Sikap Tegas Menentang Israel

Sikap Tegas Menentang Israel

erangan Israel ke Jalur Gaza yang telah berlangsung sepekan terakhir belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Alih-alih menurunkan intensitas serangan,

Israel justru semakin gencar membombardir Jalur Gaza dengan alasan membalas penembakan roket Hamas ke Tel Aviv, ibukota negara ini. Pertempuran antara Hamas dengan Israel di Jalur Gaza bermula dari pembunuhan pejabat senior Hamas, Ahmad Said Khalil al Jabari, melalui serangan udara Israel Rabu pekan lalu (14/11/2012). Jabari adalah wakil komandan sayap militer Hamas, Brigade Izzuddin Al Qassam, yang dituding Israel bertanggung jawab atas serangkaian serangan terhadap negara Zionis ini.

Agresi Israel memang tidak sedahsyat aksi serupa (Cast Lead Operation) empat tahun silam yang menewaskan lebih dari 1.700 jiwa. Meski demikian, korban terus berjatuhan dan akan semakin bertambah jika gencatan senjata tidak kunjung terealisasi. Seperti dilansir Al Jazeera, hingga kini, tercatat 84 orang tewas dan lebih dari 700 orang terluka. Mayoritas korban adalah warga sipil Palestina, terutama perempuan dan anak- anak.

Kekhawatiran semakin banyaknya korban yang jatuh semakin memuncak setelah Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu bertekad untuk memperluas serangan di Jalur Gaza. Tekad Netanyahu kian membara seiring dengan dukungan yang diperolehnya dari Presiden Amerika Serikat Barack Obama. Seperti biasa, Obama yang baru saja terpilih kembali sebagai Kekhawatiran semakin banyaknya korban yang jatuh semakin memuncak setelah Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu bertekad untuk memperluas serangan di Jalur Gaza. Tekad Netanyahu kian membara seiring dengan dukungan yang diperolehnya dari Presiden Amerika Serikat Barack Obama. Seperti biasa, Obama yang baru saja terpilih kembali sebagai

missiles fired into its territory” ( The Telegraph, 18/11/2012). Tidak mengherankan jika dunia internasional, khususnya

para pemimpin Timur Tengah berteriak. Presiden Mesir Mohammad Morsi mengecam agresi itu sebagai “blatant aggression aganst humanity” (AFP, 17/11/2012). Menteri Luar Negeri Tunisia Rafik Abdesslem menyatakan, “What Israel is doing is not legitimate and is not acceptable at all" (The Guardian, 18/11/2012). Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad mendesak negara-negara Barat yang selama ini mendukung

Israel untuk “allow the Palestinian nation to control their own destiny” ( Press TV, 19/11/2012). Sementara itu, para pemimpin Liga Arab menggelar pertemuan darurat di Kairo Sabtu (17/11/2012) dan memutuskan mengirimkan delegasi ke Jalur Gaza untuk menggagas gencatan senjata. Akhir pekan lalu, sejumlah demonstrasi menentang agresi Israel terjadi di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Bagi kita di Indonesia, serangan itu merupakan salah satu bentuk penjajahan bentuk baru yang tidak sesuai dengan nilai- nilai kemanusian sebagaimana diyakini negara ini dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sejak merdeka, Indonesia

yang konsisten memperjuangkan nasib bangsa-bangsa terjajah seperti yang pernah dilakukan pada fase dekolonisasi negara-negara Asia dan Afrika pasca-Perang Dunia II di tahun 1950-an. Karena Indonesia telah berkomitmen untuk mendukung kemerdekaan Palestina, maka negara ini harus bersikap tegas dan keras menyikapi agresi Israel ke Gaza.

Sayangnya, pemerintah hanya mengeluarkan serangkaian seruan yang tak bertaji. Di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta Sabtu (17/11/2012), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, “PBB dan negara-negara harus mengambil sikap atas kekerasan yang berlangsung, sehingga Sayangnya, pemerintah hanya mengeluarkan serangkaian seruan yang tak bertaji. Di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta Sabtu (17/11/2012), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, “PBB dan negara-negara harus mengambil sikap atas kekerasan yang berlangsung, sehingga

Pernyataan SBY dan Marty mengindikasikan bahwa Indonesia lebih memilih menyerahkan kasus agresi Israel ke PBB dan negara-negara lain daripada mempelopori upaya untuk mendesak Israel menghentikan serangan ke Gaza. Padahal, sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia yang rakyatnya memiliki solidaritas tinggi terhadap Palestina, banyak negara berharap Indonesia memainkan peran kepemimpinan lebih menonjol. Harapan tersebut semestinya dapat dijadikan modalitas bagi Indonesia untuk berdiplomasi secara lebih aktif mengupayakan perdamaian di bumi Palestina.

Diplomasi Aktif Diplomasi aktif perlu dilakukan Indonesia dengan

menindaklanjuti seruan SBY di forum PBB. SBY dapat meniru langkah Soekarno dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Palestina di PBB. Dalam pidatonya di Majelis Umum PBB pada 1962, Soekarno yang menganggap Palestina sebagai the last chapter of colonialism dengan lantang mengatakan, “Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang- orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menantang penjajahan Israel.”

Setelah pidato itu, Soekarno melarang Israel berpartisipasi dalam Asian Games di Jakarta pada tahun yang sama. Proklamator RI ini berniat mengisolasi Israel dan sikap inipun diikuti oleh negara-negara lain. Ketegasan sikap Soekarno terbukti efektif menekan Israel. Barangkali, kita sulit berharap

SBY bersikap seperti itu, tetapi setidaknya ada langkah tegas Presiden di PBB.

Langkah tegas itu dapat berupa perintah kepada Duta Besar RI di PBB Desra Percaya untuk melakukan aksi-aksi strategis mendesak Israel menghentikan serangan. Koalisi dengan negara- negara yang mendukung perjuangan Palestina merupakan langkah penting dan mendesak untuk mengimbangi aksi diplomatik Israel yang pasti disokong AS. Koalisi yang dibangun Indonesia hendaknya tidak terbatas pada negara-negara mayoritas muslim karena agresi Israel ke Gaza sesungguhnya tak terkait masalah agama, melainkan masalah kemanusiaan.

Atas nama kemanusiaan, Indonesia dapat menggalang solidaritas antikolonialisme bersama negara-negara berkembang seperti yang pernah dilakukan negara ini melalui Konferensi Asia Afrika (KAA) pada 1955. Memori masa lampau dapat diusung kembali demi merealisasikan amanat Konstitusi untuk menghapuskan penjajahan di atas dunia karena kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Langkah ini memang tak mudah, tetapi juga tak mustahil dilakukan. 

19 November 2012