Tantangan Pendidikan di Era Globalisasi

Tantangan Pendidikan di Era Globalisasi

antangan masa depan yang dihadapi Indonesia di era globalisasi adalah rendahnya daya saing lulusan lembaga pendidikan negeri ini dalam memperebutkan pasar kerja.

Berdasarkan laporan tahunan World Economic Forum (2009) tentang tingkat daya saing global seluruh negara di dunia, Indonesia berada di peringkat ke-54 dari 131 negara; di bawah sejumlah macan Asia seperti Jepang (8), Korea Selatan (11), Hong Kong (12), dan Taiwan (14). Bahkan, Indonesia masih kalah dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara seperti Singapura (7), Malaysia (21), Thailand (34), dan Brunei Darussalam (39).

Karena itu, tak heran dalam persaingan kerja dengan individu-individu dari negara-negara tersebut, orang Indonesia hampir pasti kalah. Buktinya, banyak jabatan strategis di sejumlah perusahaan negeri ini ditempati oleh orang asing. Orang Indonesia hanya menjadi pekerja, sementara orang asing bertengger di posisi manajer yang memiliki pengaruh besar dalam pengambilan keputusan. Lebih celaka lagi, banyak orang Indonesia yang gagal mendapatkan pekerjaan dan kemudian menjadi pengangguran.

Kasus kerusuhan di PT Drydock World Graha Batam pada Kamis pekan lalu (22/4) merupakan puncak dari ketidakberdayaan orang Indonesia dalam dunia kerja. Kerusuhan yang dipicu oleh umpatan seorang manajer asing kepada pekerja Indonesia itu seharusnya tidak perlu terjadi jika orang Indonesia memiliki posisi setara dengan orang asing. Persoalannya, Kasus kerusuhan di PT Drydock World Graha Batam pada Kamis pekan lalu (22/4) merupakan puncak dari ketidakberdayaan orang Indonesia dalam dunia kerja. Kerusuhan yang dipicu oleh umpatan seorang manajer asing kepada pekerja Indonesia itu seharusnya tidak perlu terjadi jika orang Indonesia memiliki posisi setara dengan orang asing. Persoalannya,

Persaingan antarpekerja lintas negara seperti itu merupakan realita kontemporer yang tidak bisa ditolak seiring dengan menggejalanya proses globalisasi. Globalisasi memungkinkan semua orang di seluruh dunia saling berinteraksi untuk terlibat dalam dinamika ekonomi dan bisnis di kawasan tertentu. Akibatnya, kita sering menemukan para ekspatriat di pasar kerja Indonesia yang menguasai perusahaan-perusahaan besar karena daya saingnya sangat tinggi.

Mereka adalah produk dari sebuah sistem pendidikan berkualitas yang mengintegrasikan bakat unik yang dimiliki individu dengan pola pengajaran yang membangun karakter kemandirian dan kebutuhan pasar kerja. Sistem semacam ini telah lama diterapkan di negara maju seperti Jepang. Karena itu, wajar jika negeri matahari terbit ini mampu bangkit dari kehancuran akibat kekalahan dalam Perang Dunia II dan lantas menjadi kekuatan ekonomi nomor dua dunia

Revitalisasi Pendidikan Belajar dari Jepang, revitalisasi pendidikan merupakan kunci

untuk mencapai kemajuan. Harus diakui, sistem pendidikan Indonesia belum berhasil melahirkan manusia-manusia tangguh berkarakter kuat yang mampu memenangkan persaingan global secara bebas. Sebaliknya, sistem pendidikan kita justru menghasilkan manusia-manusia lemah yang lebih suka mencapai sukses secara instan lewat jalur khusus.

Sudah menjadi rahasia umum, seleksi pegawai baru di berbagai instansi kerap dijadikan arena transaksi. Untuk bisa lolos tes pegawai baru, tidak perlu bersaing ketat dengan kompetitor, tetapi cukup sediakan uang suap kepada panitia.

Konsekuensinya, benih-benih korupsi tumbuh subur di sejumlah instansi. Artinya, produk pendidikan kita bukannya melahirkan manusia jujur berintegritas tinggi, tetapi malah manusia curang berdaya kompetitif rendah.

Inilah kesalahan besar sistem pendidikan kita sehingga perlu direvitalisasi. Karena itu, tiga langkah perlu dilakukan untuk memperbaiki kualitas lulusan lembaga pendidikan kita sehingga mampu bersaing secara bebas di pasar global.

Pertama, pendidikan karakter perlu dimasukkan dalam kurikulum sebagai ajaran wajib di seluruh sekolah negeri ini. Selama ini pendidikan kita terlalu fokus pada kecerdasan otak, tetapi mengabaikan kecerdasan mental, sehingga sering ditemukan manusia pintar dengan mental bobrok. Ke depan, karakter manusia-manusia Indonesia harus dibangun sejak dini melalui pendidikan dasar dengan menginternalisasikan nilai- nilai kedisiplinan, kemandirian, keuletan, dan profesionalisme dalam diri mereka.

Kedua, integrasi antara institusi pendidikan dengan lapangan kerja perlu diperkuat. Selama ini lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia belum secara maksimal menjalankan fungsinya untuk menyalurkan lulusan yang berkompeten ke pasar kerja sehingga seringkali keahlian yang diperoleh di sekolah tidak dapat memenuhi kebutuhan dunia kerja. Menghadapi globalisasi, lembaga pendidikan harus mempererat kerjasama secara sinergis dengan pasar kerja.

Ketiga, pemerintah harus mempersiapkan lembaga-lembaga khusus yang menangani lulusan sekolah atau universitas yang kalah dalam persaingan kerja sehingga menjadi pengangguran. Lembaga ini penting untuk membekali korban persaingan itu dengan ketrampilan dan keahlian baru yang mampu meningkatkan daya kompetitifnya. Dengan begitu, posisi tawarnya diharapkan semakin meningkat dalam berhadapan dengan para kompetitor dari negara-negara maju.

Hari Pendidikan Nasional (2/5/2010) harus menjadi momentum bersejarah untuk merevitalisasi pendidikan Indonesia sehingga negeri ini bisa mencapai kemajuan di masa depan. Sekarang adalah waktu yang tepat untuk melakukan itu. Kalau tidak sekarang, kita akan kehilangan momentum kebangkitan sehingga semakin tertinggal dari bangsa-bangsa maju yang telah unggul di depan. 

2 Mei 2010