dalam interaksinya dengan SDA, masyarakat Mentawai memiliki berbagai aturan yang mengatur pola hubungan antara masyarakat dengan SDA. Aturan
pengelolaan SDA ini timbul karena secara ekonomis, ekologi, dan religi kehidupan Suku Mentawai di Siberut tergantung sepenuhnya terhadap SDA di
sekitarnya. Aturan yang merupakan suatu kelembagaan ini berasal dari nenek moyang mereka dan sampai saat ini aturan tersebut masih dijalankan. Berikut
diuraikan kelembagaan Suku Mentawai dalam mengelola SDA berdasarkan prinsip-prinsip desain kelembagaan yang berkelanjutan oleh Ostrom 1990.